Di Bawah Tekanan AS, Nikaragua Putus Relasi dengan Taiwan dan Memilih China
Nikaragua menjadi negara ketujuh yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan sejak tahun 2016. Persaingan Taiwan-China menghasilkan pertarungan sengit dalam memperebutkan dukungan diplomatik dari sejumlah negara.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
BEIJING, JUMAT – Nikaragua memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan membangun kembali hubungan diplomatik dengan China, Jumat (10/12/2021). Situasi ini menyebabkan Taiwan semakin terisolasi dalam diplomasi internasional. Meski demikian, para pakar politik menilai ini peristiwa alami dalam hubungan diplomatik terkait Taiwan.
Pemutusan hubungan diplomatik Nikaragua dengan Taiwan diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Nikaragua Denis Moncada di Managua, ibu kota Nikaragua, Kamis (9/12/2021) sore waktu setempat atau Jumat dini hari WIB. ”Nikaragua mengakui prinsip Satu China. Artinya, Pemerintah Republik Rakyat China adalah pemerintahan yang sah,” kata Moncada.
”Taiwan bukan negara merdeka dan sejatinya merupakan bagian dari China. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya hubungan diplomatik Nikaragua dilakukan dengan pemerintah yang sebenarnya,” paparnya.
Hanya berselang beberapa jam kemudian, melalui siaran televisi pemerintah CCTV, Jumat (10/12/2021), Kementerian Luar Negeri China di Beijing mengumumkan penandatanganan komunike resmi oleh menteri keuangan Nikaragua dan dua anak Presiden Nikaragua Daniel Ortega di Tianjin, China utara.
Berdasarkan kesepakatan itu, Nikaragua berjanji tidak akan menjalin hubungan resmi lagi dengan Taiwan. ”Ini pilihan yang tepat, sejalan dengan tren global dan didukung rakyat. China sangat mengapresiasi keputusan ini,” demikian pernyataan Kemenlu China.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying dan Zhao Lijian menulis di laman media sosial masing-masing. Hua menuturkan, semakin banyak negara di dunia menyadari bahwa prinsip Satu China adalah kebenaran dari situasi politik di wilayah tersebut. ”Kami memenangi satu lagi pertempuran yang indah,” tulis Zhao di akun media sosial, Weibo, milik pribadinya.
Tinggal 14 negara
Dari pihak Taiwan, Presiden Tsai Ing-wen menanggapi langkah Nikaragua dengan santai. Kepada kantor berita Central News Agency, Tsai mengatakan, ia menyayangkan kejadian ini karena hubungan Taiwan dengan Nikaragua telah berlangsung sejak tahun 1990.
Namun, pada saat yang sama, menurut Tsai, peristiwa ini wajar terjadi karena pamor Taiwan di dunia internasional semakin meningkat dan kian banyak negara yang menyatakan ketertarikan untuk berhubungan dengan Taiwan. Hal ini tentu membuat Beijing khawatir dan melakukan segala cara untuk menghalangi Taiwan.
”Semakin sukses demokrasi Taiwan, semakin kuat dukungan internasional, semakin besar pula tekanan dari pihak yang otoriter," ujar Tsai.
Kemlu Taiwan mengeluarkan pengumuman bahwa segala jenis hubungan diplomatik dengan Nikaragua telah usai. Hal ini mencakup seluruh bentuk kerja sama bilateral dan berbagai program bantuan antarnegara. Semua staf di Kedutaan dan Misi Teknis Taiwan di Nikaragua juga dipanggil pulang.
Sejak tahun 2016, jumlah negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan berkurang dari 21 pada awal tahun 2017 menjadi 14 negara, termasuk Vatikan. Alasannya karena sejak Tsai terpilih sebagai presiden di tahun 2016, pemerintahannya gencar menyuarakan demokrasi dan kemerdekaan Taiwan. Bejing tidak menyukai perilaku ini dan berusaha menekan Taiwan dari segala arah, termasuk melalui negara-negara lain.
Saat ini, negara-negara yang menjalani hubungan diplomatik dengan Taiwan adalah Honduras, Belize, Vatikan, Eswatini, Guatemala, Haiti, Paraguay, Tuvalu, Nauru, Saint Vincent dan Grenadines, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Kepulauan Marshall, dan Palau.
China selama puluhan tahun membujuk negara-negara mitra diplomatik Taiwan untuk mengalihkan hubungan ke Beijing. Dalam beberapa tahun terakhir, tiga negara Amerika Latin—Panama, El Salvador, dan Republik Dominika—meninggalkan Taiwan dan mengalihkan hubungan dengan China. Daftar itu bertambah pekan ini saat Presiden Nikaragua Daniel Ortega mengikuti langkah serupa.
Penganut kuat Marxis pada usia mudanya, Ortega memimpin Nikaragua sejak 1979 hingga 1990. Dalam konteks isu China-Taiwan, ia pernah mengubah sikap pengakuan negaranya pada China tahun 1985, tetapi lima tahun kemudian penggantinya, Presiden Violeta Barrios de Chamorro, mengubah pengakuan hubungan pada Taiwan.
Ortega kembali berkuasa tahun 2007 dan empat kali memenangi pemilu. Sejak itu, Ortega semakin diktator dalam memerintah Nikaragua. Ia menghapus batas waktu masa jabatan presiden. Ia pernah mengungkapkan harapan untuk menjalin hubungan secara bersamaan dengan China dan Taiwan. Namun, hal itu ditolak China.
Menurut sosiolog dan ahli ekonomi Oscar Rene Vargas, perubahan sikap Nikaragua kemungkinan didorong oleh tekanan dan sanksi AS setelah Ortega memenangi pemilu, November lalu. Khawatir terisolasi baik oleh AS maupun China, dua kekuatan utama dunia saat ini, lanjut Vargas kepada kantor berita AFP, Ortega memilih ”dukungan politik China”.
Alami
Seorang sumber diplomat di Taiwan, yang akrab dengan isu seputar kawasan, menyebutkan bahwa langkah Nikaragua tidak terlalu mengejutkan lantaran menguapnya dukungan Washington lewat sanksi-sanksi yang dijatuhkan pada Ortega. Keputusan Ortega mencari dukungan dan bantuan China dinilai wajar dan alami.
Langkah Nikaragua tersebut dikecam oleh Amerika Serikat. Presiden AS Joe Biden sejak November lalu sudah mengutarakan keberatan terhadap hasil pemilihan umum presiden Nikaragua yang ia sebut sebagai kepalsuan. Presiden Nikaragua Daniel Ortega sudah empat kali menjabat sebagai kepala negara. Istrinya, Rosario Murillo, menjabat sebagai Wakil Presiden Nikaragua.
Menjelang pemilu 7 November lalu, pasangan Ortega-Murillo menangkapi dan memenjarakan orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan mereka. Di dalam kelompok yang ditahan, ada 40 politisi oposisi, termasuk tujuh politisi yang potensial menjadi bakal calon presiden.
”Mengingat Presiden dan Wakil Presiden Nikaragua memenangi pemilu melalui kecurangan, sudah jelas pemutusan hubungan diplomatik dengan Taiwan ini bukan kemauan rakyat Nikaragua. Ini murni demi kepentingan elite politik,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, seperti dikutip oleh CNN.
Meskipun demikian, pengamat politik Taiwan menganggap peristiwa ini bukan sesuatu yang luar biasa dan sudah diduga akan terjadi. Hal itu dikemukakan oleh Antonio Hsiang, pakar hubungan Taiwan dengan negara-negara Amerika Latin dari La Academia Nacional de Estudios Y Estrategicos di Chile. Menurut dia, Taiwan selalu mengedepankan prinsip demokrasi.
”Oleh karena itu, tentu saja Taiwan semakin mendekatkan diri ke negara-negara demokratis, seperti AS dan kawasan Uni Eropa. Nikaragua pada dasarnya tidak demokratis dan bertolak belakang dengan nilai yang dianut Taiwan. Cepat atau lambat, hubungan mereka akan selesai,” ujarnya.
Hsiang juga menduga tidak lama lagi Honduras berisiko memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan. Alasannya karena seperti Nikaragua, Honduras menganut sistem kepemimpinan yang otoriter sehingga hubungan mereka dengan Taiwan secara alami akan renggang. (AFP/AP/REUTERS/SAM)