AS-Uni Eropa Satukan Langkah Hadapi Rivalitas China
Melihat dominasi China kian tidak bersahabat di Laut China Selatan, AS dan Uni Eropa sepakat meningkatkan komunikasi intensif di antara mereka guna mengelola rivalitas sistemik dengan China.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Sepak terjang China di Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Selat Taiwan menjadi fokus perhatian Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam pertemuan mereka di Washington DC, Kamis (2/12/2021) waktu setempat atau Jumat dini hari WIB.
Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) menyatakan keprihatinan yang serius atas ”tindakan problematik dan sepihak” China di kawasan tersebut, terutama di Laut China Selatan (LCS). Keduanya juga menyoroti soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh China di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong.
Dalam pertemuan itu, AS dan UE juga menekankan perlunya komunikasi yang intensif di antara mereka untuk mengelola ”perlombaan dan persaingan sistemik” dengan Beijing. Dikatakan, tindakan China di tiga wilayah maritim tersebut ”merusak” perdamaian dan keamanan di kawasan itu. AS-UE pun menggalang kerja sama yang lebih kuat dan intensif untuk mengadang kebangkitan China.
Pernyataan bersama itu muncul setelah Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman dan Sekretaris Jenderal Pelayanan Aksi Eksternal Eropa (EEAS), Stefano Sannino bertemu di Washington DC, Jumat dini hari WIB.
China mengklaim sebagian besar wilayah LCS meskipun sudah ada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) yang menolak klaim historisnya. China bahkan semakin intensif membangun pulau buatan dan pos militer terdepan yang didukung Penjaga Pantai China (CCG) dan milisi maritimnya di LCS.
Langkah asertif China menyebabkan konfrontasi dengan negara-negara pengklaim lainnya. Adapun negara tetangga dan entitas pengklaim, yang memiliki irisan wilayah klaim dengan China ialah Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
China dan Filipina baru-baru ini bersitegang lagi di sekitar pulau karang Second Thomas, LCS. Tiga kapal penjaga pantai China memblokade dan menembaki dengan meriam air ke kapal logistik Filipina, 16 November lalu.
Pulau karang Second Thomas terletak sekitar 195 kilometer barat laut Puerto Princesa, ibu kota Provinsi Palawan yang secara de facto telah dikuasai Angkatan Laut (AL) Filipina sejak tahun 1999.
Melihat dominasi China kian tidak bersahabat di LCS, Sherman dan Sannino menyatakan, AS dan UE perlu meningkatkan komunikasi di antara mereka untuk mengelola rivalitas sistemik dengan China.
Keduanya menekankan ”pentingnya AS dan UE mempertahankan komunikasi berkesinambungan dan dekat pada pendekatan kami masing-masing saat berinvestasi dan menumbuhkan ekonomi kami”.
Juga, demikian lanjut pernyataan bersama keduanya, ”bekerja sama dengan China jika memungkinkan, dan mengelola perlombaan dan persaingan sistemik kami dengan China secara bertanggung jawab”, kata pernyataan bersama keduanya.
”Mereka menyatakan keprihatinan yang kuat atas tindakan yang problematik dan sepihak dari China di LCS, Laut China Timur, dan Selat Taiwan. Tindakan itu merusak perdamaian dan keamanan di kawasan dan berdampak langsung pada keamanan dan kemakmuran AS dan UE,” kata pernyataan itu.
Pelanggaran HAM
Dialog AS-UE tentang China didirikan awal tahun 2021. Menurut Al Jazeera, Sherman dan Sannino juga membahas ”daftar tindakan China yang menjadi perhatian, termasuk yang melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan nilai dan kepentingan bersama AS dan UE”.
Dalam pernyataan itu disebutkan, keduanya membahas pelanggaran hak asasi manusia di China. Di dalamnya termasuk penindasan terhadap minoritas agama di Xinjiang, situasi Tibet, dan pengebirian otonomi di Hong Kong. Mereka juga menyatakan kesiapan untuk mengintensifkan pembagian informasi AS-UE tentang disinformasi yang disponsori atau didukung China.
Sementara Presiden AS Joe Biden telah menekankan pentingnya bekerja sama dengan sekutu dalam melawan kebangkitan China dan perilaku yang semakin asertif di seluruh dunia.
Sebuah pengarahan resmi AS menjelang pembicaraan mengatakan, Washington dan Brussel memiliki pandangan yang ”semakin konvergen” tentang ”perilaku yang mengkhawatirkan” China.
Berbicara secara terpisah di sebuah lembaga kajian di Washington DC, Laksamana Madya Herve Blejean selaku Direktur Jenderal Staf Militer Uni Eropa mengatakan bahwa ada ruang untuk koordinasi yang lebih besar. Koordinasi itu untuk ”mengungkapkan keinginan kuat kami guna membela hukum internasional di laut terhadap kebijakan de facto yang telah kami lihat di LCS”.
Blejean mengatakan kepada Center for Strategic and International Studies bahwa Perancis adalah kekuatan Pasifik dan ada juga kepentingan di kawasan itu dari anggota UE lainnya, Jerman, Belanda dan Denmark, serta bekas negara UE Inggris.
Interaksi dengan ASEAN
”Kita harus melihat bagaimana kita menyampaikan pesan itu bersama-sama. Sebab, ketika kita semua bersatu, kekuatan pesan itu lebih dahsyat. Juga bagaimana kita berinteraksi dengan negara-negara yang berpikiran sama melakukan hal yang sama, seperti Australia, AS, Jepang, negara-negara ASEAN dan sebagainya,” kata Blejean.
Blejean juga mengatakan, UE dapat melihat pembentukan ”Area Kepentingan Maritim” di LCS. Hal itu terlihat terang benderang setelah proyek percontohan untuk lebih mengoordinasikan kehadiran maritim negara-negara anggota UE berlangsung di Teluk Guinea, Afrika, dan Samudra Hindia utara.
Pertemuan tingkat tinggi AS dan UE itu juga mencatat pentingnya diplomasi dengan China, terutama di mana kepentingan bersinggungan dan di mana kerja sama yang konstruktif dimungkinkan, seperti iklim, isu nuklir Iran, dan situasi di Semenanjung Korea.
Sherman dan Sannino akan melanjutkan diskusi terkait China dengan konsultasi tingkat tinggi di Indo-Pasifik, Jumat (4/12/2021). Pertemuan tingkat tinggi AS-UE berikutnya diperkirakan berlangsung pada pertengahan tahun 2022.
Belum ada komentar langsung dari Beijing mengenai dialog AS-UE yang kali ini menyoroti perilaku China di LCS serta persoalan lainnya di kawasan. Namun, China dalam berbagai kesempatan sebelumnya mengecam kehadiran AS dan negara bukan pengeklaim di LCS. Beijing juga membela tindakannya di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong. (REUTERS/AFP)