PBB Minta Dunia Ulurkan Tangan untuk Warga Afghanistan
Sementara Taliban merayakan kemenangan saat mengambil alih tampuk kepemimpinan, rakyat Afghanistan berjuang untuk mengisi perut. Satu dari tiga orang Afghanistan tidak tahu dari mana makanan berikutnya bisa didapat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
KABUL, RABU – Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta kepada negara-negara di dunia untuk mengulurkan tangan kepada Afghanistan. Negara berpenduduk 18 juta jiwa ini tinggal selangkah lagi terpuruk ke dalam bencana kemanusiaan. Dari 1,3 miliar dollar Amerika Serikat dana yang dibutuhkan PBB untuk membantu warga Afghanistan, baru terkumpul 39 persen.
”Kami menghitung bahwa satu dari tiga orang Afghanistan tidak akan tahu dari mana makanan berikutnya bisa ia dapat,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di New York, Selasa (31/8/2021).
Layanan publik dasar seperti perbankan dan kesehatan belum buka. Apalagi, dalam beberapa bulan Afghanistan akan memasuki musim dingin yang biasanya juga diiringi kekeringan. Anak-anak balita otomatis terancam gizi buruk. Berdasarkan data PBB, 45 persen penduduk Afghanistan berusia di bawah 15 tahun.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, kantor-kantor PBB di Kabul tetap beroperasi. Awal pekan ini, pesawat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mendarat dengan membawa bantuan makanan. Butuh biaya 1,3 miliar dollar AS untuk memastikan penduduk Afghanistan memiliki pangan dan obat-obatan yang cukup setidaknya untuk satu tahun ke depan. Dana ini diperoleh dari sumbangan berbagai negara ataupun perusahaan swasta.
PBB juga meminta masyarakat global tekun memantau Taliban dan memastikan mereka berpegang pada komitmen untuk membentuk pemerintahan yang inklusif. Pelaksana Tugas Menteri Pendidikan Tinggi Afghanistan Abdul Baqi Haqqani mengatakan, perempuan akan tetap diperbolehkan kuliah. Perbedaan dengan pemerintahan sebelumnya ialah semua satuan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, akan dipisah berdasarkan jenis kelamin.
Para pakar pendidikan menilai ini akan berdampak buruk pada masa depan generasi muda Afghanistan. Negara ini telah kehilangan banyak profesional dan ahli yang mengungsi keluar negeri begitu Taliban mengambil alih pemerintahan. Selain itu, apabila satuan pendidikan dipisah berdasarkan jenis kelamin, tidak akan ada guru dan dosen yang cukup. Perkirannya ialah akan ada program-program studi yang hilang. Ini merugikan baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Tidak ada uang
Sementara Taliban merayakan kemenangan mereka saat mengambil alih tampuk kepemimpinan dari Presiden Ashraf Ghani, rakyat Afghanistan berjuang untuk mengisi perut. Bank-bank umumnya masih tutup. Hanya segelintir yang buka, itu pun hanya dalam beberapa jam. Dilansir dari media ekonomi Financial Times, di Kabul terjadi antrean panjang di bank-bank yang buka. Warga berharap bisa menarik uang tunai dan membelanjakannya ke toko-toko.
”Saya sudah mengantre dari pukul 06.00. Kalau tidak ada uang tunai, saya tidak bisa belanja. Padahal, di rumah sudah tidak ada persediaan makanan apa pun,” kata Aalia (40).
Seorang pemilik toko kelontong yang menolak disebutkan namanya mengatakan, tetangganya banyak yang kelaparan, tetapi tidak bisa membeli roti, susu, dan keju karena tidak memiliki uang. Situasi di Kabul sejauh ini relatif terkendali. Awalnya ia sempat ketakutan akan terjadi kerusuhan ketika Taliban mengambil alih Kabul.
”Kalau ada kerusuhan, yang jadi korban warung-warung seperti punya saya ini,” kata pemilik toko tersebut.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam jumpa pers mengatakan bahwa Taliban akan menjaga situasi di Afghanistan agar tetap damai. Oleh sebab itu, ia meminta agar investor-investor asing tidak perlu khawatir dan bisa segera datang untuk menanam modal guna mempercepat pembangunan dan peningkatan ekonomi Afghanistan.
”Masalahnya, Taliban tidak pernah terbuka dengan hukum Islam yang mereka praktikkan sekarang. Pertanyaan semua orang ialah apakah Taliban mau bekerja dengan para profesional di bidang masing-masing? Investor tidak akan mau menanam modal jika mitra di Afghanistan bukan orang-orang yang cakap di sektor yang akan dikembangkan,” kata peneliti Taliban dari Universitas Kabul, Asadullah Waheedi. (AP/AFP)