Serangan roket di Kabul terjadi tepat sehari sebelum AS dan sekutunya harus menarik total seluruh pasukannya dari Afghanistan. Taliban mengecam serangan AS di Afghanistan dalam dua hari berturut-turut.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Kondisi keamanan Kabul, Afghanistan, semakin mencekam menjelang tenggat penarikan seluruh pasukan Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam dua hari, ada dua serangan roket di Kabul oleh pihak yang berseberangan.
Pada Minggu (29/8/2021), AS melancarkan serangan dengan pesawat nirawak. Pada Senin (30/8/2021) siang, giliran AS jadi sasaran serangan lima roket. Kepada sejumlah media, pejabat AS mengungkap sistem pertahanan udara di Bandara Kabul menangkis lima roket. Sementara saksi mata menyebut ada satu roket menghantam bangunan dekat bandara.
Roket-roket yang belum diketahui siapa penembaknya itu ditangkis C-RAM. Sistem pertahanan udara serupa dipasang di Irak. Selama bertahun-tahun, C-RAM menjadi salah satu sistem pertahanan pangkalan AS di Irak dan Afghanistan. Sistem itu bekerja dengan melacak roket, mortir, atau artileri lain yang menyasar suatu lokasi. Obyek yang terlacak ditembak dengan senapan mesin kaliber besar yang terpasang di C-RAM.
Baik di bandara maupun bangunan dekat bandara yang terhantam roket belum ada laporan korban jiwa dan cedera. Taliban, yang kini bertanggung jawab atas keamanan Kabul, telah menemukan mobil yang digunakan untuk meluncurkan roket-roket itu.
Di mobil itu ditemukan selongsong peluncur roket. Selongsong diduga hasil modifikasi di mobil pengangkut barang tersebut. Milisi Taliban menemukan mobil itu sudah terbakar di Khair Khana, salah satu kawasan di Kabul.
Warga dekat lokasi penemuan mobil, Ziaudin, mengaku mendengar lima ledakan dari mobil itu. ”Kami sedang di dalam rumah waktu mendengar ledakan keras. Kami lari ke halaman dan melihat kebakaran,” ujarnya.
Sementara di sekitar bandara, milisi Taliban dan warga melaporkan ada bangunan tinggi yang terkena roket. Hingga Senin sore, belum ada laporan korban jiwa.
Serangan roket terjadi tepat sehari sebelum AS dan sekutunya harus menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan. Kini, kurang dari 4.000 tentara AS masih berada di Bandara Kabul. Pada pertengahan Agustus 2021, AS menempatkan hampir 6.000 tentara untuk mengurus evakuasi ribuan warga AS dan warga Afghanistan yang pernah membantu AS selama menduduki negara itu.
Reaksi
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah pejabat Taliban mengecam AS atas serangan pesawat nirawak di Nangarhar dan Kabul. Serangan di Nangarhar dilancarkan pada Sabtu sebagai balasan atas bom bunuh di Bandara Kabul pada Kamis. Insiden di bandara menewaskan 13 tentara AS, 142 warga sipil, dan 28 milisi Taliban.
Sementara serangan di Kabul disebut sebagai antisipasi atas serangan lanjutan yang dapat membahayakan warga AS dan negara lain. Potensi serangan lanjutan sudah diumumkan sejak Sabtu.
Juru bicara Taliban, Bilal Karimi dan Zabihullah Mujahid, menyebut bahwa AS tidak berhak melancarkan serangan itu. ”Di mana pun AS beroperasi, kami mengecamnya,” kata Karimi.
Ia menegaskan, AS seharusnya memberi tahu Taliban soal tindakannya di Afghanistan. Sementara Mujahid mengatakan, serangan sepihak itu ilegal. ”Kami mengecam serangan itu karena tidak dibenarkan melancarkan serangan sepihak di negara lain. Jika ada potensi ancaman, seharusnya melapor kepada kami, bukan malah melancarkan serangan sepihak yang menyebabkan korban sipil,” ujarnya.
Adapun anggota biro politik Taliban, Abdulhaq Wasiq, menyebut serangan itu melanggar Kesepakatan Doha. Ia merujuk kepada kesepakatan perdamaian AS-Taliban pada Februari 2020.
Serangan pesawat nirawak di Kabul memang menewaskan sembilan warga sipil, enam di antaranya anak-anak. ”Kami tahu ada ledakan kuat dari kendaraan yang disasar, menunjukkan ada jumlah besar peledak sehingga mungkin ada tambahan korban,” demikian pernyataan Komando Tengah AS yang bertanggung jawab atas operasi militer AS di Afghanistan.
Juru bicara Komando Tengah AS, Kapten William Urban, mengatakan, penyelidikan atas insiden itu sedang dilakukan. ”Kami sedih pada kemungkinan korban jiwa,” katanya.
Urban tidak menjawab soal permintaan Taliban untuk berbagi informasi. Pekan lalu, Panglima Komando Tengah AS Jenderal Kenneth McKenzie mengakui, sebagian informasi intelijen sudah dibagi ke Taliban sejak 14 Agustus 2021.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengakui, Perancis dan sejumlah negara berkoordinasi dengan Taliban. Walakin, koordinasi itu dalam kerangka evakuasi. Koordinasi itu bukan pengakuan atas pemerintahan Taliban. Sampai sekarang, belum ada satu pun negara mengakui pemerintahan Taliban. (AFP/REUTERS)