Ancaman teror dari kelompok teroris dan kelaparan kini menjadi ancaman baru bagi warga Afghanistan. Otoritas Taliban masih belum mampu menggerakkan pemerintahan.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KABUL, JUMAT — Warga Afghanistan yang telah menderita karena perang dalam 20 tahun terakhir kini kembali dibayangi ancaman teror dan kelaparan. Dua masalah besar ini mengiringi kembalinya Taliban ke kursi kekuasaan Afghanistan.
Di tengah riuhnya proses evakuasi, ledakan besar terjadi di pinggiran bandara Kabul. Hingga Jumat (27/8/2021), sebanyak 108 orang menjadi korban, 13 orang di antaranya adalah anggota marinir Amerika Serikat. Negara Islam Khorasan (NIK), sayap Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Pasukan AS yang membantu evakuasi warga meningkatkan kesiagaan mereka. Negara Islam Khorasan mengatakan, salah satu pelaku bom bunuh diri sengaja menargetkan ”penerjemah dan kolaborator tentara Amerika”. Menurut AS, serangan yang menewaskan tentaranya itu merupakan yang terburuk sejak 2011.
AS memperingatkan kemungkinan lebih banyak lagi serangan teror menjelang batas akhir penarikan penuh pasukan asing, 31 Agustus, ini. Warga yang lari karena khawatir akan ketidakpastian di bawah Taliban bisa menjadi target potensial serangan teroris.
Saat ini, ribuan orang memadati bandara Kabul untuk melarikan diri. Mereka tidak yakin apakah lebih aman di rumah atau tetap bertahan di bandara.
Jenderal Frank McKenzie, Komandan Komando Tengah AS, mengatakan, para komandan AS kini mewaspadai kemungkinan meningkatnya serangan NIIS. Selain serangan bom, perlu juga diantisipasi kemungkinan roket atau bom mobil yang menargetkan bandara Kabul.
”Kami melakukan segala yang kami bisa untuk mengantisipasinya,” katanya. Dia juga menambahkan, beberapa intelijen bekerja sama dengan Taliban dan bahwa dia percaya ”beberapa serangan telah digagalkan oleh mereka”.
Saat azan bergema di Kabul bersama dengan deru pesawat yang akan terbang, kerumunan warga yang cemas di luar bandara menggelembung lebih besar daripada biasanya. Puluhan anggota Taliban, yang berpatroli membawa senjata berat di sekitar 500 meter dari bandara, mencegah warga keluar.
Perebutan kekuasaan secara kilat oleh Taliban atas pemerintahan Islam moderat Afghanistan bulan ini, yang berpuncak pada penaklukan Kabul pada 15 Agustus, telah membuat negara itu kacau balau. Perang juga telah menyebabkan krisis kemanusiaan, yakni pengungsian dan kelaparan hebat.
Ratusan keluarga Afghanistan berkemah di bawah terik matahari di sebuah taman di Kabul, setelah Taliban menyerbu provinsi mereka. Mereka memohon bantuan makanan dan tempat tinggal.
Situasi yang sama dialami ribuan keluarga lain di berbagai tempat di seluruh Afghanistan. Potret ini paling nyata atas krisis kemanusiaan yang terjadi di negara yang dilanda perang dalam dua dekade terakhir.
”Saya dalam situasi yang buruk,” kata Zahida Bibi, seorang ibu rumah tangga, duduk di bawah terik matahari bersama keluarga besarnya di sebuah taman Kabul. ”Kepala saya sakit. Saya merasa sangat tidak enak, tidak ada apa-apa di perut saya,” katanya.
Ahmed Waseem, pengungsi dari Afghanistan utara, mengatakan, mereka yang berada di taman itu berharap pemerintah pusat akan memperhatikan mereka. ”Kami berada di lapangan terbuka dan dalam cuaca panas,” katanya.
Namun, pemerintah pusat yang mana? Pemerintah Afghanistan yang didukung Barat telah ditumbangkan Taliban. Banyak pejabat pemerintah lainnya melarikan diri setelah sebagian tentara nasional lari ke negara tetangga atau menyerah kepada Taliban.
Meski Taliban telah menempatkan anggotanya di kementerian negara dan memerintahkan beberapa pejabat kembali bekerja, layanan publik masih terhenti. Bank belum berani beroperasi. Pasar-pasar tradisional sangat terbatas. Kebutuhan pokok semakin menipis.
Phalwan Sameer, juga dari Afghanistan utara, mengatakan, keluarganya datang ke Kabul setelah situasi memburuk dengan cepat di kota kelahirannya. ”Ada banyak pertempuran dan juga pengeboman. Itu sebabnya kami datang ke sini. Rumah-rumah dibakar dan kami kehilangan tempat tinggal,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa mereka hanya memiliki stok medis yang terbatas, hanya cukup untuk bertahan selama satu minggu. Hal itu terjadi setelah pengiriman tertahan pembatasan di bandara Kabul. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan, Afghanistan membutuhkan bantuan makanan.
PBB mengatakan, lebih dari 18 juta orang atau lebih dari setengah populasi Afghanistan membutuhkan bantuan. Sebagian besar di antaranya anak-anak di bawah usia lima tahun. Mereka sudah menderita kekurangan gizi akut di tengah musim kemarau kedua yang terjadi dalam empat tahun terakhir.
Taliban yang sedang membentuk pemerintahan baru, yang diklaim inklusif, belum bisa menjalankan pemerintahan yang mandiri. Namun, kelompok garis keras ini meyakinkan PBB bahwa mereka dapat bekerja sama dengan misi kemanusiaan.
Pemerintah asing mempertimbangkan bagaimana dan apakah mereka membantu penduduk di bawah kekuasaan Taliban yang keras. Anggota Taliban memblokade akses ke bandara, Jumat. ”Situasinya sangat sulit dan jalan-jalan diblokade,” kata seorang pria di jalan dekat bandara. (AFP/AP/REUTERS)