Utusan Khusus untuk Myanmar Jadi Pertaruhan Reputasi ASEAN
Menlu Kedua Brunei Darussalam Erywan Yusof menjadi Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar. Reputasi ASEAN bergantung pada keberhasilannya melaksanakan konsensus para pemimpin ASEAN.
JAKARTA, KOMPAS -- Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) masih mencari cara mewujudkan empat dari lima konsensus soal Myanmar. Junta Myanmar berkali-kali menunda komitmennya pada perwujudan konsensus yang disepakati dengan para pemimpin ASEAN, 24 April lalu.
Dari lima poin konsensus ASEAN, baru satu terwujud pada Rabu (4/8/2021). Para menteri luar negeri (menlu) ASEAN dalam pertemuan virtual menlu ASEAN setuju menunjuk Menlu Kedua Brunei Darussalam Erywan Yusof sebagai Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar.
Baca juga: Waktu ASEAN Terbuang karena Myanmar
Anggota Kaukus Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), Kasit Piromya, mengecam penunjukan Erywan. Ia menuding Erywan ikut berperan pada kelambanan ASEAN bertindak terhadap Myanmar. Tudingan itu terkait status Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN 2021.
”Mengerikan bahwa menteri dari monarki absolut yang tidak mematuhi standar internasional soal hak asasi manusia ditugaskan meyakinkan para tentara pembunuh untuk mematuhi prinsip (HAM) itu,” demikian pernyataan tertulis yang disiarkan setelah penunjukan Erywan diumumkan.
Meski demikian, Kasit berharap Erywan segera bekerja dan membuktikan dirinya bukan sekadar pion permainan junta. Erywan harus membantu warga Myanmar menggapai kembali demokrasi dan menyelesaikan berbagai masalah sejak kudeta 1 Februari 2021.
Kasit juga mengingatkan, ASEAN bertindak sangat lambat menangani Myanmar. Karena itu, ASEAN harus memastikan penunjukan Erywan akan membuat organisasi kawasan ini memegang kendali dalam masalah Myanmar. Reputasi ASEAN bergantung pada penyelesaian masalah Myanmar.
Penunjukan Erywan dicantumkan dalam komunike pertemuan para menlu ASEAN (AMM) yang disepakati pada Selasa siang. Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN pada Kementerian Luar Negeri RI Sidharto Suryodipuro mengatakan, laporan pertama utusan khusus diharapkan disampaikan kepada para menlu ASEAN, September mendatang.
Baca juga: Menlu Kedua Brunei Terpilih Jadi Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar
Para menlu ASEAN akan bertemu di sela rangkaian sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan depan. ”Myanmar harus bekerja sama dalam konteks ASEAN karena, bagaimanapun, kesuksesan special envoy akan menjadi keberhasilan dari Myanmar untuk keluar dari krisis ini yang sekarang sudah berlapis-lapis, ada situasi politik, ada situasi ekonomi, ditambah lagi situasi Covid-19," tutur Sidharto.
Perundingan keras
Ia tidak menampik, penunjukan utusan khusus itu melewati perundingan yang keras. Butuh waktu tambahan sebelum akhirnya para menlu ASEAN menyepakati naskah komunike terkait Myanmar.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Janjikan Pemilu Dua Tahun Lagi
Analis pada International Institute for Strategic Studies, Aaron Connelly, meragukan komitmen junta pada komunike AMM 2021. Hal itu berdasarkan rekam jejak junta beberapa waktu terakhir. Beberapa hari setelah pertemuan Jakarta yang diikuti pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, 24 April, junta menolak penerapan lima poin konsensus dan menyatakan sudah mempunyai rencana sendiri.
Kala itu, pemimpin ASEAN meminta penghentian kekerasan dan sikap menahan diri oleh semua pihak, dialog konstruktif melibatkan semua pihak, pengiriman bantuan kemanusiaan yang dikoordinasi ASEAN, penunjukan utusan khusus ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar.
Rangkaian penolakan junta membuat lima poin konsensus tidak kunjung terwujud setelah 3,5 bulan disepakati. Menlu RI Retno LP Marsudi bolak-balik menunjukkan kekecewaan atas lambannya proses perwujudan konsensus itu. Terakhir, Retno mengancam mengembalikan mandat perwujudan konsensus kepada para pemimpin ASEAN jika AMM 2021 gagal menunjuk utusan khusus.
Di AMM, perwakilan junta di AMM beradu argumen secara sengit dengan perwakilan Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Pokok perdebatan adalah soal penunjukan utusan khusus dan kalimat di beberapa bagian komunike.
Junta ingin mantan Duta Besar Thailand untuk Myanmar Virasakdi Futrakul menjadi utusan khusus. Sejumlah anggota ASEAN menginginkan calon lain. Belakangan, disepakati penunjukan Erywan.
Pembebasan tahanan
Selain soal utusan khusus, perdebatan lain di AMM terkait pembebasan tahanan politik. Indonesia dan sejumlah negara secara spesifik menginginkan agar pembebasan Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh lain dicantumkan dalam komunike. Junta menolak hal itu. Belakangan, disepakati kalimat ”Kami juga mendengar permintaan tahanan politik, termasuk orang asing” dalam komunike.
Dengan pencantuman kalimat itu, ASEAN juga meminta pembebasan sejumlah warga asing yang ditangkap junta selepas kudeta 1 Februari, antara lain warga Australia yang jadi penasihat ekonomi Suu Kyi, Sean Turnell.
Baca juga: Kudeta Menyulitkan Penanganan Covid-19 di Myanmar
Connelly mengatakan, junta memanfaatkan celah dalam proses penyusunan komunike. Seluruh isi komunike harus disepakati semua pihak di AMM. Tanpa persetujuan perwakilan junta di AMM, komunike tidak bisa disepakati. Perundingan akhirnya menghasilkan komunike yang bisa disiarkan.
Sidharto membenarkan, perwakilan junta hadir di AMM. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa ASEAN belum mengakui junta sebagai perwakilan sah Myanmar. "Berbeda dari selama ini, paragraf pembuka (komunike AMM) itu biasanya dibuka ‘we the ministers’. Maka sejak kudeta 1 Februari lalu, setiap dokumen tingkat menteri selalu dimulai dengan kata-kata ‘the meeting’. Jadi tidak ada bentuk pengakuan formal terhadap status kehadiran para menteri,” kata dia.
Sejumlah anggota ASEAN, termasuk Indonesia, memang menolak mengakui junta sebagai pemerintah Myanmar. Kala Min Aung Hlaing hadir di Jakarta, protokoler Istana Negara menyebutnya sebagai panglima militer Myanmar. Padahal, sebelum pertemuan para pemimpin ASEAN itu, Min sudah menobatkan dirinya sebagai Ketua Dewan Pemerintah Negara (SAC) Myanmar. Pada awal Agustus 2021, ia malah menunjuk dirinya sebagai perdana menteri.
Kala bertemu dengan Menlu Myanmar versi junta, Wunna Maung Lwin, Retno menolak menyebutnya sebagai menteri. Ia hanya menyebutnya dengan panggilan Paman Wunna. Biasanya, Retno selalu menyebut koleganya sesuai jabatan.
Bukan hanya terhadap SAC, ASEAN juga menghindari mengakui pemerintahan bentukan oposisi Myanmar (NUG) sebagai wakil negara itu. Sampai sekarang, ASEAN tidak kunjung berhubungan secara resmi dengan NUG. ASEAN tetap hanya berhubungan dengan junta meski tidak mengakui pemerintahan hasil kudeta 1 Februari 2021.
”Padahal, mereka (NUG) punya perwakilan lebih banyak dibandingkan SAC,” mantan Duta Besar Belanda untuk Myanmar dan ASEAN Laetitia van den Assum. (AFP/REUTERS)