Perlawanan Warga Sipil Terus Berlangsung
Aktivis prodemokrasi Myanmar kecewa karena pemimpin junta militer tidak memenuhi rekomendasi ASEAN untuk membebaskan tahanan politik dan segera mengakhiri krisis.
NAYPYIDAW, SENIN — Aktivis prodemokrasi dan rakyat Myanmar bertekad terus menyuarakan penentangan terhadap keberadaan junta pimpinan Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Kelompok aktivis Myanmar mengajak seluruh rakyat terus melakukan pembangkangan sipil hingga tujuan pergerakan mereka tercapai.
Baca juga : Myanmar Didesak Membuka Diri
Protes terhadap junta militer Myanmar masih berlanjut, Senin (26/4/2021), karena pemimpin junta militer Min Aung Hlaing tidak menyebutkan akan membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi, dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Jakarta. Hasil kesepakatan KTT itu juga tidak menyebutkan kerangka waktu untuk mengakhiri krisis.
”Seluruh rakyat harus bekerja sama agar bisa sukses memboikot junta militer. Kami tidak mau terlibat dalam sistem mereka dan tidak mau bekerja sama dengan mereka,” kata aktivis, Khant Wai Phyo, di Monywa.
Surat kabar pro junta, The Global New Light of Myanmar, dalam tulisan utamanya sama sekali tidak menyebutkan isi konsensus pada KTT ASEAN tersebut, yakni menghentikan kekerasan terhadap warga sipil, memulai dialog dengan semua partai, menerima bantuan, dan penunjukan utusan khusus ASEAN yang akan diperbolehkan masuk Myanmar.
Dalam pemberitaannya, media projunta itu menyebutkan, junta akan bekerja sama atas dasar keramahan negara-negara anggota ASEAN untuk merealisasikan tujuan organisasi negara-negara Asia Tenggara itu, perubahan politik di Myanmar, dan program kerja di masa mendatang.
Khin Sandar, dari kelompok Komite Kolaborasi Pemogokan Umum mengatakan, apa yang dihasilkan oleh sejumlah pemimpin ASEAN di Jakarta akhir pekan lalu hanya berdasarkan sudut pandang orang luar.
”Apakah itu ASEAN atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mereka hanya akan berbicara dari luar dan mengatakan jangan melakukan perlawanan, tapi silakan bernegosiasi untuk menyelesaikan masalah. Tapi, hal itu tidak mencerminkan situasi dasar di Myanmar. Kami akan melanjutkan perlawanan,” katanya.
Pernyataan Khin Sandar diiyakan oleh aktivis lainnya, Wai Aung. ”Kami menyadari bahwa apa pun hasil dari pertemuan ASEAN, itu tidak akan mencerminkan apa yang diinginkan masyarakat, ”Kami akan terus melakukan protes dan pemogokan sampai rezim militer benar-benar gagal,” katanya.
Baca juga : KTT ASEAN Jadi Bahan PBB Bersikap soal Myanmar
Ketidakyakinan rakyat Myanmar bahwa junta akan menaati isi konsensus, seperti yang telah dinyatakan beberapa kepala negara, disampaikan dalam tajuk salah satu media lokal Myanmar, The Irrawaddy. Tanpa pengawasan pejabat resmi yang ditunjuk ASEAN dan mekanisme untuk mengakhiri kekerasan, organisasi itu harus mengandalkan kepercayaan pribadi pada jenderal senior.
Kondisi ekonomi dan kehidupan warga
Lembaga-lembaga bantuan internasional memperingatkan, pembangkangan sipil melumpuhkan perekonomian dan ancaman kelaparan.
Situasi keamanan pascakudeta yang tidak menentu di seluruh Myanmar, ditambah dengan gerakan pembangkangan nasional yang berlangsung sejak 3 Februari lalu, membuat Bank Dunia memperkirakan ekonomi Myanmar terkontraksi hingga 10 persen pada periode ini. Bahkan, dikutip dari laman frontiermyanmar.net, sejumlah lembaga ekonomi memperingatkan kontraksi ekonomi negara itu bisa mencapai 20 persen dan memiliki kemungkinan keruntuhan ekonomi.
Salah satu dampak yang bisa dilihat adalah soal ketersediaan bahan pangan. Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP) beberapa waktu lalu menyatakan, ribuan warga yang bekerja sebagai petani telah meninggalkan kampung halamannya dan lahan garapannya. Hal ini mengakibatkan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, terutama beras dan minyak goreng, yang telah mengalami kenaikan 5 persen dan 18 persen sejak akhir Februari lalu. WFP juga menemukan banyak keluarga telah mengurangi asupan mereka dan mulai berutang untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Baca juga : Myanmar, Batu Uji ASEAN
Dalam publikasinya, Bank Dunia menyebutkan, banyak warga telah menguras tabungan milik mereka. Para pekerja yang melakukan pemogokan memilih meninggalkan Yangon dan kembali ke kampung halaman serta menggantungkan kehidupannya dari keluarga dekat dan kerabat.
Kyaw Thu Htet, pekerja pabrik garmen, memilih tidak bekerja dan terus menggaungkan protes selama junta tidak bersedia mengembalikan pemerintahan sipil pada posisinya semula. ”Kami hanya menginginkan demokrasi kembali. Kami benci diktator militer,” katanya.
Baca juga : Aparat Junta Kian Brutal, Ribuan Warga Myanmar Tinggalkan Rumah
Ma Hla Witt Yee, pembuat bantal, dikutip dari frontiermyanmar.net mengatakan, masalah keuangan yang menimpa dirinya dan rakyat Myanmar saat ini hanya dapat diselesaikan dengan pembebasan Aung San Suu Kyi dan para tahanan lainnya oleh junta dan berakhirnya kekuasaan militer.
Dukungan
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell menyambut baik lima poin dalam konsensus ASEAN karena setidaknya itu menjadi langkah maju ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar. ”UE akan tetap meminta semua tahanan politik dibebaskan. Kami siap mendukung dialog dengan semua pemangku kepentingan,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia Senin (26/4/2021), memuji kepemimpinan ASEAN dan Brunei Darussalam yang tahun ini menjadi ketua bergilir ASEAN.
Australia mengapresiasi langkah ASEAN yang dalam situasi sulit berhasil menggelar pertemuan untuk membahas isu Myanmar. Australia, sebagaimana dalam pernyataan itu, menyambut baik lima konsensus yang dicapai ASEAN.
Sebagaimana ASEAN, sejak awal Australia secara konsisten menyerukan agar rezim militer mengekang diri, menahan diri dari kekerasan, membebaskan semua yang ditahan dan berdialog. Canberra pun mengecam keras penggunaan kekuatan mematikan terhadap warga sipil.
Oleh karena itu, sebagai mitra Dialog pertama ASEAN, Australia terus berkomitmen untuk mendukung upaya ASEAN secara konstruktif. Selain itu, Australia juga mendesak agar kelima poin dalam konsensus itu segera diterapkan.
Baca juga : Selama Rakyat Masih Melawan, Kudeta Militer di Myanmar Belum Berhasil
”Australia memandang ASEAN sebagai inti dari Indo-Pasifik yang terbuka, stabil, dan tangguh. Ini memiliki peran penting untuk dilakukan dalam memetakan jalan keluar dari krisis saat ini,” kata Payne dalam pernyataan itu.
Dan untuk mendukung upaya itu, Australia akan memberi bantuan senilai 5 juta dollar Australia melalui mekanisme Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN untuk Pengendalian Bencana atau AHA Centre. Payne menegaskan, Australia akan terus bekerja sama dengan mitra regional, khususnya ASEAN, untuk meredakan situasi di Myanmar.
Selain apresiasi dari Australia, dukungan kepada langkah ASEAN juga datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bahkan di sela-sela pertemuan para pemimpin ASEAN dengan pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing itu, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, bertemu dengan Hlaing. Sebagaimana diberitakan laman NikkeiAsia, Hlaing setuju untuk mempertimbangkan permintaan Burgener untuk dapat mengunjungi Myanmar. (REUTERS/JOS)