Majelis Umum PBB menunggu hasil KTT Khusus ASEAN sebelum mengeluarkan sikap resmi terkait krisis di Myanmar. Persoalan Myanmar menjadi tantangan paling serius sejak ASEAN.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tengah menyiapkan rancangan resolusi tentang Myanmar yang akan menyerukan kepada junta militer agar segera memulihkan demokrasi di negara itu serta membebaskan para pemimpin sipil yang ditahan. Namun, para penggagas draf resolusi itu tengah menanti hasil Konferensi Tingkat Tinggi Khusus Pemimpin ASEAN yang akan berlangsung di Jakarta, Sabtu (24/4/2021) besok, sebagai bahan rujukan untuk mengeluarkan sikap.
Seorang diplomat yang bertugas di Markas Besar PBB dan tidak disebutkan namanya di New York, Kamis (22/4), mengatakan bahwa para penggagas draf menanti hasil KTT Khusus ASEAN sehingga mereka dapat melihat bagaimana kelanjutannya sebelum melakukan pemungutan suara.
Berbeda dengan resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan, resolusi dari Majelis Umum tidak mengikat. Meski demikian, resolusi itu tetap akan meningkatkan tekanan internasional terhadap junta Myanmar.
Rancangan tersebut, seperti yang dilihat oleh kantor berita AFP, menyerukan kepada junta militer Myanmar untuk menghormati keinginan rakyat, mengakhiri situasi darurat dan memungkinkan transisi demokrasi yang berkelanjutan di Myanmar. Dalam rancangan draf resolusi itu juga dinyatakan desakan pada junta militer untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan seluruh tahanan yang telah ditangkap.
Resolusi itu juga menyerukan kepada angkatan bersenjata Myanmar untuk menghentikan semua tindakan kekerasan terhadap rakyat Myanmar dan membolehkan utusan khusus PBB mengunjungi negara tersebut.
Namun, teks rancangan resolusi itu tidak secara eksplisit mengecam keras kudeta yang dilakukan junta terhadap pemerintahan sipil yang memenangi pemilu November 2020.
Beberapa organisasi nonpemerintah menginginkan embargo senjata diberlakukan pada junta. Draf resolusi Majelis Umum PBB tersebut mengupayakan penangguhan segera pasokan, penjualan, atau transfer langsung dan tidak langsung semua senjata, amunisi, dan peralatan terkait militer lainnya ke Myanmar.
Sejak kudeta, Dewan Keamanan telah mengeluarkan tiga pernyataan tentang Myanmar. Namun, di bawah tekanan China, sekutu junta, kalimat terakhir dalam pernyataan itu akhirnya dipermudah. Dewan belum menyerukan tindakan kuat, seperti sanksi atau embargo senjata.
Persiapan menjelang KTT
Sementara itu, persiapan penyelenggaraan KTT Khusus Pemimpin ASEAN di Jakarta terus berlangsung. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Kamis (22/4), telah bertemu Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein dan Menlu Brunei Darussalam Erywan Pehin Yusof di Jakarta.
Hingga saat ini, tujuh kepala negara anggota ASEAN telah menyatakan hadir di Jakarta. Pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing juga telah memastikan diri untuk hadir di Jakarta. Sementara, dua pemimpin negara, yaitu Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak hadir.
Pertemuan itu merupakan salah upaya bersama komunitas internasional untuk meredakan krisis di Myanmar. Namun, hal ini juga merupakan ujian bagi ASEAN, yang secara tradisional tidak mencampuri urusan internal negara anggota dan beroperasi berdasarkan konsensus.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menurut juru bicara PBB Stephane Dujarric, secara khusus mendesak para pemimpin ASEAN untuk membantu mencegah eskalasi krisis dan kemungkinan implikasi kemanusiaan yang parah di luar perbatasan Myanmar.
PBB telah mengutus Christine Schraner Burgener, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, guna bertemu dan terlibat dengan para pemimpin ASEAN di sela-sela pertemuan hari Sabtu. Fokusnya adalah solusi politik.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok aktivis, mengatakan bahwa sebanyak 739 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta dan 3.300 orang ditahan. Militer Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara dengan anggota pemerintah yang digulingkannya, menuduh beberapa dari mereka melakukan pengkhianatan, yang dapat dihukum mati.
Sejumlah analis dan mantan diplomat mengatakan, KTT itu bisa menjadi salah satu forum paling penting dalam sejarah 54 tahun ASEAN. ”Sangat penting ada hasil konkret dan nyata. KTT Tidak bisa menjadi kegiatan yang hasilnya hanya mengeluarkan pernyataan keprihatinan semata,” kata Rizal Sukma, mantan Dubes RI untuk Inggris yang kini menjadi peneliti senior pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta.
Malaysia dan Filipina mengatakan, mereka akan mendukung rencana Ketua ASEAN, Brunei, dan Sekretaris Jenderal ASEAN, atau perwakilan ASEAN, untuk mengunjungi Myanmar.
Pejabat ASEAN juga telah mempertimbangkan proposal untuk misi kemanusiaan ke Myanmar yang akan mengirimkan pasokan medis yang dibutuhkan untuk melawan Covid-19 dan penyakit lainnya, bersama dengan makanan. Ini bisa menjadi langkah pertama yang potensial dalam rencana jangka panjang untuk menengahi dialog antara junta dan lawan-lawannya, kata para diplomat kepada kantor berita Reuters.
Pekan lalu, politisi pro-demokrasi, termasuk anggota parlemen yang digulingkan, mengumumkan pembentukan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang mencakup pemimpin yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, serta para pemimpin protes dan etnis minoritas. Kementerian Dalam Negeri Myanmar, yang dibentuk junta, telah menyatakan NUG melanggar hukum.
Namun, NUG mengatakan, pihaknya adalah otoritas yang sah di Myanmar dan telah meminta pengakuan internasional dan undangan ke pertemuan di Jakarta. Ia juga menuntut agar ASEAN menarik undangan pemimpin junta.
”Tolong, negara-negara anggota ASEAN jangan mengakui kudeta itu,” kata Naw Susanna Hla Hla Soe, yang dinobatkan sebagai menteri di NUG.
”Tolong kenali dan dengarkan teriakan rakyat Myanmar... dengan bekerja sama, mendukung atau mengakui Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar,” katanya dalam pembicaraan via telepon pada Kamis dengan kelompok anggota parlemen ASEAN. (AFP/REUTERS)