Atasi Krisis Myanmar, RI Dorong Pertemuan Pemimpin ASEAN
Presiden Joko Widodo akan segera berbicara dengan Ketua ASEAN Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam agar dimungkinkan digelar pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis politik dan keamanan akibat kudeta junta militer di Myanmar menimbulkan keprihatinan dunia, tak terkecuali Indonesia. Tak hanya mendesak penggunaan kekerasan dihentikan, Pemerintah Indonesia mendorong pertemuan antarpemimpin negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN khusus untuk membahas jalan keluar untuk menghentikan krisis di Myanmar.
Dalam keterangan resmi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/3/2021), Presiden Joko Widodo menyampaikan, akan berbicara dengan Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam untuk mengusulkan pentingnya ASEAN membantu penyelesaian krisis Myanmar. Presiden akan mendorong diselenggarakannya pertemuan para pemimpin negara-negara ASEAN khusus untuk membahas solusi damai bagi Myanmar.
”Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei sebagai Ketua ASEAN agar dimungkinkan segera digelar pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar,” kata Presiden melalui video yang disiarkan saluran Youtube Sekretariat Presiden.
Kudeta militer atas pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi di Myanmar menimbulkan gelombang protes dari berbagai kelompok masyarakat sipil di negara itu. Gerakan protes rakyat direspons penguasa militer dengan tekanan dan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Dilaporkan, lebih dari 180 masyarakat sipil tewas saat menolak kudeta sejak awal Februari lalu.
Simpati datang dari para pemimpin dunia, tak terkecuali Presiden Jokowi. Secara virtual, Presiden Jokowi menyampaikan dukacita dan simpati yang mendalam bagi para korban kekerasan dan keluarga mereka.
”Atas nama pribadi dan rakyat Indonesia, saya menyampaikan dukacita dan simpati yang dalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar,” kata Presiden Jokowi.
Lebih jauh, Pemerintah Indonesia mendesak penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan agar tidak ada lagi korban berjatuhan. Sebab, apa pun kondisi politik sebuah bangsa, keselamatan dan kesejahteraan rakyat tetap harus menjadi prioritas utama.
Melihat perkembangan saat ini, negara-negara sahabat, termasuk sesama anggota ASEAN, harus bergerak mengupayakan dialog untuk rekonsiliasi serta memulihkan stabilitas politik dan keamanan di Myanmar. Karena itu, Pemerintah Indonesia mendesak segera dilakukannya dialog antarkelompok yang bertikai di Myanmar.
Presiden menyampaikan bahwa dialog merupakan salah satu jalan untuk rekonsiliasi. Dialog juga penting untuk memulihkan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar.
Pemerintah Indonesia memandang ASEAN perlu mengambil peran untuk mengupayakan rekonsiliasi dan pemulihan kondisi keamanan di Myanmar. Karena itu, Presiden Jokowi mendorong para pemimpin ASEAN segera bertemu untuk membahas jalan keluar bagi krisis di Myanmar.
Pembicaraan informal
Dihubungi terpisah, pengajar Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Musa Maliki, mengatakan, sebelum pembicaraan di tingkat pemimpin ASEAN, akan lebih baik jika Pemerintah Indonesia melakukan pembicaraan informal terlebih dahulu dengan negara-negara anggota, terutama yang bisa diterima oleh penguasa Myanmar.
”Pembicaraan informal dilakukan sebagai salah satu proses ASEAN. Setelah ada kata sepakat, barulah pembahasan dilakukan di tingkat pimpinan ASEAN,” ujarnya.
Selain itu, menurut Musa, hal yang paling dibutuhkan saat ini adalah mengakhiri penggunaan kekesan dan pemulihan keamanan. Karena itu, pembicaraan oleh negara-negara ASEAN harus diarahkan pada upaya pemulihan keamanan dan penghentian kekerasan di Myanmar.