Polisi Myanmar dilaporkan mulai melancarkan tindakan keras terbarunya sejak Kamis (25/2/2021) malam hingga Jumat dini hari. Aparat membubarkan kerumunan-kerumunan di beberapa sudut kota Yangon secara paksa.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
YANGON, JUMAT – Respon keras terhadap para pengunjuk rasa menentang junta militer di Myanmar kembali ditunjukkan aparat keamanan setempat. Sejumlah saksi mata menyebutkan polisi Myanmar menembakkan senjata dan meluncurkan granat kejut untuk membubarkan sebuah aksi unjuk rasa di kota Yangon dan Mandalay, Jumat (26/2/2021). Polisi setempat juga sempat menangkap seorang wartawan lepas berkebangsaan Jepang yang tengah meliput aksi unjuk rasa menentang junta namun melepaskannya kembali.
Polisi dilaporkan mulai melancarkan tindakan keras terbarunya sejak Kamis (25/2) malam hingga Jumat dini hari. Aparat membubarkan kerumunan-kerumunan di beberapa sudut Yangon dengan menembakkan senjata ke udara dan meluncurkan granat kejut. Namun tindakan itu tidak mengurangi antusiasme warga yang tidak sepakat dengan kudeta dan menuntut dikembalikannya pemerintahan sipil. Ratusan anak muda kembali berkumpul pada Jumat pagi dan berunjuk rasa sebelum akhirnya dibubarkan secara paksa oleh aparat.
"Ini sangat penting untuk masa depan kami," kata salah satu pengunjuk rasa, Nyein Chan Sithu (21 tahun) tentang demonstrasi tersebut. "Kami ingin pemerintah memperlakukan orang dengan hormat. Generasi saya akan menjadi yang terakhir yang melawan junta." Polisi dilaporkan menembakkan senjata api dan granat setrum kembali untuk membubarkan pengunjuk rasa. Sejauh ini belum diketahui apakah ada korban dalam aksi polisi itu. Tindakan yang sama dilaporkan dilakukan aparat saat menghadapi para pengunjuk rasa di kota Mandalay.
Pada Jumat pagi polisi dilaporkan juga telah menangkap sejumlah orang di Yangon. Turut ditangkap seorang wartawan berkebangsaan Jepang bernama Yuki Kitazumi. Kitazumi menjalankan perusahaan produksi media, Yangon Media Professionals, dan pernah menjadi jurnalis harian bisnis Nikkei. Penangkapan itu dibenarkan oleh Pemerintah Jepang di Tokyo. Kitazumi akhirnya dibebaskan polisi pada Jumat sore. “Terima kasih buat semua rekan. Saya baik-baik saja. Saya dalam kondisi aman,” kata Kitazumi beberapa saat setelah dibebaskan.
Warga Myanmar yang merupakan kolega Kitazumi, Linn Nyan Htun, mengaku langsung menghubungi Kedutaan Besar Jepang di Myanmar. Hal itu diungkapkannya dalam sebuah unggahan melalui media sosial Facebook. "Menurut para saksi, dia dipukuli di bagian kepalanya tetapi dia memakai helm, jadi tidak terlalu menyakitinya," kata Linn.
Panglima militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, mengatakan pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal dalam menangani protes. Namun demikian, setidaknya tiga pengunjuk rasa dan seorang polisi tewas sejak aksi protes digelar pascakudeta militer tidak berdarah digelar pada awal Februari lalu. Krisis tersebut meningkatkan kemungkinan isolasi internasional atas Myanmar. Investor-investor asing yang berinvestasi di Myanmar gelisah. Jika mereka memilih hengkang dari Myanmar maka berisiko memperparah kesulitan ekonomi negara itu yang notabene telah tertekan akibat pandemi Covid-19.
Krisis tersebut meningkatkan kemungkinan isolasi internasional atas Myanmar. Investor-investor asing yang berinvestasi di Myanmar gelisah.
Bank Dunia telah menghentikan pembayaran proyek-proyek di Myanmar pascakudeta. Hal itu dilakukan Bank Dunia melalui surat yang dikirim kepada Pemerintah Myanmar. Presiden Bank Dunia David Mal Pass mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya mengambil pendekatan "ekstra hati-hati" ke Myanmar. Tahun lalu Bank Dunia menyetujui lebih dari 350 juta dollar AS pinjaman dan hibah baru untuk membantu Myanmar mengatasi pandemi Covid-19 dan mendukung petani dan usaha mikro kecil dan menengah di kawasan pedesaan.
Sejumlah negara telah menyerukan pembebasan para tokoh politik yang ditahan, termasuk Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, dan dipulihkannya demokrasi di Myanmar. Beberapa negara bahkan telah menjatuhkan sanksi terbatas yang ditujukan pada junta dan kelindan bisnisnya. Pada Kamis, misalnya, Pemerintah Inggris menyatakan akan memberikan sanksi kepada enam tokoh militer lagi, menambah 19 yang terdaftar sebelumnya.
Apresiasi untuk RI
Dalam siran pers Kedutaan RI di Singapura disebutkan, Direktur Center for Humanitarian Dialogue Wilayah Asia, Michael Vatikiotis, mengapresiasi langkah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno LP Marsudi, menjalankan “shuttle diplomacy” untuk menyelesaikan krisis politik yang sedang terjadi di Myanmar. Menurut Vatikiotis, Menlu Retno melanjutkan tradisi yang sejak lama dilakukan Indonesia untuk ikut menyelesaikan persoalan yang terjadi di kawasan ASEAN. Ketika terjadi krisis di Kamboja pada 1980-an, Indonesia juga mengambil inisiatif untuk ikut menyelesaikannya.
“Menlu Retno Marsudi melanjutkan tradisi panjang Indonesia untuk secara aktif dan menjalankan “shuttle diplomacy” guna menyelesaikan krisis di kawasan. Seperti dulu dilakukan untuk Kamboja pada 1980-an, penekanannya adalah pada upaya persuasi dan mencari solusi terbaik,” kata Vatikiotis yang pernah menjadi Editor Far Eastern Economic Review.
Retno selama dua pekan terakhir melakukan perjalanan ke Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand untuk menyamakan pandangan negara-negara ASEAN tentang bagaimana mencari jalan terbaik menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Retno berharap krisis di Myanmar bisa diselesaikan dengan baik tanpa harus menimbulkan tetesan darah. Seperti ditekankannya pada pernyataan pers sepulangnya dari Thailand, Retno menyatakan berdiam diri bukanlah pilihan bagi RI.
Mantan Perdana Menteri Australia Kevin Ruud juga mendukung langkah yang dilakukan Retno dan ASEAN untuk ikut serta menyelesaikan krisis yang sedang terjadi di Myanmar. “Masyarakat internasional mempunyai tanggung jawab yang sama seperti dilakukan ASEAN, untuk menyampaikan pesan yang sangat jelas kepada militer Myanmar bahwa jika mereka melakukan tindakan kekerasan dalam skala besar atau tindakan kekerasan apa pun kepada rakyat Myanmar, maka mereka akan menghadapi aksi internasional yang sangat masif,” ujar Ruud dalam wawancaranya dengan BBC.
Mantan PM Australia itu tidak sependapat dengan pandangan bahwa langkah yang dilakukan ASEAN untuk berkomunikasi dengan pejabat Myanmar sebagai legitimasi terhadap junta militer di sana. “Kita harus berupaya dengan berbagai cara untuk bisa berkomunikasi secara efektif dan jelas kepada militer Myanmar,” tambah Ruud. (*/AP/AFP/REUTERS/BEN)