Negara-negara ASEAN didorong merangkul semua pihak yang bertikai di Myanmar sebagai upaya awal untuk mengakhiri konflik di negara itu. Soliditas dan sentralitas ASEAN diuji.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
JAKARTA, SELASA — ASEAN harus merangkul semua pihak di Myanmar agar bisa menghasilkan solusi memadai bagi negara yang sedang riuh itu. ASEAN harus mengerahkan semua upaya untuk mencegah Myanmar menjadi negara gagal dan arena konflik tanpa henti.
Mantan Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi mengatakan bahwa langkah ASEAN mengundang Ketua Dewan Pemerintahan Sementara (SAC) Myanmar Min Aung Hlaing untuk hadir di pertemuan khusus sudah tepat. ”Mau tidak mau SAC kini pemerintahan de facto. Kesediaan Min Aung Hlaing untuk hadir sudah bagus dan harus dimanfaatkan. Ada modal awal untuk dialog,” ujarnya, Selasa (20/4/2021), di Jakarta.
Min Aung Hlaing dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021. KTT akan berlangsung di Sekretariat ASEAN sesuai permintaan Ketua ASEAN 2021, Brunei Darussalam. ”Fokuskan pada dialog dan upaya menghentikan kekerasan. KTT nanti adalah awal untuk upaya yang masih panjang,” kata Ito.
Sementara Asisten Direktur Hubungan Masyarakat ASEAN Romeo Jr Abad Arca mengatakan, KTT digelar di Jakarta karena Sekretariat ASEAN di Jakarta. KTT akan digelar dengan protokol kesehatan ketat.
Adapun mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon mendesak penggantinya, Antonio Guterres, segera berkomunikasi dengan militer Myanmar untuk mencegah kekerasan berlanjut.
Ia juga mendesak ASEAN jangan menjadikan masalah Myanmar sebagai persoalan dalam negeri. ”ASEAN harus menegaskan kepada militer Myanmar bahwa keadaan sangat menyedihkan dan tidak bisa dianggap sebagai masalah dalam negeri,” ujarnya.
Ia mengingatkan, penggunaan kekuatan mematikan oleh militer Myanmar terhadap masyarakat sipil tidak sesuai dengan Piagam ASEAN. ”Tindakan adalah pelanggaran hukum internasional, mengancam perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan,” ujarnya.
Permintaan sipil
Kamboja dan Thailand dipastikan hanya akan diwakili menteri luar negeri dalam KTT khusus ASEAN. Sementara 7 negara anggota ASEAN lain belum diketahui akan diwakili siapa.
Adapun pemerintahan bentukan koalisi sipil Myanmar, Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG), mendesak ASEAN mengganti SAC dengan NUG di KTT Sabtu ini. NUG mengaku belum diajak berkomunikasi oleh para menlu ASEAN.
Desakan serupa disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia. Dalam pernyataan pada Selasa siang, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menilai SAC tidak punya legitimasi untuk mewakili Myanmar di forum apa pun. Kehadiran SAC dapat dianggap pengakuan ASEAN atas pemerintahan hasil kudeta.
Ito mengingatkan ASEAN, dan khususnya Indonesia, untuk tetap berkomunikasi dengan NUG dan kelompok sipil. Indonesia punya modal kuat untuk menjembatani kubu berseberangan di Myanmar. ”Tatmadaw (militer Myanmar) dan NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi, partai terkuat Myanmar dan dipimpin Aung San Suu Kyi) sama-sama pernah belajar di Indonesia,” ujarnya.
Min Aung Hlaing dan banyak perwira Tatmadaw memang mendapat sebagian pendidikan militer di Indonesia. Sebagian perwira Tatmadaw dan sejumlah politisi NLD juga belajar tata kelola masyarakat dan negara dari Indonesia.
”Suu Kyi pernah mengutus beberapa perwira Tatmadaw dan politisi sipil belajar pela gandong di Maluku sebagai salah satu wahana rekonsiliasi. Suu Kyi juga sangat mengagumi Ibu Megawati dan ingin bertemu serta belajar langsung. Sayangnya, sampai sekarang pertemuan itu belum terwujud,” ujarnya.
Prinsip lain
”ASEAN tidak hanya harus mengingat prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri. Tidak kalah penting mengingat tujuan pendirian ASEAN adalah untuk memajukan perlindungan HAM,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Hidayat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia.
Sebagai panglima Tatmadaw, Min Aung Hlaing dianggap bertanggung jawab atas aneka kekejian aparat Myanmar selama beberapa tahun terakhir. Sejak 1 Februari 2021 atau selepas kudeta saja, sudah 738 orang tewas ditembak atau dipukuli aparat. Mereka jadi sasaran karena menentang kudeta.
Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, ASEAN harus bisa meminta Min Aung Hlaing dan Tatmadaw mempertanggungjawabkan tindakannya. Anggota ASEAN perlu didorong memanfaatkan prinsip perlindungan HAM universal dan menangkap Min Aung Hlaing.
Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia juga menolak dialog dengan Tatmadaw untuk keperluan rekonsiliasi Myanmar. Dialog dengan Tatmadaw hanya untuk kepentingan pertanggungjawaban atas kejahatan mereka.
Ito mengatakan, prinsip dasar rekonsiliasi adalah dialog yang melibatkan semua pihak. Dalam konteks Myanmar, hal itu berarti melibatkan Tatmadaw, perwakilan etnis, dan kelompok sipil. ”Dalam beberapa tahun terakhir, Tatmadaw berusaha disingkirkan dari politik Myanmar. Hasilnya, mereka kudeta,” ujarnya.
Meski tidak membenarkan kudeta, Ito mengajak semua pihak mempertimbangkan kondisi di lapangan. ”Hal terpenting saat ini semua pihak mau berdialog,” ujarnya.
Pengajar Hubungan Internasional pada National University Singapura, Ja Ian Chong, mengatakan, risiko terbesar bagi ASEAN dalam masalah Myanmar adalah peluang ada negara gagal di kawasan. ”ASEAN tidak sanggup jika ada negara gagal di kawasan, dampaknya sangat serius,” katanya dalam webinar ”Is ASEAN Still Matter” yang diselenggarakan The Diplomat.
Keberadaan negara gagal berarti memicu peningkatan pengungsi. Kawasan juga harus menanggung dampak kekerasan yang bisa meluas ke mana-mana. ”Bisa menjadi pembajak di Selat Malaka, perdagangan senjata, penyelundupan obat bius dan komoditas lain,” katanya.
Ia menyebut, kemampuan menjaga stabilitas kawasan dibutuhkan ASEAN untuk mengklaim sebagai organisasi kawasan yang relevan. Karena itu, penyelesaian Myanmar akan menjadi pertaruhan konsep sentralitas ASEAN. (AFP/REUTERS)