Hubungan Pyongyang-Wisma Putra yang Turun Naik
Hubungan Korea Utara dan Malaysia kembali tegang setelah seorang warga Korut di Malaysia diekstradisi ke AS karena diduga melakukan pencucian uang dan mengekspor barang terlarang ke negara asalnya.
Pemerintah Korea Utara gerah ketika warganya, Mun Chol Myong, diputuskan diekstradisi ke Amerika Serikat oleh Pemerintah Malaysia. Myong akan menghadapi pengadilan AS karena didakwa terlibat kasus kejahatan pencucian uang.
Tak hanya didakwa terlibat kasus pencucian uang, Myong juga didakwa melakukan aktivitas perdagangan ilegal berupa pengiriman minuman keras hingga jam tangan, yang sebenarnya dilarang karena Pemerintah Korea Utara mendapatkan sanksi internasional terkait pengembangan kemampuan nuklirnya.
Baca juga: Hubungan Korut dan Malaysia ”Berakhir sampai di Sini”
Bagi Pyongyang, langkah Wisma Putra, kantor Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, dinilai sebagai perbuatan jahat dan tidak bisa dimaafkan. Pyongyang menganggap tindakan itu merupakan simbol kepatuhan dan kepasrahan Malaysia pada tuntutan Pemerintah AS, yang kini kembali menegang.
Charge d’affaires Pemerintah Korut di Malaysia Kim Yu Song, dikutip dari laman Lowyinstitute menyatakan, insiden pengekstradisian warga Korut ke AS merupakan manuver permusuhan terbuka. ”Insiden yang dibuat oleh otoritas Malaysia merupakan keselarasan tindakan dan keterlibatan langsung manuver permusuhan anti-DPRK Pemerintah AS yang berusaha merampas kedaulatan dan hak atas keberadaan, pembangunan negara kami,” kata Song.
Hubungan diplomatik
Malaysia dan Korea Utara memiliki hubungan yang unik, khusus. Putus nyambung kalau menggunakan istilah generasi sekarang. Namun sejatinya, hubungan diplomatik ini sudah berusia beberapa dekade.
Dr Hoo Chiew Ping, pengajar senior Studi Strategis dan Hubungan Internasional pada Universitas Nasional Malaysia, dikutip dari laman BBC, mengatakan, hubungan di antara kedua negara dimulai era 1950-an ketika Malaya memerangi pemberontakan komunis. Namun, baru Juli 1973, Malaysia resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Korea Utara.
Baca juga: Hubungan Korea Utara dan Malaysia Tegang
Sementara, dengan China, Malaysia baru membuka hubungan diplomatiknya setahun kemudian, Mei 1974. Ping memperkirakan, pembukaan hubungan diplomatik Malaysia dengan Korut lebih dikarenakan mencoba bersikap netral sebagai arah kebijakan luar negeri baru pemerintah Malaysia pada saat itu.
Masih belum jelas mengapa Malaysia mengambil jalan seperti itu. Alasan utamanya mungkin keinginan untuk merangkul netralitas sebagai arah kebijakan luar negeri strategis baru Malaysia.
Ping menilai posisi geopolitik Malaysia yang dekat dengan negara-negara besar, seperti AS dan Inggris (dengan posisinya sebagai negara anggota persemakmuran), memungkinkannya memainkan peran sebagai negara ketiga yang bisa menjadi jembatan dialog antara Korut dengan negara adidaya, termasuk memfasilitasi pembicaraan rahasia serta negosiasi terbuka soal nuklir antara AS, Korea Selatan, Korut pada periode 2000-an.
Hubungan kedua negara semakin dekat dalam berbagai bidang, mulai dari ekonomi hingga pariwisata. Pemerintah Korut memberikan fasilitas visa on-arrival bagi pemegang paspor Malaysia yang melancong ke Korut. Sebaliknya, sebelum 2017, ribuan warga Korut bekerja dan menetap di Malaysia, berbaur dengan warga puluhan ribu warga Korsel yang juga tinggal di negeri jiran tersebut. Bahkan, di Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, ada dua kawasan yang dikenal sebagai ”Koreatown”, yaitu Ampang dan Mont Kiara.
Baca juga: Korut Balas Usir Dubes Malaysia
Namun, hubungan itu memburuk setelah kasus pembunuhan Kim Jong Nam, saudara tiri pemimpin Korut Kim Jong Un, yang menyeret warga negara Indonesia, Siti Aisyah. Nam, meski masih memiliki hubungan darah dengan Un, merupakan pengkritik pedas Pemerintah Korut. Dia dibunuh dengan racun saraf VX di Bandara Internasional Malaysia, Kuala Lumpur.
Hubungan kedua negera menjadi tegang karena Pemerintah Malaysia masih melakukan otopsi terhada jenazah Nam. Sementara, Pyongyang menuntut tubuh Nam dikiri kembali ke negara asalnya.
Pernyataan Dubes Korut untuk Malaysia saat itu, Kang Chol, hampir senada dengan pernyataan Charge d’affaires Kedubes Korut untuk Malaysia Kim Yu Song, yang menilai Malaysia bekerja sama dengan ”musuh-musuhnya”.
”Malaysia ternyata bekerja sama dengan musuh-musuh kami yang putus asa ingin balas dendam. Korea Selatan berada di balik semua ini untuk mengalihkan perhatian dunia dari skandal korupsi mereka,” ujar Duta Besar Korut untuk Malaysia Kang Chol (Kompas, 12 Februari 2017)
Peran Malaysia
Tapi ”keterbukaan” Malaysia disikapi dengan dugaan penyalahgunaan oleh Pyongyang. Sejumlah laporan menyebutkan Malaysia dijadikan oleh Pyongyang sebagai pusat operasi untuk ekspor senjata terlarang serta pencucian uang. Bahkan, serangan terhadap Nam, memunculkan kecurigaan bahwa sebenarnya Malaysia dijadikan sebagai pusat operasi spionase Pemerintah Korut.
Baca juga: Dua Menteri AS Akan Bahas Korea Utara dengan Seoul
Tahun 2009, Pemerintah AS telah mencium adanya operasi keuangan ilegal yang dilakukan Pemerintah Korut di Malaysia. Departemen Keuangan AS, tahun 2009, meminta pemerintah Malaysia untuk menutup rekening bank Korut di bank lokal Malaysia karena diduga digunakan untuk transaksi jual beli senjata dengan pemerintah Myanmar.
Selain itu, maskapai Air Koryo milik Pemerintah Korut diduga digunakan untuk mengangkut uang tunai bagi para pejabat dan petinggi pemerintah Korut. Selama itu, Pemerintah Malaysia lebih banyak diam. Menurut Ping, para pejabat Malaysia menyangkal mendukung kegiatan Korut yang dinilai melanggar sanksi internasional.
”Tapi, semua berubah dengan pembunuhan Nam. Sikap pemerintahan PM Najib Razak saat itu adalah penyimpangan perilaku diplomatik tradisional Malaysia yang biasanya berupaya meredakan konflik,” kata Ping.
Baca juga: Pentagon Prihatin Ada Peningkatan Aktivitas Nuklir Korut
Korut yang juga menjadi mitra negara-negara anggota ASEAN dalam Forum Regional ASEAN (ARF) sempat merasakan ketegangan ketika Malaysia mensponsori pernyataan keprihatinan soal program nuklir Pyongyang. Meski meminta revisi pernyataan, negara-negara ARF bergeming. Hubungan Korut dengan Malaysia dan beberapa negara anggota ASEAN, sempat menjauh.
Tapi, beberapa tahun setelah pembunuhan Nam, hubungan Malaysia dan Korut membaik. PM Malaysia Mahathir Muhammad, saat di Tokyo, Jepang, Juni 2018, mengatakan, Malaysia berniat membuka kedubes mereka di Pyongyang dengan syarat Pemerintah Korut menghapuskan program pengembangan senjata nuklirnya. Tapi, hingga kejadian terakhir di tahun 2021, hal itu tidak terjadi.
Dalam pandangan James Chin, profesor Asian Studies di Universitas Tasmania, tindakan Pemerintah Korut memutuskan hubungan dengan Malaysia memberi dampak yang cukup masif bagi Korut itu sendiri dan tidak sebaliknya. Menurut Chin, Malaysia adalah pintu gerbang yang sempurna bagi pemimpin Korut Kim Jong Un dan negara itu untuk membuka dirinya.
Sementara bagi Malaysia, berkawan dengan Korut memberikan statusnya sebagai ”mediator” dalam dunia diplomasi dan hubungan internasional global, seperti halnya Qatar bagi AS dan Afghanistan.
Baca juga: Korut Pamerkan Rudal Balistik Berbasis Kapal Selam Jelang Pelantikan Biden
Prashanth Parameswaran, peneliti Program Asia pada lembaga Wilson Center, dikutip dari tulisannya tahun 2017 di laman The Diplomat, kebijakan-kebijakan Malaysia terhadap Korea Utara bisa dianggap sebagai upaya menjaga keseimbangan hubungan antara pemerintah negara itu dan mitra-mitra lainnya di luar Korut, terutama soal penghentian pengembangan senjata pemusnah massal yang juga menjadi suara dari dalam negeri.
Singkatnya, menurut Chin, pemutusan hubungan terbaru yang dilakukan oleh Pyongyang konsisten dengan cara Korut berdiplomasi: sombong.