Junta militer kian brutal. Sejumlah negara dan lembaga memperkuat tekanan kepada junta militer Myanmar.
Oleh
Mahdi Muhammad dan Luki Aulia
·3 menit baca
NAYPYIDAW, JUMAT — Junta militer Myanmar yang dengan terang-terangan telah menghilangkan nyawa lebih dari 50 warga yang menolak kudeta dikecam banyak pihak. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tengah bersiap melakukan pertemuan ketika seorang warga kembali menjadi korban kebrutalan aparat keamanan Myanmar.
Seorang pria berusia 26 tahun yang membantu memasang penghalang untuk memperlambat gerak pasukan keamanan, menurut seorang pejabat medis, tewas setelah tertembak di leher.
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar, Thomas Andrews, menyerukan embargo senjata global terhadap Myanmar dan mendesak Mahkamah Kriminal Internasional memulai penyelidikan atas tindakan brutal junta terhadap warganya. Dia juga menuntut junta militer yang dipimpin Jenderal Ming Aung Hlaing untuk menghentikan pembunuhan dan pemenjaraan pengunjuk rasa. PBB sejauh ini mencatat sebanayak 38 orang tewas.
Kecaman atas brutalitas junta dilayangkan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyuarakan kemarahannya setelah 50 pengunjuk rasa tewas. ”Ini menunjukkan junta militer tidak menghargai rakyatnya sendiri. Ini tidak bisa diterima,” ujarnya.
Pemerintah AS pun kembali menjatuhkan sanksi kepada rezim junta militer Myanmar, dengan memperketat pengawasan ekspor ke Myanmar. AS memasukkan kembali Myanmar ke dalam daftar kelompok yang sama dengan Rusia dan China yang juga diawasi terkait pemanfaatan teknologi dan bahan sensitif apa pun.
Pembatasan ekspor tersebut khusus pada produk-produk yang kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk keperluan militer.
Departemen Perdagangan AS menyebutkan, peraturan baru itu memengaruhi ekspor ke Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri Myanmar serta dua perusahaan milik negara, Korporasi Ekonomi Myanmar dan Myanmar Economic Holding Limited.
Sanksi baru AS itu memaksa Myanmar tunduk kepada AS karena AS mewajibkan perusahaan pemasok di AS untuk mendapatkan lisensi AS agar dapat mengirimkan barang-barang tertentu ke Myanmar. Proses ini diperkirakan akan dipersulit.
Sanksi baru tersebut lebih berat ketimbang sanksi sebelumnya yang diberikan Presiden AS Joe Biden, bulan lalu. Sanksi sebelumnya diberikan kepada menteri pertahanan serta tiga perusahaan pada sektor giok dan permata.
Sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan kengeriannya terhadap situasi yang berkembang di Myanmar. Pemerintah Inggris, seperti halnya AS, telah menjatuhkan sanksi terhadap enam pejabat senior junta, termasuk Jenderal Ming.
Negara tetangga, India, mulai melakukan pembatasan di perbatasan kedua negara setelah sebanyak sembilan orang, tiga di antaranya polisi Myanmar, menyeberang masuk ke wilayah mereka.
Youtube
Kebrutalan junta juga menggerakkan perusahaan teknologi raksasa, Google, untuk bertindak. Platform digital Youtube yang merupakan anak usaha Alphabet Inc, induk perusahaan Google, memutuskan menghapus lima saluran atau kanal yang dijalankan militer Myanmar karena melanggar pedoman komunitas dan persyaratan layanannya.
Platform itu, dalam pernyataannya, Jumat (5/3), mengatakan, mereka menghentikan kanal lima media, yaitu Myawaddy Media, MRTV, WD Online Broadcasting, MWD Variety, dan MWD Myanmar.
”Kami telah menghentikan sejumlah channel dan menghapus beberapa video dari Youtube sesuai dengan pedoman komunitas kami dan hukum yang berlaku,” kata Youtube dalam pernyataan yang dikirim melalui e-mail.
Perusahaan mengatakan sedang memantau situasi untuk konten apa pun yang mungkin melanggar aturannya.
Youtube mengatakan telah menghentikan sekitar 20 saluran dan menghapus lebih dari 160 video dalam beberapa bulan terakhir karena melanggar kebijakannya terkait perkataan yang mendorong kebencian dan pelecehan, spam dan praktik penipuan, kebijakan konten kekerasan atau grafis, dan pelanggaran persyaratan layanannya.
Keputusan oleh Youtube mengikuti pengumuman Facebook sebelumnya bahwa mereka telah menghapus semua halaman terkait militer Myanmar dari situsnya dan dari Instagram, yang juga dimilikinya. (AFP/REUTERS)