Perlawanan tanpa kekerasan diperlihatkan warga Myanmar sejak Selasa malam dan berlanjut dengan gerakan pembangkangan sipil, Rabu (3/2/2021). Gerakan itu menuding militer Myanmar hanya memikirkan kepentingan sendiri.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
NAYPYIDAW, KAMIS — Rakyat Myanmar pendukung demokrasi memulai perlawanan tanpa kekerasan seperti diserukan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dari tahanan sejak Selasa malam hingga aksi pembangkangan sipil mulai Rabu (3/2/2021). Mereka menyatakan sikap tidak mau tunduk dan patuh kepada rezim militer yang mengudeta, Senin lalu.
Pada hari yang sama, pemerintahan junta militer mendakwa Suu Kyi dengan kasus impor peralatan komunikasi secara ilegal. Dokumen polisi menyebutkan, ia bakal ditahan untuk diperiksa hingga 15 Februari. Polisi menyatakan telah menyita enam radio walkie talkie dalam penggeledahan di rumahnya di Naypyidaw.
Pemerintahan militer mendakwa Presiden Win Myint dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan guna mencegah penularan virus Covid-19 selama kampanye pemilu, November lalu. ”Ini tindakan absurd oleh junta untuk berusaha melegitimasi perebutan kekuasaan secara ilegal oleh mereka,” kata Charles Santiago, Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, melalui pernyataan tertulis.
Kyi Toe, juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pimpinan Suu Kyi, mengonfirmasi dakwaan terhadap Suu Kyi. Dakwaan itu bisa membawa Suu Kyi ke penjara maksimal tiga tahun. Seorang pejabat NLD, Selasa, mengungkapkan, setelah mencermati situasi terkini, ia memersepsikan Suu Kyi sedang menjalani tahanan rumah di Naypyidaw. Perempuan berusia 75 tahun itu dilaporkan dalam kondisi kesehatan yang bagus.
Militer di bawah komando Panglima Tertinggi Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengudeta pemerintahan sipil, Senin (1/2/2021). Kudeta terjadi setelah pemilu, November lalu, menghasilkan kemenangan besar NLD. Militer menuding ada kecurangan dalam pemilu tersebut.
Pada hari ketiga kudeta, sejumlah elemen warga mulai melawan. Sejak Rabu, para tenaga medis dan dokter di 70 rumah sakit pemerintah dan departemen kesehatan di 30 kota di Myanmar melancarkan pembangkangan sipil. Mereka mogok kerja dan mengenakan pita merah sebagai bentuk protes terhadap kudeta militer.
Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar dalam pernyataan tertulisnya menuding militer hanya memikirkan kepentingan sendiri dan mengabaikan penderitaan rakyat akibat pandemi Covid-19 yang menewaskan 3.100 warga Myanmar. ”Kami tidak terima. Kami akan protes damai. Ini yang diinginkan penasihat negara kami,” kata Myo Myo Mon (49), dokter yang ikut mogok kerja.
Nor Nor Wint Wah, dokter di Mandalay, juga protes dengan tidak datang ke rumah sakit. ”Saya menolak bekerja di bawah diktator militer,” ujarnya.
Namun, pembangkangan sipil seperti itu berisiko tinggi. Semasa rezim junta militer dulu, ribuan aktivis, termasuk Suu Kyi, ditahan bertahun-tahun. Kebijakan sensor sangat ketat. Militer kerap mengerahkan pasukan setiap ada gejolak politik, terutama saat demonstrasi besar-besaran pada 1988 dan 2007.
Kini, militer juga mengeluarkan peringatan yang meminta rakyat tidak berkomentar atau mengunggah apa pun di media sosial dan media daring yang bisa memicu kerusuhan atau instabilitas. Pejabat NLD mengungkapkan, kantor-kantor perwakilan mereka di daerah-daerah digerebek militer.
Salah satu kelompok pemuda terbesar Myanmar dan federasi serikat mahasiswanya juga menyerukan kampanye pembangkangan sipil. Mereka bergabung dengan aksi para dokter itu.
Perlawanan tanpa kekerasan diperlihatkan warga Myanmar sejak Selasa malam. Mereka membunyikan klakson kendaraan dan kaleng serta alat dapur.
Kemarahan pada militer juga melonjak di media sosial. Mayoritas pengguna Facebook, misalnya, mengubah foto profil akun dengan foto Suu Kyi atau warna merah khas NLD. ”Itu menginspirasi,” kata aktivis Thinzar Shunlei Yi tentang kampanye pembangkangan sipil. Laman Facebook barunya disukai 112.000 orang lebih.
Di tengah pembangkangan sipil itu, NLD mengungkapkan, kantor-kantor perwakilan mereka di berbagai daerah digerebek oleh aparat militer.
Tekanan internasional
Tekanan terhadap junta militer terus mengalir dari komunitas internasional. Menteri luar negeri dari negara-negara ekonomi maju, Kelompok Tujuh (G-7), mengecam kudeta Myanmar dan mendesak militer menghormati hasil pemilu, November lalu. G-7 meminta militer mengakhiri status darurat, mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah sipil terpilih, membebaskan semua tahanan, serta menghormati HAM dan penegakan hukum.
”Kami mendukung rakyat Myanmar yang menginginkan demokrasi di masa depan,” sebut pernyataan tertulis dari G-7 yang beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Uni Eropa.
Di Jepang, ribuan pengunjuk rasa dari Myanmar mendesak agar ada sikap yang lebih tegas terhadap kudeta.
Di New York, AS, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bersama-sama mengirimkan pesan yang jelas dalam mendukung demokrasi di Myanmar. DK PBB masih merundingkan rencana pernyataan yang mengecam kudeta, meminta militer menghormati hukum dan HAM, serta segera membebaskan para tahanan.
Untuk bisa mengeluarkan pernyataan resmi, dibutuhkan konsensus dari 15 negara anggota DK PBB. Diplomat China di PBB tidak yakin akan keluar pernyataan resmi dari DK PBB karena akan sulit mendapatkan konsensus. ”China dan Rusia masih meminta waktu tambahan,” ujar seorang diplomat.
Penyelidikan
Pemerintah baru Myanmar menyatakan telah membentuk pemerintahan militer dan akan memulai proses penyelidikan kecurangan pemilu. Harian Global New Light of Myanmar menyebutkan, Hlaing mengumumkan hal itu dalam pertemuan pertama pemerintah.
Kecurangan pemilu itulah, kata militer, yang menjadi alasan militer menggulingkan pemerintahan sipil Suu Kyi. Pemerintah sipil dinilai gagal menyelidiki kecurangan pemilu. Komite pemilu tetap menyatakan tidak ada kecurangan di pemilu.
Hlaing mengatakan, pihaknya telah membentuk komite pemilu yang baru yang terdiri atas anggota yang independen dan tidak bias. Komite pemilu yang baru itu akan memeriksa data pemilih dan hasil pemilihan untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya. Daftar pemilih akan dicocokkan dengan daftar keluarga yang ada.
Militer sudah memutuskan status negara dalam kondisi darurat selama satu tahun dan akan digelar pemilu baru dalam waktu dekat. Siapa pun pemenangnya akan memimpin pemerintahan baru. Padahal, dalam pemilu yang lalu, NLD sudah menang telak dan menguasai 396 dari 476 kursi parlemen. Partai oposisi yang didukung militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan, memperoleh 33 kursi. (REUTERS/AFP/AP/BEN/SAM)