Di bawah Donald Trump, hubungan Teheran-Washington semakin menegang. AS keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran. AS juga menerapkan rangkaian saksi ketat terhadap Iran
Oleh
kris mada
·4 menit baca
TEHERAN, SENIN - Iran berharap Amerika Serikat di bawah Joe Biden memberi kompensasi atas kesalahan Washington selama 3 tahun terakhir. Washington diharapkan kembali mematuhi dan berkomitmen pada hukum internasional.
Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, AS kini dapat kesempatan membayar kesalahan masa lalu. “Kesempatan bagi pemerintahan AS selanjutnya membayar kesalahan dan kembali ke jalur kepatuhan pada kesekapatan internasional dan menghormati norma internasional,” ujarnya, Minggu (8/11/202020) malam waktu Teheran atau Senin dini hari WIB.
Di bawah Donald Trump, hubungan Teheran-Washington semakin menegang. AS keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan on Action (JCPOA) disepakati pada 2015. Setelah keluar secara sepihak dari JCPOA pada Mei 2018, AS berkeras memberlakukan sanksi kepada Iran dengan alasan hal itu dijamin dalam JCPOA.
Para penandatangan JCPOA selain AS, yakni Rusia, Perancis, Inggris, Jerman, China dan Iran menyebut AS kehilangan hak terkait JCPOA setelah keluar dari kesepakatan itu. Bahkan, meski ditolak para sekutunya di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), AS memaksa PBB memberlakukan sanksi penuh pada Iran.
Washington mau Teheran sama sekali tidak bisa menjual minyaknya, sumber utama pendapatan Iran. AS beralasan, tekanan maksimum untuk memaksa Iran menghentikan pengembangan peluru kendali dan mengurangi keterlibatannya di kawasan. AS dan sekutunya di Timur Tengah menuding Iran sebagai biang ketidakstabilan kawasan. Sebab, Iran disebut memicu perlombaan senjata karena mengembangkan peluru kendali dan mendanai kelompok-kelompok bersenjata di kawasan.
Iran antara lain mendukung Hezbollah di Lebanon, membantu pemerintahan Bashar Assad menghadapi pemberontak di Suriah, dan menyokong Houthi di Yaman. Sejumlah kelompok bersenjata di Irak juga disokong Iran. Kehadiran Iran di Suriah dan Lebanon disebut sebagai ancaman terhadap Israel, sekutu utama AS di Timur Tengah.
Sementara kehadiran di Yaman mengganggu Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sekutu AS yang menghabiskan miliaran dollar AS per tahun untuk membeli aneka persenjataan dan perlengkapan pertahanan lain. Anggaran militer Arab Saudi dan UEA jauh di atas Iran yang sudah bertahun-tahun tidak bisa membeli senjata karena diembargo.
Sanksi
Akibat rangkaian sanksi AS, perekonomian Iran semakin tertekan. Walakin, para pemimpin Iran terus menyatakan rakyat Iran akan tetap kuat. “Warga Iran, melalui perlawanan yang berani terhadap perang ekonomi, membuktikan bahwa kebijakan pemaksaan penuh oleh AS ditakdirkan gagal,” ujar Rouhani.
Ia berharap, pemerintahan Biden belajar dari kegagalan pemerintah Trump menekan Iran dalam tiga tahun terakhir. Iran akan terus melanjutkan perlawanan.
Sementara, Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri berharap ada perubahan kebijakan di AS pada masa Biden. “Masa Trump dan timnya yang harus perang sudah berakhir,” tulisnya.
Seperti Rouhani, Jahangiri juga berharap AS kembali mematuhi hukum internasional. Iran, menurut Jahangiri, tidak akan melupakan pembunuhan Qassem Soleimani di Baghdad pada awal 2020.
Komandan Brigade Al Quds, sayap Garda Revolusi Iran yang mengurusi operasi intelijen dan luar negeri, itu tewas daam serangan udara oleh pesawat nirawak AS. Teheran juga akan mengingat penderitaan yang dipicu sanksi AS sehingga aneka kebutuhan sehari-hari sulit didapat dan pasien kekurangan obat serta perlengkapan medis lainnya.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut pemilu AS tidak akan berdampak pada kebijakan Teheran terhadap Washington. Selama ini, Iran menganggap AS sebagai salah satu musuh. Sikap Khamenei disokong oleh kelompok garis keras Iran.
Namun, kesulitan ekonomi dan dipadu dengan pandemi Covid-19 diyakini akan memaksa kelompok itu berhubungan dengan pemerintahan Biden. “Iran tidak akan memulihkan hubungan dengan AS. Pemimpin (Iran) hanya akan menunjukkan keberanian yang lebih lentur demi keselamatan negara,” kata seorang analis di Teheran, Saeed Laylaz.
Di bawah Biden, AS mungkin lebih berpeluang berunding ulang dengan Iran. Biden mendampingi Barack Obama kala Obama memimpin AS menyepakati JCPOA. Biden pernah berjanji membawa AS kembali ke JCPOA jika Iran mau mematuhi kesepakatan itu. Sejak AS keluar dan meningkatkan sanksi, Iran juga mengurangi komitmen pada kesepakatan itu.
Reaksi Arab
Sementara itu, sejumlah negara Arab bergembira atas kemenangan Biden. Raja Salman bin Abdulaziz dari Arab Saudi berharap kerja sama Arab Saudi-AS semakin erat di bawah Biden. Selama ini, kedua negara sudah berhubungan dekat dan terus meningkatkan kemitraan di berbagai bidang.
Harapan penguatan hubungan dengan AS juga disampaikan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Raja Abdullah II dari Jordania. Abdullah mengunggah fotonya bersama Biden kala memberi selamat atas kemenangan capres dari Demokrat itu.
Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengajak Biden mengeratkan lagi hubungan Palestina dan AS. Palestina menolak berkomunikasi dengan AS selama pemerintahan Trump. Sebab, Trump mendorong solusi konflik Palestina-Israel yang dinilai merugikan Palestina. Trump antara lain mengusulkan Gaza sedikit ditambah dan Tepi Barat banyak dikurangi dari kendali Palestina. Seluruh Jerusalem juga diserahkan ke Israel.
Di masa pemerintahan Obama, Washington bolak-balik mengecam perluasan permukiman Israel di Tepi Barat. Hal itu antara lain dilakukan Biden pada 2010 kala Israel berencana membangun 1.600 rumah di Ramat Shlomo. Selama masa kampanye pemilu 2020, Biden berjanji tidak akan mengubah kebijakan terhadap Israel. (AP/REUTERS)