Terpilihnya Biden-Harris di AS Membawa Dunia Memasuki Fajar Baru
Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo, menyambut hangat terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS. Biden diharapkan memperkuat kerja sama di berbagai bidang.
WASHINGTON, MINGGU -- Dunia menyambut hangat kemenangan Joe Biden dalam pemilu presiden Amerika Serikat 2020, Minggu (8/11/2020). Mereka berharap kerja sama internasional dalam berbagai bidang akan pulih setelah era yang penuh gejolak dalam politik luar negeri AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Para pemimpin dunia melihat terpilihnya Biden memberi kesempatan untuk memperkuat kerja sama dalam berbagai persoalan krusial, mulai dari penanganan pandemi Covid-19, perubahan iklim, hingga pemulihan kembali pendekatan multilateralisme dalam diplomasi internasional. Selama empat tahun di bawah Trump, AS mengedepankan unilateralisme dengan slogan "mengutamakan Amerika (America First)".
Baca juga: Biden Menangi Pemilu Amerika Serikat
"Menanti penuh harap untuk bekerja lebih erat dengan Anda dalam memperkuat kemitraan strategis Indonesia-AS dan mendorong kerja sama kita dalam ekonomi, demokrasi, dan multilateralisme untuk kemanfaatan warga negara kita dan seterusnya," cuit Presiden Joko Widodo dalam ucapan selamat terhadap Biden dan wakilnya, Kamala Harris, lewat Twitter.
Biden memastikan kemenangan atas Trump, Sabtu pagi waktu AS, setelah memperoleh suara elektoral lebih dari 270 suara. Dalam pidato kemenangannya, Sabtu malam di Wilmington, Delaware, Biden menjanjikan “hari baru bagi Amerika.” Di hadapan pendukungnya, Ia juga menyampaikan harapan dan penyembuhan pada warga AS.
Biden mencoba merangkul pendukung Trump dan menyatakan “mereka bukanlah musuh, mereka warga AS.” “Mari beri kesempatan pada satu sama lain,” ujar Biden. “Biarlah era yang suram dari demokrasi AS berakhir di sini sekarang.”
Biden juga mengatakan, ia akan “membuat AS dihormati lagi di seluruh dunia”. Ia mengacu pada rusaknya ikatan diplomatik dengan dunia internasional di masa pemerintahan Trump. “Malam ini, seluruh dunia melihat AS, dan saya yakin bahwa dalam kemampuan terbaiknya AS adalah mercusuar bagi dunia,” ujarnya.
Baca juga: Kemenangan Biden-Harris Sangat Krusial dan Perlu bagi Dunia
Untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang telah menewaskan lebih dari 237.000 warga AS di bawah kepemimpinan Trump, Biden menyampaikan akan membentuk gugus tugas yang beranggotakan “para pakar terkemuka”, Senin ini, sebagai langkah awal.
"Pada Senin saya akan membentuk sekelompok pakar dan ilmuwan sebagai penasihat transisi untuk membantu mengubah rencana Biden-Kamala menjadi cetak biru yang akan mulai dikerjakan 20 Januari 2021," tutur Biden.
Hingga Minggu malam WIB, Trump belum menyatakan kalah. Namun, sebagian besar pemimpin negara-negara utama telah memberi selamat pada Biden. “Selamat!” kata Kanselir Jerman Angela Merkel.
“Dari lubuk hati yang paling dalam saya ucapkan selamat dan sukses,” tambah Merkel. “Persahabatan trans-Atlantik kita tidak tergantikan jika kita mau mengatasi tantangan besar saat ini,” tulis Merkel via akun Twitter jubir pemerintah Jerman.
Baca juga: Retorika Tuduhan Kecurangan Membuat Trump Tidak Populer
Sebagian besar pemimpin Barat menyambut hubungan lebih erat lagi dengan Washington. AS di bawah Trump kerap mengkritik para mitra di Barat setelah selama beberapa dekade terikat aliansi militer dan ekonomi. “Warga AS telah memilih presiden mereka. Selamat @JoeBiden dan @KamalaHarris! Banyak yang harus kita selesaikan untuk mengatasi tantangan hari ini. Mari bekerja sama!” cuit Presiden Perancis Emmanuel Macron di Twitter.
Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson juga mengucapkan selamat kepada Biden dan Kamala. “AS adalah mitra paling penting kami dan saya menantikan untuk bekerja sama dan berbagi prioritas, dari perubahan iklim hingga perdagangan dan keamanan.”
Baca juga: Dunia Mengawasi Lekat Proses Pilpres AS
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengirim “ucapan selamat yang hangat”, sementara Perdana Menteri India Narendra Modi menulis di Twitter “kemenangan spektakuler” Biden. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga memberikan ucapan selamat di Twitter. Ia menyebut AS sebagai “mitra dasar” dalam perang melawan terorisme.
Sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, sahabat dekat Presiden Donald Trump, memberikan ucapan selamat kepada Biden dan menyebut presiden terpilih AS itu sebagai “teman baik Israel.”
Baca juga: Israel Cemas Apabila Biden Menang Pilpres
Di tengah gelombang ucapan selamat kepada Biden-Kamala, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengatakan, terlalu dini mengucapkan selamat kepada Biden. Dia menambahkan, dirinya akan menunggu hingga “semua urusan hukum” dalam pemilu AS diselesaikan.
“Kami tidak ingin ceroboh. Kami ingin menghormati hak dan penentuan nasib seseorang,” ujar Lopez Obrador yang memiliki hubungan baik dengan Presiden Donald Trump.
Benar-benar pembebasan
Tak hanya kepala negara, media-media besar dunia juga menyambut kemenangan Joe Biden. Mereka menyoroti keberadaan Kamala Harris, Wakil Presiden AS Terpilih mendampingi Joe Biden, sebagai wakil presiden AS kulit hitam perempuan pertama.
“Fajar baru bagi AS,” tulis The Independent di Inggris dalam berita utamanya lengkap dengan foto Biden berdiri di samping Kamala. Sementara koran Inggris lainnya, The Sunday Times, menampilkan foto perempuan kulit hitam diselimuti bendera AS dan berita utama berjudul “Sleepy Joe bangunkan AS,” mengutip sebutan ejekan dari Trump untuk Biden.
Di Jerman, koran Bild memuat foto Trump dengan judul “Kalah Tanpa Martabat.” “Benar-benar pembebasan, sungguh melegakan,” tulis surat kabar Jerman berhaluan kiri, Suddeutsche Zeitung. Akan tetapi, koran ini juga menyebutkan bahwa Biden “mewarisi beban berat” pendahulunya.
Di Australia, tabloid The Daily Telegraph fokus pada sikap Trump yang menyangkal kekalahannya dan menggambarkan Trump sebagai “bola kemarahan.” Media milik Rupert Murdoch itu menulis, ”(Trump) tidak akan terima dipermalukan oleh lawannya yang ia pikir lemah dan tak layak bertarung.”
Koran-koran ultrakonservatif Iran juga merayakan berakhirnya era Trump, pemimpin yang menerapkan kebijakan “tekanan maksimal” dan menjatuhkan sanksi sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir di tahun 2018. Namun, mereka juga tidak sepenuhnya berharap pada Biden. “Musuh tanpa topeng pergi, musuh bertopeng tiba,” tulis koran konservatif Resalat.
Baca juga: Timur Tengah Menanti Solusi Inovatif Presiden Baru AS
Dari China, belum ada respons secara resmi dari Beijing. Di bawah Trump, AS terlibat persaingan sengit di bidang dagang, keamanan, dan teknologi. Namun, para pengguna media sosial di negara itu menyambut adanya perubahan di AS.
Prospek China-AS
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Evan Laksmana mengingatkan, persaingan AS-China tidak dimulai di masa pemerintahan Donald Trump. Dalam webinar “Pilpres AS 2020: Pelajaran Bagi Indonesia” yang diselenggarakan LP3ES, Minggu kemarin, ia mengatakan bahwa tim dan kebijakan Biden mungkin tidak akan jauh berbeda dari era Barack Obama.
Bersama Obama, Biden mengubah fokus politik luar negeri AS dari Timur Tengah ke Asia Pasifik. Doktrin “Penyeimbangan Ulang Pasifik” di era Obama dibuat dengan pandangan dasar bahwa kekuatan China terus meningkat dan AS perlu mengimbanginya.
Di sisi lain, Indonesia akan tetap menjadi kunci perdagangan dan politik di kawasan. Tidak ada negara yang lebih strategis secara militer, politik dan ekonomi di Asia Tenggara kecuali Indonesia. “Manfaat mendapat dukungan Indonesia sangat tinggi,” ujar Evan.
Karena itu, bagi AS maupun China, Indonesia selalu penting. Dalam beberapa tahun terakhir, meski tetap menyatakan berpegang pada prinsip bebas aktif, Indonesia semakin mendekat ke Beijing. Di masa pemerintahan Biden, Indonesia bisa memperbaiki posisi itu agar benar-benar berimbang dan diterima semua pihak. Indonesia, terutama karena posisi dan rekam jejaknya, bisa menjadi penengah bagi AS-China.
Baca juga: Hasil Pemilu Presiden Amerika Berpengaruh bagi Indonesia
Sayangnya, menurut Evan, Indonesia seperti terlena dengan posisi strategisnya dan selalu menanti didekati. Indonesia tidak secara serius berinvestasi untuk meningkatkan pendekatan kepada para pihak-pihak di panggung internasional. Praktik diplomasi Indonesia cenderung diarahkan untuk hal-hal yang memuaskan publik dalam negeri seperti pada isu Palestina dan Afghanistan. Selain itu, langkah diplomasi Indonesia terkendala keterbatasan dana. (AP/AFP)