Proses Hutan Adat di Jambi Lambat, Masyarakat Menanti Kepastian
Pemerintah perlu menyederhanakan prosedur perizinan agar masyarakat dapat cepat merealisasi pengelolaan hutan adat secara berkelanjutan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Progres penetapan hutan adat di Jambi berjalan lamban di tengah ancaman tingginya laju kerusakan hutan. Pemerintah didorong dapat menyederhanakan prosedurnya agar masyarakat dapat cepat merealisasi pengelolaan hutan adat secara berkelanjutan.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi Bambang Irawan mempertanyakan proses penetapan hutan adat yang dinilai lebih rumit jika dibandingkan perizinan pada skema perhutanan sosial lainnya. Untuk mendapatkan hutan adat di wilayah kawasan hutan, harus didahului melalui penetapan peraturan daerah tentang wilayah masyarakat hukum adat. ”Harus ditetapkan dulu lewat perda oleh bupati, lalu ditetapkan oleh gubernur. Proses penetapannya panjang. Itu sebabnya, proses usulan Hutan Adat jadi lambat,” ujarnya, Sabtu (4/6/2022).
Ia menyarankan agar proses itu disederhanakan saja. ”Selama ada masyarakat tradisionalnya, ada hutannya, dan masyarakatnya masih setia mengelola, pemerintah dapat langsung keluarkan saja izinnya (penetapan),” katanya menambahkan.
Sedikit lagi (penambangan liar) sudah akan masuk ke dalam areal yang diusulkan hutan adat. (Helmi Muid)
Penundaan berlarut penetapan hutan adat dapat berimbas pada tingginya laju kehilangan hutan akibat berbagai aktivitas liar. Jangan sampai izin baru keluar setelah hutannya telanjur habis.
Ketua Lembaga Adat Depati Muaro Langkap di penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Kerinci, Helmi Muid mengatakan, pengajuan hutan adat di wilayah itu sudah menunggu empat tahun lamanya tanpa progres yang pasti. ”Sudah kami ajukan sejak 2018 dan sudah berulang kali diadakan pertemuan para pihak, tetapi sampai sekarang tak jelas kabarnya,” kata Helmi.
Masyarakat setempat khawatir karena aktivitas tambang liar sudah merambah ke dalam TN Kerinci Seblat. Aktivitas ilegal itu bahkan kian mendekat ke area calon hutan adat yang diusulkan seluas 3.100 hektar itu. ”Sedikit lagi sudah akan masuk ke dalam areal yang diusulkan hutan adat,” tambahnya.
Masyarakat juga mempertanyakan usulan peraturan daerah tentang wilayah masyarakat hukum adat hingga kini belum diresmikan. Padahal, jika perda ini cepat keluar, lanjutnya, masyarakat punya kekuatan hukum mengamankan hutan itu dari ancaman perusakan lingkungan.
Aktivitas tambang emas ilegal di daerah ini sudah berjalan sejak 2018. Masyarakat sempat berjuang mengusir penambang, tetapi belakangan ini aktivitas itu kembali masif. Tambang liar memanfaatkan alat-alat berat sehingga daya rusaknya tinggi.
Keasrian alam di penyangga Hutan Adat Bukit Raya, Kawasan Karst Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi. Potensi ekowisatanya menarik untuk dikembangkan. Jika dirusak menjadi areal tambang, segala keindahan itu akan lenyap dalam sekejap. Gambar diambil Rabu (17/11/2021).
Data Dinas Kehutanan Provinsi Jambi saat ini izin hutan adat di Jambi sebanyak 29 izin, dengan total luas kelola 7.983 hektar. Jika dihitung dari total luas perhutanan sosial di Jambi yang mencapai 300.000 hektar lebih, keberadaan hutan adat yang ditetapkan tak sampai 3 persen.
Kepala Bidang Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Bambang Yulisman mengakui masih kecilnya angka realisasi penetapan hutan adat. Hal itu disebabkan alur proses perizinan yang panjang. Alur itu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penetapan hutan adat langsung ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.