Jaminan Sosial, Hak Kesehatan, dan Masyarakat Bermartabat
Sistem jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan harus mampu melindungi semua lapisan masyarakat, terutama untuk memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
DEONISIA ARLINTA
Sujadi (60) dibantu oleh petugas puskesmas sedang memasukkan data kepesertaan JKN-KIS untuk didaftarkan dalam sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas Temon 1 Kulon Progo, Yogyakarta, Jumat (4/2/2022). Jumlah peserta program JKN-KIS yang tercatat saat ini sebanyak 223 juta orang.
Sujadi (60) berjalan tertatih dituntun oleh istrinya menuju pintu masuk Puskesmas Temon 1, Kulon Progo, Yogyakarta, Jumat (4/2/2022). Seorang petugas puskesmas menyambutnya. Sejak terdaftar sebagai peserta bantuan iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional, itu kali pertama ia datang untuk memeriksakan diri.
“Saya mau memeriksakan tumor yang ada di leher saya ini,” ucapnya sambil menunjukkan benjolan di bawah telinga sisi kanannya. “Harus dioperasi, jadi butuh rujukan dari puskesmas dulu.”
Sebagai petani kecil, manfaat yang didapatkan Sujadi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sangat membantu. Pendapatannya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Jangankan untuk biaya operasi jutaan rupiah, datang ke dokter untuk memeriksakan diri pun tidak terbayangkan olehnya sebelum memiliki fasilitas JKN-KIS.
Hak atas kesehatan sejatinya memang merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh seluruh masyarakat. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun sudah diatur demikian. Pada pasal 28H nomor 3 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Ini juga yang menjadi landasan terbitnya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pemerintah perlu menjamin hak seluruh masyarakat, termasuk hak atas kesehatan yang diwujudkan dalam program jaminan kesehatan nasional.
Saat ini, sebanyak 235 juta penduduk sudah terdaftar sebagai peserta program JKN-KIS. Per 24 Januari 2022, jumlah peserta dari segmen penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 140 juta orang, pekerja penerima upah (PPU) 59, 7 juta orang, pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri sebanyak 30,9 juta orang, dan bukan pekerja sebanyak 4,3 juta orang.
Kompas
Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Infografik
Jumlah kepesertaan JKN-KIS tersebut masih harus diperluas. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebenarnya sudah ditargetkan kepesertaan JKN harus mencapai minimal 95 persen dari total penduduk agar cakupan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC) bisa tercapai.
Namun, pada awal 2022, jumlah peserta JKN baru mencapai 87 persen dari total penduduk. Ini membuat tujuan pemerataan akses kesehatan sulit terwujud. Upaya perlindungan bagi masyarakat, terutama masyarakat tidak mampu belum bisa optimal dijalankan.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti ketika ditemui di Yogyakarta, Sabtu (5/2/2022) menyatakan, berbagai upaya akan dilakukan untuk memperluas kepesertaan program JKN-KIS. Kolaborasi pun akan diperkuat bersama lintas sektor untuk mendukung hal tersebut.
“Kita telah menargetkan setidaknya pada 2022 ini cakupan kepesertaan JKN bisa menjadi 244,9 juta jiwa sehingga pada 2024 nanti kita bisa mencapai kepesertaan sampai 98 persen dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia,” ucapnya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, program JKN merupakan bentuk implementasi dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan, harus diberikan kepada setiap masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup.
Melalui konsep asuransi sosial, program JKN akhirnya dibentuk. Seluruh masyarakat diwajibkan untuk menjadi peserta program JKN guna membangun prinsip gotong royong dalam sistem jaminan sosial nasional.
KOMPAS/ WISNU WIDIANTORO
Petugas membantu warga yang hendak mengurus keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Tangerang, Banten, Jumat (16/11/2018). BPJS Kesehatan mengembangkan aplikasi untuk memudahkan peserta mengetahui berbagai hal terkait JKN, termasuk mengubah data diri peserta. Di Tangerang, 60 persen dari total peserta JKN di Tangerang sudah menggunakan aplikasi ini.
Menurut Muhadjir, pemerintah daerah memiliki peranan penting untuk meningkatkan jumlah kepesertaan dalam program JKN-KIS. Ia pun mendorong agar ditetapkan indeks capaian kepesertaan di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota.
“Jika perlu, kita akan bentuk sistem reward dan punishment bagi daerah yang memiliki komitmen kuat atau belum kuat dalam mendukung pelaksanaan program JKN. Butuh langkah terukur dan target yang jelas sehingga kita bisa tahu daerah mana yang harus ditangani secara spesifik,” kata dia.
Inpres 1 Tahun 2022
Ghufron menuturkan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN yang baru diluncurkan pada 3 Februari 2022 diharapkan bisa memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun ekosistem program JKN. Sebanyak 30 kementerian/ lembaga mendapatkan amanat untuk turut berperan meningkatkan layanan dalam program JKN.
Di tengah situasi keuangan BPJS Kesehatan yang mulai membaik, peningkatan mutu layanan kini menjadi fokus yang diutamakan. Aset bersih BPJS Kesehatan mencapai Rp 39,45 triliun. Aset itu dihitung dapat membiayai klaim ke fasilitas kesehatan sampai 4,83 bulan dari estimasi pembayaran.
“Kita harap tidak ada lagi utang ke rumah sakit sehingga cash flow di rumah sakit bisa lebih baik,” ucap Ghufron.
Terkait dengan peningkatan mutu layanan, ia menyampaikan, inovasi dalam pemanfaatan teknologi informasi akan ditingkatkan. Salah satunya, memperluas penerapan sistem antrean daring di fasilitas kesehatan. Melalui sistem ini diharapkan waktu tunggu pasien di fasilitas kesehatan bisa dikurangi.
Kita harap tidak ada lagi hutang ke rumah sakit sehingga cash flow di rumah sakit bisa lebih baik.
Dalam Inpres 1/2022, BPJS Kesehatan juga mendapat tugas untuk memperluas kerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Ditargetkan, sebanyak 24.430 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 3.000 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) sudah terdaftar bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Penambahan fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS KEsehatan ini diperlukan agar akses peserta ke fasilitas kesehatan bisa semakin luas.
KOMPAS/ WISNU WIDIANTORO
Petugas melayani warga yang mengurus keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Tangerang, Banten, Jumat (16/11/2018). BPJS Kesehatan mengembangkan aplikasi untuk memudahkan peserta mengetahui berbagai hal terkait JKN, termasuk mengubah data diri peserta. Di Tangerang, 60 persen dari total peserta JKN di Tangerang sudah menggunakan aplikasi ini.
Pelayanan promotif dan preventif pun akan lebih diintensifkan, terutama kegiatan penapisan kesehatan. Penapisan dan deteksi dini diperlukan agar penanganan masalah kesehatan bisa dilakukan lebih cepat. Dengan begitu, perawatan menjadi lebih mudah dan biaya kesehatan bisa ditekan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menambahkan, optimalisasi program jaminan kesehatan juga perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan. Pelayanan kesehatan harus semakin baik dan berkualitas, termasuk pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
“Revitalisasi atau penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni puskesmas, menurut kami merupakan kunci penting sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di lapangan. Oleh sebab itu, standar pelayanan minimal kesehatan di FKTP atau puskesmas bisa disediakan secara lebih baik oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota,” tuturnya.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan, jaminan kualitas pelayanan kesehatan dalam program JKN juga termasuk ketersediaan tenaga kesehatan dan sarana prasarana pendukung seperti obat dan alat kesehatan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk mengupayakan kebutuhan tersebut dalam optimalisasi program JKN.
Kompas/Hendra A Setyawan
Suasana di Pavilion B Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, Jumat (9/8/2019). Hampir 90 persen pasien yang berobat di Pavilion B Rumah Sakit Siloam adalah peserta BPJS Kesehatan.
Dalam implementasinya, program JKN perlu melibatkan banyak pihak. Tidak ada aktor tunggal yang dapat memastikan keberlanjutan program jaminan sosial tersebut. Setiap pihak memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing yang harus dijalankan secara sinergis.
Sekalipun telah bermanfaat bagi masyarakat, banyak perbaikan yang harus segera dituntaskan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan akses pelayanan yang berkualitas. Sistem jaminan sosial yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan pun diharapkan benar terwujud.