Kesehatan selalu menjadi isu krusial di setiap negara, karena fasilitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu indikator keberhasilan dan perkembangan sebuah negara. Penyelenggaraan asuransi kesehatan di negara ini sudah dimulai sejak negara ini merdeka.
Oleh
Kendar Umi Kulsum
·6 menit baca
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (kiri) menunjukkan Kartu Indonesia Sehat yang baru dibagikan kepada warga di Desa Sei Karang, Kecamatan Galang, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (18/4/2015). Kartu dibagikan pertama kali ke kalangan buruh perkebunan karet PT Perkebunan Nusantara III di Deli Serdang.
Untuk mewujudkan sebuah pelayanan kesehatan yang baik dibutuhkan sebuah sistem atau perangkat jasa pelayanan kesehatan. Konsep keberlangsungan jasa pelayanan kesehatan ini sudah barang tentu membutuhkan dukungan personil yang besar, teknologi kesehatan yang tinggi, dan keahlian tenaga kesehatan yang memadai.
Penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan yang kurang baik akan menimbulkan inflasi pembiayaan kesehatan. Terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap inflasi pembiayaan kesehatan. Pertama, kenaikan pemanfaatan kesehatan termasuk di dalamnya kemajuan teknologi kesehatan. Kedua, kenaikan riil harga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, kenaikan pembiayaan pelayanan kesehatan seringkali nilainya lebih tinggi dari rata-rata kenaikan inflasi di sebuah negara.
Selain itu, harga pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh hubungan antara dokter, pasien, dan lembaga fasilitas kesehatan (faskes). Seberapa besar tuntutan di pihak pasien dan keluarganya untuk memperoleh layanan maksimal juga akan memengaruhi inflasi kesehatan. Kebutuhan fasilitas kesehatan pasien meliputi teknologi kedokteran yang digunakan serta obat-obatan yang diinginkan.
Asuransi kesehatan adalah mekanisme untuk mengalihkan risiko ekonomi individual menjadi risiko kelompok, dengan demikian beban individu menjadi lebih ringan ketika tiba-tiba harus mengeluarkan biaya karena sakit. Oleh sebab itu, asuransi adalah alat untuk mengubah risiko perorangan dari situasi ketidakpastian menjadi pasti, yaitu membayar premi yang jumlahnya kecil untuk melindungi diri dari risiko yang besar, meskipun risiko tersebut tentu tidak diharapkan.
Terdapat empat prinsip dari penyelenggaraan asuransi kesehatan, yaitu risiko sakit perorangan ditanggung oleh kepesertaan kelompok, jaminan situasi ketidakpastian kesehatan menjadi manfaat pasti bagi kesehatan, membayar premi, dan melindungi peserta dari risiko ekonomi jika ia sakit.
Dalam program asuransi ada dua tipe, yaitu bipartit dan tripartite. Dalam bipartit hanya ada peserta dan Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan (BPAK). Bipatrit menekankan peserta membayar premi kemudian penyelengara askes memberi pelayanan. Sementara itu model tripartit ada tiga pihak, yaitu peserta, Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan (BPAK), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). Sistem ini juga dikenal sebagai sistem asuransi kesehatan konvensional.
Sistem askes konvensional atau yang umum diterima manfaatnya oleh peserta askes adalah peserta askes akan memperoleh pelayanan dari Pemberi Pelayanan Kesehatan. Selanjutnya, Pemberi Pelayanan Kesehatan akan mengajukan klaim kepada Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan sesuai dengan perjanjian. Sementara itu, peserta Askes membayar premi sesuai dengan kesepakatan dengan Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan.
Rekam jejak Asuransi Kesehatan
Dalam jurnal Health Financing in Indonesia (Bank Dunia, 2009), dipaparkan jika cikal bakal jaminan biaya untuk kesehatan masyarakat sudah ada sejak jaman Hindia Belanda. Pada 1938 pegawai pemerintah dan keluarganya mendapat santunan biaya perawatan rumah sakit dari pemerintah kolonial.
Pada masa awal Indonesia merdeka, Menteri Kesehatan Prof. G.A. Siwabessy menyelenggarakan program asuransi kesehatan semesta atau universal health insurance seperti yang telah diterapkan di negara maju. Saat itu kepesertaannya adalah para pegawai negeri sipil dan keluarganya.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1984 pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengubah BPDPK berubah status menjadi BUMN yaitu Perum Husada Bakti (PHB) yang menjamin kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan dan anggota keluarganya.
Kemudian muncul Peraturan Presiden atau PP 69/1991 menggantikan Keppres 230/1968 yang menyatakan bahwa peserta asuransi kesehatan menjadi dua kategori, yaitu wajib bagi PNS dan kepesertaan sukarela untuk karyawan BUMN.
Pada 1992 terbit Undang-Undang No. 2/1992 tentang Usaha Perasuransian. Regulasi ini kemudian membuka keran program asuransi kesehatan komersial atau swasta di Indonesia sebagai program asuransi jiwa dan kerugian.
Kemudian keluar Peraturan Pemerintah No. 6/1992 yang mengubah Perum Husada Bakti menjadi PT Askes (Persero), yang menambahkan satu program Askes Komersial untuk menjaring karyawan BUMN. Prinsipnya seperti Asuransi Kesehatan Sosial, tetapi premi dibayar penuh oleh karyawan dengan persentase sesuai gaji dan tidak ada subsidi premi dari pemerintah atau pun pemberi kerja.
Kemudian muncul Undang-Undang No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan PP 14/1992 dan PP 36/1994 yang mewajibkan perusahaan dan tenaga kerja untuk menjadi program Jamsostek, karena kepesertaan dalam program ini bersifat wajib dengan iuran yang ditetapkan secara proporsional.
Setelah masa krisis ekonomi tahun 1997--1998, muncul kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang memberikan bantuan untuk masyarakat miskin salah satunya menyasar pada sektor kesehatan masyarakat. Pemerintah juga memberikan bantuan bagi pelayanan kesehatan dengan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Pemerintah kemudian menyempurnakan pelayanan kesehatan bagi warga negara Indonesia dengan program Jaminan Kesehatan Sosial Masyarakat atau Jamkesmas. Jamkesmas diselenggarakan oleh pemerintah sejak tahun 2008 untuk masyarakat miskin seluruh Indonesia yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah.
Jamkesmas resmi menggantikan Askeskin yang dilakukan untuk menaikkan mutu pelayanan kesehatan bagi fakir miskin, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi program. Jika Jamkesmas dikelola oleh pemerintah pusat, maka untuk pelayanan kesehatan di daerah dibentuk Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pengelolaan Jamkesda diserahkan pada PT Askes (Persero) dengan nama Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU). Program ini dibentuk di 200 kabupaten/kota di 200 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Untuk BPJS Kesehatan semua penduduk Indonesia berkewajiban menjadi anggota JKN-KIS BPJS Kesehatan termasuk pekerja asing yang telah tinggal selama 6 bulan. Para peserta JKN-KIS memiliki membayar iuran setiap bulannya tergantung pada fasilitas pelayanan yang mereka inginkan. Oleh sebab itu, besaran iuran bervariasi.
Agar pelayanan kesehatan berjalan merata pada seluruh kelompok masyarakat, pemerintah memberikan subsidi pembayaran iuran pada kelompok masyarakat tidak mampu yang disebut Penerima Bantuan Iuran. Hal yang sama berlaku untuk para veteran perang, pensiunan serta anak dan janda pada veteran perang dan pensiunan berhak mendapat fasilitas BPJS Kesehatan dengan iuran ditanggung pemerintah.
Besar iuran per Januari 2021 untuk manfaat pelayanan kelas I sebesar Rp150.000,00 dan untuk kelas II sebesar Rp100.000,00 sementara untuk pelayanan kelas III sebesar Rp35.000,00 sebenarnya untuk kelas III iuran naik menjadi Rp42.000,00 tetapi pemerintah memberi subsidi Rp7.000,00.
Kenaikan iuran Kelas III Mandiri menimbulkan penolakan karena dianggap memberatkan masyarakat dan tidak tepat dilakukan dalam situasi pandemi Covid-19. Hal itu dikarenakan peserta kelas III Mandiri adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan berubah kemampuannya dalam membayar iuran.
Negara wajib memberikan jaminan kesehatan bagi warga negaranya. Prinsip “gotong royong” dan “saling membantu” dalam pembiayaan premi asuransi kesehatan merupakan upaya yang patur diapresiasi untuk memberikan jaminan kesehatan bagi warga negara. Tingkat disiplin warga dalam membayar premi asuransi merupakan wujud kepedulian terhadap kesehatan bersama.