Komitmen Perbaikan pada Sistem Kesehatan Dinilai Mengendur
Komitmen pemerintah di sektor kesehatan perlu kembali diperkuat, termasuk komitmen terkait anggaran kesehatan. Komitmen dalam pembangunan kesehatan dinilai mulai mengendur pascapandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pascapandemi Covid-19, sektor kesehatan tidak lagi menjadi prioritas pembangunan nasional. Komitmen pemerintah saat ini dalam memperbaiki tata kelola sistem kesehatan dinilai semakin mengendur. Pemerintahan yang akan datang diharapkan bisa kembali menjadikan sektor kesehatan sebagai prioritas.
Pendiri yang juga CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih, mengatakan, komitmen pemerintah menjadikan kesehatan sebagai agenda prioritas dalam pembangunan nasional semakin menurun. Hal itu salah satunya terlihat dalam komitmen terkait pendanaan kesehatan.
”Kita lihat ada kecenderungan adanya penurunan komitmen di sektor kesehatan. Salah satunya terjadi penurunan komitmen dari penganggaran yang terlihat dari kebijakan yang menghapuskan mandatory spending dalam Undang-Undang Kesehatan,” katanya seusai acara peluncuran buku putih Pembangunan Sektor Kesehatan Indonesia 2024-2034: Merancang Masa Depan Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Diah menambahkan, komitmen yang semakin mengendur dalam pembangunan kesehatan nasional tampak pula pada besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berkurang signifikan untuk sektor kesehatan pascapandemi Covid-19.
Terkait mandatory spending, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Yuli Farianti mengatakan, penghapusan mandatory spending dalam kebijakan kesehatan nasional justru akan membuat pengelolaan anggaran jauh lebih terukur. Dalam skema yang termuat dalam Rencana Induk Kesehatan, alokasi anggaran berbasis program akan diatur setiap tahun bersama DPR. Skema penganggaran berbasis kinerja juga akan memangkas kesenjangan anggaran di setiap daerah (Kompas.id, 12/7/2023).
Ia berharap agar pada pemerintahan berikutnya ada komitmen politik yang kuat untuk mengutamakan kesehatan dalam agenda pembangunan nasional. Keputusan politik tersebut tentu harus diiringi dengan komitmen anggaran yang kuat.
Kita lihat ada kecenderungan adanya penurunan komitmen di sektor kesehatan. Salah satunya terjadi penurunan komitmen dari penganggaran yang terlihat dari kebijakan yang menghapuskan mandatory spending.
Menurut Diah, penguatan anggaran di bidang kesehatan tidak sekadar menambah jumlah anggaran, tetapi memastikan adanya efisiensi dalam penggunaan anggaran. Anggaran untuk kesehatan bisa digunakan untuk memperluas cakupan kesehatan semesta (UHC) serta digunakan untuk berinvestasi di tempat yang tepat dalam sistem kesehatan.
”Kalau pemerintah punya perspektif sistem kesehatan, berarti jangan hanya melihat kesehatan sebagai tumpukan-tumpukan penyakit, tetapi lihat kesehatan sebagai sebuah sistem. Anggaran dalam kesehatan pun jangan dilihat sebagai beban biaya, tetapi investasi,” ujarnya.
Itu sebabnya, penguatan anggaran kesehatan untuk membangun layanan kesehatan primer dinilai tepat. Fokus dalam pelayanan kesehatan primer agar lebih pada aspek promotif dan preventif sehingga masyarakat lebih banyak yang disehatkan. Diharapkan, risiko penyakit bisa dicegah.
Cakupan kesehatan semesta
Direktur Eksekutif Pusat Kesehatan Universal Chatham House Robert Yates menyampaikan, program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dimiliki oleh Indonesia merupakan program yang baik untuk memastikan setiap masyarakat bisa terlindungi pada aspek kesehatan. Dengan meningkatkan cakupan sektor kesehatan, itu akan membawa manfaat yang besar bagi sebuah negara. Semakin banyak masyarakat yang terlayani dalam kebutuhan kesehatan, usia harapan hidup bisa lebih lama dan masyarakat pun bisa lebih sehat.
”Manfaat ekonomi yang didapatkan juga sangat besar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada hubungan yang sangat kuat antara investasi di bidang kesehatan dan perekonomian. Jaminan kesehatan semesta harus menjadi dasar pemikiran bagi pemerintah ke depan,” ucap Robert.
Ia menambahkan, cakupan kesehatan semesta perlu dilihat secara luas. Cakupan kesehatan tidak hanya sekadar jumlah orang yang terdaftar dalam program JKN, tetapi cakupan tersebut lebih luas untuk memastikan setiap peserta benar-benar menggunakan fasilitas yang diberikan.
Cakupan kesehatan semesta dapat meliputi banyaknya perempuan yang melahirkan di fasilitas kesehatan, jumlah anak yang diimunisasi, masyarakat yang sakit bisa mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan, serta masyarakat yang sakit bisa mendapatkan obat dan perawatan yang dibutuhkan. Cakupan kesehatan semesta berarti memastikan setiap orang benar-benar mendapatkan akses layanan kesehatan.
Namun, menurut Robert, hal itu masih menjadi tantangan yang dihadapi di Indonesia. Kesenjangan dalam pelayanan kesehatan masih ditemui di masyarakat. Masih banyak fasilitas pelayanan yang tidak memadai. Masih banyak pula layanan kesehatan yang tidak tersedia di masyarakat, terutama di daerah terpencil.
Buku putih
Diah menyampaikan, buku putih yang diluncurkan oleh CISDI diharapkan dapat membantu perencanaan strategi bagi pemerintah berikutnya untuk merumuskan kebijakan terkait kesehatan berbasis bukti. Itu terutama untuk meningkatkan akses kesehatan semesta yang berkualitas.
Pembangunan kesehatan harus berfokus pada masyarakat. Pembangunan kesehatan pun harus berkelanjutan terlepas dari adanya pergantian pemerintahan.
”CISDI meluncurkan buku putih ini sebagai rekomendasi untuk pemerintah terpilih pada Pemilu 2024 mendatang sekaligus menegaskan kesehatan masyarakat sebagai prioritas pembangunan nasional,” kata Diah.
Penyusunan buku putih Pembangunan Sektor Kesehatan Indonesia 2024-2034: Merancang Masa Depan Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan melibatkan diskusi dengan setidaknya 154 narasumber ahli berlatar belakang kesehatan dan nonkesehatan. Diskusi pun telah dilakukan sebanyak 22 kali dengan para pakar.
Diah menuturkan, ada lima rekomendasi utama yang diajukan oleh CISDI untuk pemangku kebijakan di pemerintah berikutnya. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat memperkuat komitmen pemerintah untuk menempatkan sektor kesehatan sebagai prioritas pembangunan nasional.
Lima rekomendasi tersebut adalah melaksanakan tata kelola yang partisipatif untuk sistem kesehatan, menjalankan investasi bermakna untuk sistem kesehatan, menjadikan kebutuhan masyarakat sebagai fokus utama sistem kesehatan, mewujudkan diplomasi integratif untuk kesehatan global, serta mewujudkan kerja layak untuk seluruh tenaga kesehatan.
”CISDI menyarankan pembentukan standar upah layak dan adil yang berlaku untuk semua SDM (sumber daya manusia) kesehatan, termasuk kader kesehatan. Pastikan kebutuhan kesehatan masyarakat sesuai dengan perencanaan strategis pemerintah di bidang ketenagakerjaan,” kata Diah.