Jadi Pilar Transformasi Pendidikan, Guru Belum Dihargai dengan Layak
Guru jadi variabel penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah. Namun, penghargaan pada profesi guru belum maksimal.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jika dunia ingin mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2030, khususnya di tujuan mencapai pendidikan yang adil dan berkualitas, maka pendidikan memerlukan pedagogi yang relevan dan inovatif yang mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi transformasi di dunia yang berubah dengan cepat. Guru adalah salah satu pilar yang menjadi sandaran transformasi ini.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa guru adalah satu-satunya variabel tingkat sekolah yang paling penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pentingnya guru terhadap masa depan pendidikan ditegaskan kembali pada Konferensi Tingkat Tinggi Transformasi Pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun lalu, yang puncaknya ialah membentuk panel Tingkat Tinggi tentang Profesi Pengajar.
Seruan untuk berpihak kepada guru yang penting dalam mendukung transformasi pendidikan disampaikan Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, Direktur Jenderal Organisasi Perburuhan Internasional Gilbert F Houngbo, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell, dan Sekretaris Jenderal Education International David Edwards pada peringatan Hari Guru Sedunia, Kamis (5/10/2023). Fokus baru terhadap guru ini merupakan hal yang tepat karena dunia saat ini menghadapi kekurangan guru yang parah.
”Setengah jalan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, 44 juta guru masih perlu direkrut secara global untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah universal pada tahun 2030. Masyarakat perdesaan, terpinggirkan, dan terpaksa mengungsi sering kali menghadapi kekurangan guru yang berkualitas,” kata Audrey.
Penyebab mendasar kekurangan guru secara global ini, lanjut Audrey, karena berkurangnya daya tarik profesi guru. Perekrutan guru baru terhambat dan menghasilkan tingkat pengurangan guru yang tinggi di antara mereka yang bekerja, terutama dalam tiga hingga lima tahun pertama setelah memasuki dunia kerja.
Sementara David Edwards mengatakan, guru biasanya dibayar lebih rendah dibandingkan jika mereka memasuki profesi lain yang memerlukan tingkat kualifikasi yang sama. Pada saat yang sama, mereka juga mendapati diri mereka semakin terbebani tanggung jawab tambahan dan tugas administratif. Karena kondisi kerja yang buruk ini, mengajar sering dipandang negatif sebagai ”profesi pilihan terakhir”. Guru tidak diberikan pengakuan dan status yang layak mereka dapatkan.
Menurut David, penting untuk mengubah cara pandang terhadap guru ini. Mereka harus dihargai sebagai agen utama dalam memperbarui kontrak sosial untuk pendidikan. ”Guru adalah pembelajar seumur hidup, katalisator perubahan, pencipta dan fasilitator pengetahuan, serta mentor yang melibatkan siswa dan mendukung mereka dalam memahami tantangan kompleks dan realitas dunia saat ini,” ujar David.
Audrey menyerukan negara-negara untuk memastikan bahwa mengajar di mana-mana harus diubah menjadi profesi yang lebih menarik dan dihargai. Guru yang dihargai, dipercaya, dan didukung secara memadai penting untuk memenuhi kebutuhan setiap pelajar. ”Tindakan berani harus diambil jika kita ingin membalikkan penurunan yang dan berhasil meningkatkan jumlah guru,” kata Audrey.
Secara terpisah, di ajang Highscope Indonesia Annual Conference 2023, Founder dan CEO Highscope Indonesia Antarina SF Amir mengatakan, para guru menuntun para pelajar untuk tujuan jangka panjang, bukan sekadar jangka pendek. Oleh karena itu, guru harus berkomitmen untuk terus belajar dan mengaplikasikannya dengan perspektif dan strategi yang tepat.
”Kami mengajak para guru untuk terus mengeksplorasi pendidikan guna membuat belajar jadi cara menciptakan pengalaman yang bermakna, memberi dampak yang bermakna. Pembelajaran bukan terbatas tentang subyek atau mata pelajaran, tetapi tentang kecakapan-kecakapan dan nilai-nilai hidup yang dapat memfasilitasi siswa mencapai masa depan mereka,” kata Antarina.
Rick Wormeli, ahli dan penulis tentang pendidikan dari Amerika Serikat, mengatakan, banyak riset menunjukkan posisi guru dan dampak positif guru di kelas. Untuk itu, guru dalam mengajar harus memastikan untuk mendukung siswa aktif.
Menurut Rick, saat mengajar, guru harus memikirkan pengalaman yang dapat difasilitasi untuk siswa. Ada elemen-elemen penting yang kini harus diperkuat dalam diri tiap siswa, yakni refleksi tingkat meta, berpikir sebagai ahli, kreativitas dan inovasi, kemampuan beradaptasi dan lincah, komunikasi yang berpusat pada audiens, kolaborasi yang sinergis, kemampuan empati sosial, dan kepemimpinan beretika.
Guru sebagai coach perlu memiliki instruksi-instruksi yang memberdayakan para pembelajar. Mereka harus memiliki pola pikir yang menolong. ”Tujuan guru adalah agar siswa melampaui bukan sekadar setara dengan mereka. Jangan membatasi siswa pada imajinasi para guru yang tidak sempurna,” ujar Rick.
Menurut Rick, apa yang disajikan guru tidak begitu penting dibandingkan dengan apa yang dibawa oleh siswa setelah pengalaman tersebut. Para siswa perlu difasilitasi agar rasa ingin tahu. Kebutuhan untuk menjadi bagian, berpartisipasi, berkontribusi, membangun, mempelajari hal-hal kompleks, dan menjadi sukses terus berkembang.