Memberdayakan Guru untuk Memimpin Transformasi Pendidikan
Guru berperan sentral untuk memastikan transformasi sistem pendidikan berjalan dengan baik. Tiap negara wajib menyediakan guru yang berkualitas, profesional, sejahtera, dan terlindungi.
Dunia berkomitmen mentransformasi sistem pendidikan yang terimbas pandemi Covid-19 dan disrupsi. Langkah itu diwujudkan dengan menempatkan guru, pengajaran, dan profesi pengajar sebagai bagian krusial dalam pendidikan.
Pada peringatan Hari Guru Sedunia atau World Teachers’ Day 2022, Rabu (5/10/2022), UNESCO, ILO, UNICEF, dan Education International menyebut guru sebagai detak jantung sistem pendidikan. Dari pandemi, dunia belajar bahwa tanpa guru, tidak mungkin pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata diberikan kepada setiap peserta didik.
Oleh karena itu, Hari Guru Dunia 2022 diperingati dengan tema Transformasi Pendidikan Dimulai dari Guru. Para guru berperan sentral menjalankan transformasi pendidikan yang tak hanya tentang pengetahuan, tetapi juga nilai, norma, komitmen, dan prinsip yang membentuk ikatan global dan mendidik warga dunia untuk bekerja sama menuju kehidupan yang berkelanjutan serta masa depan yang damai.
Hasil konferensi tingkat tinggi di Perserikatan Bangsa-Bangsa bertajuk Transforming Education Summit pada 19 September lalu menegaskan, guru dan tenaga kependidikan harus didukung dan diberdayakan untuk berinovasi dan mengubah pengajaran dari dalam. Setiap negara harus berusaha memiliki tenaga kependidikan yang berdaya, profesional, terlatih, termotivasi, dan didukung.
“Untuk benar-benar merayakan Hari Guru Dunia, kita harus melampaui dari (sekedar) ucapan terima kasih kepada para guru. Kita harus berinvestasi untuk sistem pendidikan publik yang berkualitas,” kata Sekretaris Jenderal Education International, David Edwards.
Menurut Edwards, pemerintah di mana saja harus berinvestasi pada guru dan menjamin hak mereka, menyediakan kondisi kerja yang baik, melibatkan mereka dalam pembuatan keputusan, dan mempercayai keahlian pedagogi mereka. Sebab, transformasi pendidikan dimulai dengan guru, karena para guru merupakan denyut jantung pendidikan.
Memperjuangkan guru
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja bersama Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pekan lalu, mengatakan, kesempatan untuk meningkatkan martabat guru diperjuangkan Kemendikbudristek dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang ditargetkan bisa disahkan tahun 2023. Namun, RUU tersebut ditolak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Perubahan 2022 oleh Badan Legislasi DPR RI.
“Besar harapan kami RUU Sisdiknas berdampak kepada kesejahteraan guru. Makanya kami bingung dibilang tidak peduli pada kesejahteraan guru, padahal seluruh perjuangan kami adalah untuk kesejahteraan guru. Ini hal yang cukup menyedihkan untuk kami di Kemendikbudristek,” ujar Nadiem.
Baca juga: Disiapkan 40.000 Calon Guru Lulusan PPG untuk Gantikan Guru Pensiun Tahun 2023
Nadiem memaparkan, keberpihakan pada profesionalisme dan kesejahteraan guru dibuktikan dengan diangkatnya hampir 300.000 guru honorer menjadi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di tahun 2021. Kekurangan guru akan dipenuhi lewat pengangkatan satu juta guru PPPK serta ada revitalisasi pendidikan profesi guru (PPG) untuk memastikan calon guru yang berkualitas dan bersertifikat pendidik.
“Kami terus berjuang untuk memperbaiki kondisi guru. Namun, otoritas kami terbatas sehingga perlu bekerja sama dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan kementerian lain sehingga bersama-sama dapat mengatasi berbagai tantangan terkait guru dan pendidikan,” kata dia.
Menurut Nadiem, perjuangan tentang guru di RUU Sisdiknas adalah memastikan semua guru yang saat ini sudah mengajar di satuan pendidikan mendapat kesejahteraan yang lebih baik tanpa lewat sertifikasi. Di RUU Sisdiknas. tunjangan profesi guru dikeluarkan, dan kemudian diprotes berbagai pihak. Padahal, adanya tunjangan profesi inilah yang dinilai memblokir guru untuk bisa mendapatkan tunjangan seperti ASN lainnya.
“ASN lain enggak pernah ada masalah menerima tunjangan. Tapi karena guru di UU Guru dan Dosen di tahun 20205 dikecualikan dan diberi tunjangan profesi, jadi dikunci dengan syarat sertifikasi dan PPG untuk mendapatkan tunjangan profesi. Padahal, tiap tahun kapasitas PPG sekitar 60.000 orang dan harus dibagi antara guru baru dan guru dalam jabatan. Maka, guru yang belum disertifikasi bisa menunggu sampai 20 tahun lagi untuk disertifikasi,” kata Nadiem.
Kalau tetap merujuk pada UU ASN dan UU Ketenagakerjaan, maka kesejahteraan guru dan dosen Indonesia jauh panggang dari api. (Fasli Jalal)
Sementara untuk guru swasta, rujukannya dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan dengan tujuan pemerintah bisa memastikan gaji guru non-ASN paling tidak sama dengan upah minimum regional. Saat ini, gaji guru swasta masih jauh dari layak.
Selain itu, dalam RUU tersebut ada pengakuan untuk status guru pendidikan anak usia dini, kesetaraan, dan pesantren formal. Kelompok guru tersebut selama ini tidak diakui sebagai guru formal. Dengan pengakuan sebagai guru, maka ada jaminan untuk peningkatkan kesejahteraan dan karir.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, kesempatan guru untuk mendapatkan pengembangan profesionalitas berkelanjutan selama ini terbatas dan terkendala beban administrasi. Karena itu, Kemendikbudristek memanfaatkan platform terknologi digital untuk pelaporan administrasi dan pembelajaran guru.
Ada platform Merdeka Mengajar yang menjadi wadah guru untuk belajar, berbagi, dan berkomunitas, tanpa harus antre atau menunggu giliran dari pemda. Mereka bisa meningkatkan kapasitas diri secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.
Kemunduran
Terobosan yang ditawarkan Kemendikbudristek untuk memartabatkan guru di masa depan lewat RUU Sisdiknas yang nantinya akan mencabut UU Nomor 14/2005 Tentang Guru dan Dosen, nyatanya belum selaras dengan perjuangan berbagai organisasi guru. Ketua Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sumardiansyah mengatakan, pengakuan negara pada profesi guru dan dosen sejak tahun 2005 justru terancam.
“Ada penurunan kesejahteraan guru yang sudah diatur dalam UU Guru dan Dosen karena tunjangan profesi tidak lagi diatur. Selain itu, legitimasi guru sebagai profesi seperti dokter, insinyur, perawat, dan profesi lainnya juga hilang. UU Guru dan Dosen sebagai lex spesialis dari UU sisdiknas jadi tidak ada karena dicabut,” kata Sumardiansyah.
Hal senada disampaikan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Satriwan Salim. Dengan RUU Sisdiknas, masa depan profesi guru Indonesia kian suram dari sisi kesejahteraan dan status. Guru ASN dianggap sama seperti ASN lainnya, sedangkan guru swasta dianggap sebagai buruh karena merujuk pada UU Ketenagakerjaan.
“Pemerintah hendak mereduksi peran guru sebagai tenaga profesional menjadi tenaga teknis. Ada kemunduruan untuk profesionalisme, kesejahteraan, dan perlindungan guru Indonesia. Hal ini tidak boleh dibiarkan demi menyelamatkan masa depan pendidikan anak-anak bangsa,” kata Satriwan.
Sementara itu, Fasli Jalal, Rektor Universitas Yarsi yang juga mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional menyayangkan kepastian hukum oleh negara pada pengakuan profesi guru dan dosen lewat UU Guru dan Dosen bakal dihapuskan dengan lahirnya UU Sisdiknas baru yang disiapkan pemerintah. Tidak ada jaminan guru dan dosen mendapatkan kesejahteraan karena profesinya yang mulia.
Jika RUU Sisdiknas usulan pemerintah disahkan menjadi UU, maka tunjangan profesi (satu kali gaji pokok), tunjangan khusus (satu kali gaji pokok), dan tunjangan kehormatan untuk guru besar (dua kali gaji pokok) yang sudah dijamin dalam UU Guru dan Dosen tidak ada landasan hukumnya.
“Kalau tidak ada kepastian hukum di RUU Sisdiknas, ada kemunduran luar biasa bagi profesi guru. Padahal, profesi guru sudah mulai bisa menarik minat anak muda. Kita berharap Mas Menteri yang mau membangun kesejahteraan bagi guru bisa mendapatkan jalan yang lebih baik. Kalau tetap merujuk pada UU ASN dan UU Ketenagakerjaan, maka kesejahteraan guru dan dosen Indonesia jauh panggang dari api,”kata Fasli.
Baca juga: Mendambakan Guru Profesional
Apabila guru akan ditempatkan menjadi bagian penting dari transformasi sistem pendidikan, maka negara harus memastikan para guru semakin profesional, dilatih, dimotivasi, dan didukung. Dalam praktiknya, setiap negara harus memiliki guru berkualitas dan terlatih yang cukup. Selain itu, semua guru mesti memiliki akses ke pengembangan profesionalitas berkelanjutan yang relevan sepanjang karir mereka dan mendapat manfaat dari situ.