Menkes Minta BPJS Kesehatan Perluas Kerja Sama dengan Fasilitas Kesehatan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat meningkat. Hal itu perlu diiringi perluasan akses pada fasilitas layanan dan jaminan kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat apabila akses terhadap layanan kesehatan semakin mudah. Untuk itu, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan. Kerja sama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan fasilitas kesehatan juga perlu diperluas.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Tahun 2023 di Jakarta, Senin (2/10/2023), menuturkan, permintaan warga terhadap layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) makin baik. Hal itu ditunjukkan dari jumlah kepesertaan yang meningkat. Tantangan yang dihadapi ke depan adalah belum meratanya ketersediaan layanan kesehatan.
”Jangan sampai masyarakat kecewa dengan layanan yang diberikan. Jadi, pemerintah saat ini masif untuk membangun supply side (ketersediaan fasilitas) untuk layanan kesehatan. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan diharapkan bisa mendampingi upaya tersebut dengan cara membuka kerja sama seluas-luasnya dengan rumah sakit dan klinik serta jaminan pelayanan untuk penyakit kritis berbiaya besar,” ujarnya.
Budi menambahkan, perluasan layanan tersebut termasuk pada layanan preventif. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia secara perlahan perlu digeser dari fokus pelayanan kuratif menjadi pelayanan preventif.
Jika fokus pelayanan tidak ditekankan pada upaya preventif, beban kesehatan dikhawatirkan akan semakin besar. Biaya kesehatan pun turut meningkat. Sebaliknya, apabila fokus pelayanan ditekankan pada upaya preventif, beban kesehatan akan menurun serta kualitas hidup masyarakat akan lebih baik.
Pemerintah saat ini masif untuk membangun supply side untuk layanan kesehatan. BPJS Kesehatan diharapkan bisa mendampingi upaya ini dengan membuka kerja sama seluas-luasnya dengan rumah sakit dan klinik serta jaminan pelayanan untuk penyakit kritis berbiaya besar.
Sementara Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengutarakan, perluasan kerja sama dengan fasilitas kesehatan telah dilakukan.
Pada tahun 2022, setidaknya ada 22.730 fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, termasuk puskesmas, klinik pratama, dokter praktik perorangan, klinik TNI, dan rumah sakit kelas D pratama. Adapun jumlah FKTP yang bekerja sama pada tahun 2021 mencapai 23.608 fasilitas kesehatan.
Perluasan kerja sama juga dilakukan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Per 31 Desember 2022, tercatat ada 2.963 FKTRL yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebanyak 65,64 persen di antaranya merupakan FKRTL milik swasta, BUMN, dan BUMD.
”Peningkatan akses layanan kesehatan bagi peserta JKN menjadi fokus dalam upaya transformasi mutu layanan, terutama bagi masyarakat yang berada di daerah di mana belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Salah satunya telah dilakukan melalui kerja sama dengan rumah sakit apung,” kata Ghufron.
Pelayanan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menilai, sistem jaminan sosial terkait kesehatan sudah semakin baik. Namun, sejumlah persoalan masih harus diselesaikan agar pelayanan kesehatan di masyarakat bisa kian baik, khususnya berkaitan dengan pemerataan mutu layanan kesehatan.
Sejauh ini banyak warga sulit mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, masih ada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki tenaga kesehatan memadai. ”Wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) butuh effort (upaya) lebih. Intervensi yang dilakukan mungkin perlu enam kali lipat dibandingkan dengan yang dilakukan di Pulau Jawa. Jadi, harus ada afirmasi. Itu juga tidak bisa ditangani secara sektoral, tetapi lintas sektor,” tuturnya.
Muhadjir menambahkan, hal lain yang harus diperhatikan yaitu terkait dengan peserta JKN-KIS yang tidak aktif. Jumlah kepesertaan yang tercatat di BPJS Kesehatan mencapai 94,60 persen dari total penduduk. Namun, 20 persen di antaranya memiliki status kepesertaan tak aktif. Hal ini berarti peserta yang tak aktif tidak bisa mengakses layanan dalam program JKN-KIS.
”Ini juga menjadi tugas dari BPJS Kesehatan agar mereka yang menunggak mau membayar, mau ikut gotong royong. Sebab, jika peserta tersebut tidak mau membayar karena tidak mampu, itu bisa dibayar melalui PBI (penerima bantuan iuran),” ucapnya.