Program JKN-KIS Bisa Dipakai untuk Skrining Kesehatan
Pembiayaan program JKN-KIS tidak hanya dimanfaatkan untuk membayar biaya kesehatan saat sakit, tetapi juga bisa dipakai untuk biaya skrining hipertensi, diabetes, dan kanker.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dapat memanfaatkan layanan penapisan atau skrining kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Layanan ini menjadi salah satu inovasi yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan dalam memperkuat upaya promotif dan preventif.
Merujuk data BPJS Kesehatan pada 2022, layanan penapisan kesehatan telah diberikan untuk 15,5 juta pemanfaatan. Jumlah tersebut belum optimal, tetapi itu sudah meningkat hampir tujuh kali dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam acara ”Public Expose terkait Laporan Keuangan dan Laporan Pengelolaan Program JKN oleh BPJS Kesehatan pada tahun 2022”, di Jakarta, Selasa (18/7/2023), mengatakan, layanan penapisan kesehatan yang ditanggung dalam program JKN-KIS masih terbilang baru. Untuk itu, masyarakat diharapkan bisa memanfaatkannya secara optimal.
”Skrining kesehatan akan dilakukan dengan mengisi kuesioner yang nantinya akan diklasifikasikan risiko kesehatannya. Apakah risiko rendah, sedang, atau tinggi. Jika risiko tinggi, peserta akan mendapatkan informasi langsung melalui HP (telepon genggam),” katanya.
Penapisan riwayat kesehatan dengan pengisian kuesioner secara mandiri dilakukan peserta ataupun tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) setidaknya satu kali dalam setahun. Upaya ini bertujuan untuk mengetahui potensi risiko penyakit dari peserta.
Bagi peserta yang berisiko dan terdiagnosis penyakit tertentu, ia akan mendapatkan layanan sesuai dengan tata laksana di FKTP. Peserta dengan risiko kesehatan tersebut juga dapat dirujuk sesuai dengan indikasi medis.
Ghufron menyampaikan, dari 15,5 juta peserta JKN-KIS yang sudah memanfaatkan layanan penapisan riwayat kesehatan diketahui sebanyak empat persen memiliki risiko jantung koroner. Selain itu, 2 persen berisiko mengalami diabetes melitus, 2 persen berisiko mengalami gagal ginjal kronik, dan 10 persen berisiko hipertensi.
Dari 15,5 juta peserta JKN-KIS yang sudah memanfaatkan layanan penapisan riwayat kesehatan, diketahui 4 persen memiliki risiko jantung koroner.
Peserta yang memiliki risiko kesehatan tersebut ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik. Setelah itu, peserta yang berisiko diabetes melitus sebanyak 15 persen, sementara 12 persen terdiagnosis hipertensi.
Selain layanan skrining riwayat kesehatan dan diabetes melitus, peserta JKN-KIS juga bisa memanfaatkan layanan penapisan kanker serviks dengan pemeriksaan IVA dan papsmear, serta layanan penapisan kanker payudara melalui pemeriksaan payudara klinis. Penapisan kesehatan dapat dilakukan melalui aplikasi Mobile JKN, layanan CHIKA, laman web BPJS Kesehatan, ataupun berkunjung langsung ke FKTP.
Mutu layanan
Ghufron menuturkan, BPJS Kesehatan kini akan fokus meningkatkan mutu layanan bagi peserta JKN-KIS. Hal itu diharapkan bisa terlaksana secara optimal dengan kondisi keuangan dana jaminan sosial kesehatan yang semakin membaik.
Data per 2022 menunjukkan aset bersih dana jaminan sosial kesehatan mencapai Rp 56,5 triliun. Dana tersebut setidaknya dapat mencukupi 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim biaya kesehatan ke depan.
Terkait peningkatan mutu layanan JKN, Ghufron menyampaikan, ada tiga aspek yang akan diupayakan, yakni kemudahan akses dan administrasi layanan kesehatan, kecepatan antrean layanan di fasilitas kesehatan dan respons pelayanan, serta kesetaraan dalam pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Upaya yang telah dilakukan untuk memudahkan akses layanan, antara lain, penggunaan nomor induk kependudukan dan digitalisasi dalam mengakses layanan di fasilitas kesehatan.
”Dalam peningkatan mutu layanan butuh peran berbagai pihak, tidak hanya BPJS Kesehatan. Itu terkait pula dengan infrastruktur kesehatan yang memadai,” ucapnya.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, mengatakan, ekosistem program JKN-KIS telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi pembiayaan dana jaminan kesehatan pun masih terkendali. Bahkan, iuran program JKN-KIS tidak perlu naik setidaknya sampai 2025.
Meski begitu, cakupan kepesertaan masih menjadi catatan yang perlu diperhatikan BPJS Kesehatan. Pemerintah telah menargetkan cakupan kepesertaan JKN-KIS pada 2024 mencapai 98 persen. Namun, cakupan kepesertaan saat ini masih mencapai 90,34 persen.
”Selain cakupan kepesertaan, reaktivasi peserta juga menjadi persoalan. Setidaknya, ada 18 persen peserta yang tidak aktif. Jika peserta tidak aktif, manfaat layanan tentu tidak bisa digunakan oleh peserta,” tuturnya.