Pemerintah gencar mempromosikan investasi di Ibu Kota Nusantara kepada para peserta KTT Ke-43 ASEAN. Pembangunan ibu kota baru tersebut diharapkan berdasarkan prinsip berkelanjutan.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Promosi untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara atau IKN dengan prinsip keberlanjutan ditawarkan pemerintah kepada negara peserta KTT Ke-43 ASEAN. Namun, masyarakat sipil menilai komitmen pembangunan berkelanjutan itu belum sesuai kondisi nyata masyarakat di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sehingga rawan menimbulkan masalah sosial dan lingkungan.
Dalam naskah akademik perencanaan IKN, ada delapan suku asli yang teridentifikasi menghuni wilayah calon IKN. Beberapa suku asli itu meliputi, antara lain, suku Balik, suku Paser, suku Kutai, suku Bajau, suku Dayak Basap, suku Dayak Kenyah, suku Dayak Benuaq, dan suku Dayak Tunjung.
Jika tidak dipersiapkan dengan baik, kehadiran IKN akan mengubah kehidupan masyarakat adat yang sejak lama bergantung dengan wilayah tersebut.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur Saiduani Nyuk mengatakan, ada empat wilayah adat suku Balik seluas 105.503 hektar yang sebagian termasuk dalam rencana kawasan IKN seluas 92.797 hektar di Penajam Paser Utara.
Mereka sejak awal tidak diberi kesempatan dan tidak dilibatkan pemerintah dalam rencana pemindahan ibu kota.
”Akses ruang hidup, tradisi, dan kebudayaan mereka terancam punah. Apalagi, suku Balik sekarang hanya sedikit yang bisa berbahasa Balik karena diterjang oleh hak guna usaha dari perusahaan dan termasuk IKN nanti,” kata Saiduani dalam diskusi yang digelar Trend Asia di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Peneliti Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, menyebutkan, klaim pemerintah bahwa pembangunan IKN mengusung konsep kota pintar dan kota hijau patut dipertanyakan. Sebab, kehadiran IKN justru mengakibatkan deforestasi besar-besaran di Penajam Paset Utara dan Kutai Kartanegara.
Akses ruang hidup, tradisi, dan kebudayaan mereka terancam punah.
Menurut catatan FWI, dalam periode 2022 sampai Juni 2023 ada aktivitas deforestasi seluas 1.920 hektar di IKN. Terjadi juga pembukaan lahan seluas 16.900 hektar untuk IKN.
Hal ini belum menghitung wilayah di luar Kalimantan Timur, seperti Sulawesi. Sebab, pembangunan ibu kota baru ini membutuhkan bahan baku bangunan dari wilayah sekitar.
”Banyak sebaran hewan bekantan di sana. Mereka tinggal dan berkembang biak di sana dari dulu berjumlah sekitar 3.300 ekor. Jadi, apakah ini pembangunan berkelanjutan yang selama ini digaungkan?” kata Anggi.
Di samping itu, klaim pemerintah hanya kendaraan listrik yang bisa masuk kawasan IKN demi mencapai nol emisi dinilai keliru. Sebab, nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik berasal dari penambangan di Sulawesi, Maluku Utara, dan pulau-pulau kecil di Papua.
”Pemerintah mengusung tema ASEAN Epicentrum of Growth (pusat pengembangan), tetapi sepertinya padanan kalimat yang lebih tepat adalah Epicentrum of Crisis (pusat krisis),” kata Kepala Divisi Riset dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Imam Shofwan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa KTT Ke-43 ASEAN akan menghasilkan 93 komitmen investasi antara negara anggota dan mitra ASEAN. Nilai investasinya diperkirakan mencapai 38 miliar dollar AS atau sekitar Rp 582,378 triliun.
Otorita Ibu Kota Nusantara yang turut mempromosikan investasi pembangunan IKN dalam perhelatan ASEAN Investment Forum 2023: Investments for Sustainable Development, bagian dari KTT Ke-43 ASEAN, di Lagoon Garden Hall, Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (3/9/2023). Di hadapan peserta, mereka menjelaskan keberadaan IKN dan progres pembangunan IKN yang selalu mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Sejumlah peserta yang hadir di anjungan Otorita IKN itu, antara lain, Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn, Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darussalam Amin Liew Abdullah, serta Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Datuk Seri Utama Zafrul bin Tengku Abdul Aziz. Mereka mendengarkan informasi terkait perkembangan pembangunan IKN.
Otorita IKN, diwakili Deputi Pembiayaan dan Investasi Agung Wicaksono, menyampaikan komitmen Pemerintah Indonesia pada IKN. Komitmen itu terlihat, antara lain, dari lahirnya perundang-undangan terkait pemindahan IKN beserta dengan peraturan mengenai insentif.
Insentif tersebut terkait 12 sektor fundamental. Sejumlah sektor tersebut meliputi, antara lain, energi terbarukan, jaringan telekomunikasi, transportasi, perumahan, pengelolaan air, pengelolaan sampah, infrastruktur teknologi, infrastruktur komersial, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial dan publik, fasilitas pendidikan, serta kawasan industri hijau.