Mengatasi Hambatan Belajar dengan Teknologi Digital
Tren pendidikan masa depan semakin memanfaatkan teknologi digital untuk personalisasi pembelajaran. Namun, digitalisasi pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dari segi guru dan infrastruktur.

Sejumlah guru dan pimpinan daerah mempelajari perkembangan teknologi pendidikan digital dalam acara Google for Education, Leader Series Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu (24/5/2023). Dunia pendidikan harus memanfaatkan teknologi pendidikan untuk mendukung pembelajaran siswa yang makin relevan dengan tantangan dan kebutuhan masa depan.
Belajar yang dipersonalisasi dan mudah diakses menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan bagi setiap orang serta menjadikan peserta didik mampu belajar mandiri sepanjang hidupnya. Hal ini merupakan masa depan pendidikan yang dapat dimanfaatkan dari perkembangan teknologi digital, termasuk dengan hadirnya kecerdasan buatan.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Sinombayuga yang berlokasi di pesisir Teluk Tomini di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara, tidak dapat menangkap sinyal alias masuk blankspot area untuk 4G. Bahkan, listrik sekolah pun bisa padam tak menentu waktunya. Saat para guru membutuhkan koneksi internet, mereka harus berada jauh dari sekolah.
Namun, pada tahun 2021, sekolah mendapat bantuan 45 unit chromebook, laptop atau komputer jinjing yang dijalankan dengan sistem operasi ChromeOS dari Google, untuk mendukung pembelajaran. Selain itu, ada router dan proyektor yang dikirim ke sekolah dari anggaran dana alokasi khusus.
”Sekolah senang, tetapi kebingungan bagaimana memanfaatkannya untuk pembelajaran karena terkendala jaringan internet,” kata Salehuddin, guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP Negeri Sinombayuga, saat berbagi cerita dalam acara Google for Education, Leader Series Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Baca juga : Program Digitalisasi Pendidikan untuk Siapa
Salehuddin dan para guru berpikir keras untuk bisa memanfaatkan bantuan teknologi digital untuk pendidikan. Mereka yakin pemanfaatan teknologi akan membantu guru dapat mendorong para siswa senang dan tertarik belajar.
Kendala jaringan internet sempat mematahkan semangat. Setelah berpikir keras, Salehuddin berhasil memanfaatkan bantuan chromebook untuk menghadirkan pembelajaran luar jaringan atau luring (offline)serasa dalam jaringan atau daring (online).
Sekolah senang, tetapi kebingungan bagaimana memanfaatkannya untuk pembelajaran karena terkendala jaringan internet.
Sekolah pun memanfaatkan jaringan dengan local area network (LAN) yang selama ini sekadar dipakai untuk pelaksanaan asesmen nasional berbasis komputer setiap tahun sekali. Selanjutnya buku-buku teks dan bahan bacaan digital hingga video pembelajaran diunduh di chromebook, termasuk laboratorium maya dari portal Rumah Belajar-nya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Meski berada di daerah pelosok, para siswa sudah bisa belajar dengan teknologi digital di sekolah. Saat belajar, para guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan membagikan chromebook yang dipakai untuk belajar, sedangkan guru memfasilitasi dengan diskusi.
Salehuddin berkisah, dirinya sempat kaget karena para siswa berteriak. Saat itu siswa praktikum membuat rangkaian listrik di laboratorium maya yang diakses dari chromebook. Ada siswa yang salah memasukkan baterai sehingga terjadi ledakan yang membuat siswa kaget.
”Untung praktiknya di laboratorium maya, jadi aman. Saya bisa mengulang lagi. Guru pun mengingatkan supaya tidak takut salah dan mencoba hingga berhasil. Belajar offline serasa online di sekolah pun jadi menyenangkan,” ujar Olpa Manil, salah seorang siswi, berbagi pengalaman melalui video.

Tersedianya pembelajaran digital di sekolah memberi peluang bagi banyak anak untuk merasakan belajar secara menyenangkan. Ada siswa yang tidak mempunyai gawai, belum pernah memakai laptop atau komputer jinjing, berkat fasilitas chromebook yang ada di sekolah, para siswa jadi mulai terbiasa belajar mandiri. Saat tidak memahami materi, mereka bisa memutar berulang kali video pembelajaran.
”Teknologi digital yang ada di sekolah kami kelihatannya sederhana dibandingkan dengan yang ada di kota. Namun, dengan cara ini, kami dapat menyiapkan para siswa untuk siap belajar di kota, tidak lagi asing dengan teknologi digital,” ujar Salehuddin.
Siswa berkebutuhan khusus
Pemanfaatan teknologi digital untuk menghadirkan kesetaraan mengakses pembelajaran berkualitas dan menyenangkan tidak hanya dirasakan peserta didik di daerah pelosok, bahkan yang terbatas kekuatan jaringan internetnya. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kehadiran teknologi digital juga mengatasi hambatan belajar.
Darma Kusumah, guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 11 Jakarta, mengaku dirinya sempat bingung saat harus mengajar para siswa penyandang tunarungu. Meskipun lulusan sarjana pendidikan khusus, dia lebih disiapkan untuk mengajar siswa penyandang tunanetra.
Mengatasi hambatan tersebut, Darma memanfaatkan fitur voice typing saat mengajar siswa tunarungu. Meskipun di ruang kelas, aplikasi Google Meet juga digunakan agar Darma tetap bisa berinteraksi dengan siswa tunarungu tanpa menggunakan bahasa isyarat.
Pembelajaran pun bisa disajikan dengan visualisasi yang menarik minat siswa. Darma pernah mengalami kesulitan untuk membuat agar siswa tunagrahita berat mau belajar. Siswa tersebut sering keluar saat belajar. ”Karena ada fasilitas chromebook di sekolah, saya coba ajak siswa belajar. Siswa tunagrahita tersebut jadi lebih tenang dan aktif berpartisipasi untuk belajar bersama temannya serta lebih mudah dibujuk tanpa emosi berlebihan,” tuturnya.
Namun, Darma kesulitan mengatasi cara belajar siswa tunagrahita saat menyajikan materi bersifat abstrak. Saat menjelaskan materi bumi bulat, misalnya, Darma tak lagi menggunakan globe. Dia mengajak siswa membuka Google Earth yang menyajikan visualisasi menarik. ”Saya mencoba memberikan pertanyaan yang bisa memikat. Fitur-fitur teknologi di Google bisa saya pakai untuk pembelajaran siswa,” ujar Darma.
Dukungan untuk siswa berkebutuhan khusus juga dilakukan melalui program pendidikan vokasi teknologi digital. Salah satunya ada dukungan pelatihan kecakapan digital dari program Laptop for Builders yang dilakukan AWS bersama Yayasan Sagasitas dan organisasi lainnya. Selain itu juga diberikan bagi siswa SMA/madrasah aliyah dan pondok pesantren.
Baca juga : Anak-anak Berkebutuhan Khusus Membingkai Masa Depan dari Rumah

Pelajar dan guru di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, mendapatkan pelatihan dasar-dasar web dan komputasi awan lewat program Laptop for Builders yang digagas AWS di MAN 1 Yogyakarta, Selasa (14/2/2022). Bekal keterampilan digital semakin dibutuhkan generasi muda untuk meningkatkan daya saing di dunia kerja dan menambah talenta digital Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Director of AWS Training and Certification Asia Pasifik dan Jepang Andrew Sklar menjelaskan upaya AWS dalam meningkatkan keterampilan talenta, dengan penekanan pada program lokal yang dikhususkan untuk Indonesia, yaitu Laptop for Buildersdimulai pada tahun 2020 di masa pandemi Covid-19. Program tersebut telah melatih lebih dari 300.000 siswa.
Program Laptop for Builders diberikan secara gratis untuk memberikan materi pelajaran mengenai desain web dan dasar-dasar cloud dalam bahasa Indonesia, kemudian mendonasikan laptop guna mendukung infrastruktur belajar. Selanjutnya, para instruktur ini akan mendistribusikan materi pelatihan serta laptop ke sekolah-sekolah di berbagai penjuru negeri.
Tren pendidikan
Vice President and General Manager Google for Education Shantanu Sinha mengutarakan, transformasi pendidikan Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital memberi harapan untuk menjawab pendidikan di masa depan. Untuk acara Leader Series yang direncanakan Google for Education di beberapa negara ini, Indonesia dipilih sebagai negara pertama digelarnya acara ini. Acara juga akan dilakukan di Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Taiwan.
Dalam kesempatan itu, pemerintah pusat, pimpinan daerah, dinas pendidikan daerah, pendidik, hingga dunia usaha bisa saling belajar tentang masa depan pembelajaran dengan hadirnya teknologi, salah satunya yang menjadi komitmen Google. Ada berbagai pengalaman dan praktik baik dari Indonesia, Jepang, dan Selandia Baru tentang pemanfaatan teknologi digital guna mendukung kemajuan dunia pendidikan yang relevan menyiapkan generasi masa depan berbeda dari zaman sebelumnya.
Shantanu menambahkan, ada tiga tren yang menentukan masa depan pendidikan, yakni memersonalisasi proses belajar, meningkatkan kualitas pengajar, dan beralih ke pola pikir pembelajaran seumur hidup. Para guru sudah memahami perlunya personalisasi belajar karena tiap orang unik dari motivasi, cara belajar, hingga kecepatan belajar. Namun, untuk melakukannya tidak mudah dan butuh waktu karena jumlah siswa yang banyak serta butuh usaha lebih banyak.
Dalam pertemuan, misalnya, ada keluhan dari para guru yang merasa tidak didukung terkait penguatan kompetensi pemanfaatan teknologi digital dalam pembelajaran. Program pembagian chromebook ke sekolah-sekolah sudah masif, tetapi kesiapan sekolah beragam.
Fasilitas tersebut ada yang sudah dirasakan manfaatnya oleh pendidik dan siswa karena dioptimalkan untuk pembelajaran dan administrasi. Sebaliknya, banyak juga fasilitas yang belum dipakai, atau hanya digunakan untuk urusan administrasi, karena para guru belum dilatih untuk memanfaatkannya.

Guru dari berbagai daerah di Indonesia diajak untuk mulai mengoptimalkan teknologi digital dalam pembelajaran. Para guru mendapatkan kesempatan untuk menjelajahi fasilitas pembelajaran di chromebook yang semakin banyak dikirimkan ke sekolah-sekolah oleh Kemendikbudristek bekerja sama dengan Google for Education.
Guna mendukung transformasi pendidikan di dunia, terutama di Indonesia yang kini berubah, Google merilis Laporan ”Masa Depan Pendidikan Indonesia: Lima Tema”. Lima tema tersebut mencakup meningkatkan kondisi lingkungan belajar, meningkatkan literasi digital guru, mengurangi beban administrasi, pengalaman belajar yang kontekstual, serta mendorong pembelajaran mandiri yang berpusat pada siswa.
Indonesia perlu meningkatkan kondisi lingkungan belajar dengan menunjang pembangunan infrastruktur digital yang berdampingan juga dengan pelatihan berpikir kritis guna membantu siswa menjelajahi dunia digital baru. Hal lainnya, meningkatkan literasi digital guru agar mereka lebih memahami teknologi dan menerapkannya di kelas secara efektif.
Menurut Shantanu, Google for Education juga membantu para pengajar berkolaborasi dengan adanya Google Educators Group. Hal serupa dilakukan Kemendikbudristek dengan hadirnya Platform Merdeka Mengajar. ”Merdeka Belajar dengan Kurikulum Merdeka mengakui keunikan tiap siswa dalam belajar. Teknologi dikembangkan untuk mendukung guru mampu memersonalisasi pembelajaran secara menyenangkan bagi setiap siswa,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan Merdeka Belajar menjadi transformasi pendidikan terbesar dalam sejarah Indonesia. Kurikulum Merdeka bisa sukarela diterapkan lebih dari 300.000 satuan pendidikan. Ada dukungan bagi para pendidik dan sekolah untuk menerapkannya dengan platform Merdeka Mengajar. Dukungan platform digital disediakan dari pelaporan keuangan, asesmen nasional, hingga evaluasi pendidikan.
Baca juga : Digitalisasi Pendidikan Bukan Sekadar Beralih ke Platform