Digitalisasi Pendidikan Bukan Sekadar Beralih ke Platform
Digitalisasi pendidikan bisa mempercepat transformasi pendidikan bermutu. Namun, digitalisasi tidak sekadar mengenai platform digital.

Siswa level 2 SD Islam Al Bayan mengerjakan soal penilaian akhir tahun secara daring di rumahnya di Kota Tangerang, Banten, Rabu (29/4/2020). Pelaksanaan ujian yang menentukan kenaikan kelas ini terpaksa dilakukan secara daring karena pandemi Covid-19.
Digitalisasi pendidikan menjadi program prioritas yang dibanggakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, peta jalan digitalisasi pendidikan masih berkutat pada perpindahan platform dan belum menyentuh esensi transformasi pendidikan dengan memanfaatkan teknologi.
Sejauh ini pencapaian angka penyaluran perangkat teknologi informasi dan komunikasi hingga pemakaian platform pendidikan yang mencapai belasan juta pengguna menjadi klaim keberhasilan pemerintah.
Dalam rapat kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat pada pekan keempat Januari 2023, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dengan optimistis memaparkan capaian digitalisasi pendidikan.
Pencapaian itu meliputi pendistribusian hardware (perangkat keras), pelatihan, pembuatan platform pendidikan, dan jumlah sasaran pengguna. Capaian digitalisasi pendidikan itu jadi uraian pertama Nadiem terkait capaian kinerja program prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
”Hal ini jadi momen sangat historis. Sebagai contoh, Platform Merdeka Mengajar, sudah lebih dari 2 juta orang yang log in. Ada 150.731 sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka mengakses platform ini. Benar-benar penghematan triliuan rupiah daripada menerapkan secara fisik,” kata Nadiem.

Warga melihat Sistem Aplikasi Guru Surabaya (Siagus) yang dibuat Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (14/1/2020). Aplikasi tersebut memuat panduan tugas administratif, antara lain menyelesaikan Sasaran Kerja Pegawai (SKP), Penilaian Kinerja Guru (PKG), Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan Surat Keputusan Proses Belajar-Mengajar.
Selama periode tahun 2020-2023 sebanyak 71.991 sekolah formal menerima bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Selain itu lebih dari 1,25 juta perangkat TIK diberikan untuk mendukung program digitalisasi sekolah.
Penggunaan empat platform digital pada tahun 2022 merupakan sumbangsih Kemendikbudristek untuk sekolah. Empat platform digital itu meliputi Platform Merdeka Mengajar untuk guru belajar dan berbagi terkait Kurikulum Merdeka dan aplikasi RKAS untuk pelaporan keuangan oleh sekolah dan kepala daerah
Selain itu, dua aplikasi lainnya yakni SIPLah untuk membelanjakan kebutuhan sekolah dengan dana bantuan operasional sekolah, serta TanyaBOS lebih dari 13,6 juta pengguna. Hal itu diklaim mempercepat pembelajaran mandiri guru, pelaporan, hingga berbelanja kebutuhan sekolah secara daring dengan tingkat kepuasan tinggi.
Baca juga: Teknologi Digital Dukung Akselerasi Mutu Pendidikan
Evaluasi dampak
Di akhir rapat kerja Komisi X DPR dengan Mendikbudristek yang dibacakan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, Komisi X DPR menekankan agar Kemendikbudristek tak hanya memaparkan data kuantitatif capaian program dan kerjanya.
”Perlu dikaitkan dengan dampak pada peningkatan mutu pendidikan mengacu pada standar nasional pendidikan,” kata Dede.

Komisi X DPR juga menekankan, penyediaan platform digital seharusnya didasari kajian berdasarkan aturan perundang-undangan Perlindungan Data Pribadi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Secara khusus, Platform Merdeka Mengajar dinilai perlu kajian kebutuhan tiap jenjang pendidikan dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) dan sekolah luar biasa beserta proses asesmennya.
Hal sederhana terkait digitalisasi pendidikan misalnya mendorong sekolah dan peserta didik menciptakan konten prestasi dan pendidikan di media sosial di tengah banjir informasi tak bermutu dan hoaks. Digitalisasi pendidikan diharapkan sesuai kebutuhan sekolah, mengutamakan pendidikan karakter dan literasi siswa.
Sesuai kebutuhan
Sementara Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia Arys Hilman Nugraha, dalam webinar Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi, Minggu (29/1/2023), mengingatkan agar digitalisasi pendidikan tak sekadar pindah dari satu platform pada platform digital lainnya.

Murid SD mengikuti Olimpiade Sains tingkat Provinsi Jawa Tengah secara daring menggunakan aplikasi Zoom di rumahnya di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Minggu (30/8/2020). Keberadaan bermacam peranti lunak percakapan video berbasis internet memungkinkan sejumlah kompetisi pendidikan tetap dilangsungkan selama pandemi meski harus secara daring.
Transformasi digitalisasi pendidikan dengan memanfaatkan teknologi harus mampu menawarkan pendidikan sesuai kondisi dan kebutuhan peserta didik untuk bekembang.
Arys menilai digitalisasi pendidikan terkait pembelajaran di sekolah belum menyentuh pola pikir dan mental. Terkait buku pelajaran, misalnya, digitalisasi sebatas membuat buku pelajaran cetak menjadi versi PDF yang lebih mudah distribusi dan aksesnya.
”Kalau hanya PDF, ini kemunduran dari konten di era digital, apalagi menuju Society 5.0. Yang harus diperhatikan untuk aspek digitalisasi, khususnya buku pelajaran, mencakup interaksi. Kita belum sampai ke sana, masih asyik ke desain yang diam atau musik dan suara, tetapi belum kuat interaksinya,” kata Arys.
Menurut Arys, digitalisasi pendidikan hendaknya tidak sekadar foksu pada pemenuhan alat TIK dan pembuatan platform, tetapi konten-konten pendukung yang interaktif, yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa masa kini dan masa depan juga jadi hal strategis yang perlu disiapkan.
Baca juga: Siswa Alami Dampak Psikologis Pembelajaran Jarak Jauh Paling Nyata

Salmon Wahani Budisatrio (25) dalam sebuah rapat. Ia mengelola Sekolah Rumah Pelangi Indonesia Cyberschool dengan memanfaatkan pendidikan jarak jauh. Ia banyak berbagi dengan guru dan sekolah di sejumlah daerah di Indonesia soal PJJ.
Dhitta Puti Sarasvati, pengajar calon guru yang juga melatih guru dalam pendidikan matematika dan literasi, menuturkan, para guru tak hanya butuh sumber belajar dari platform untuk belajar secara mandiri, tetapi juga butuh bimbingan. Karena itu, digitalisasi pendidikan dan pelatihan perlu memfasilitasi interaksi guru.
Yang harus diperhatikan untuk aspek digitalisasi, khususnya buku pelajaran, mencakup interaksi. Kita belum sampai ke sana, masih asyik ke desain yang diam atau musik dan suara, tetapi belum kuat interaksinya.
Namun, pemakaian platform pendidikan tak lepas dari paksaan dinas pendidikan, pengawas, dan kepala sekolah. Sebagai contoh, untuk platform pendidikan gratis dari Kemendikbudristek, jika jumlah pengakses dari guru dan sekolah rendah, ada gerakan mewajibkan guru mengakses platform itu. Jadi, pencapaian kuantitatif perlu dikritisi.
Dhitta mengkritisi pelaksanaan seperti Asesmen Nasional Berbasis Komputer yang kerap tak berempati pada daerah terpencil. Ada anak-anak yang menyeberangi lautan demi bisa mengikuti asesmen nasional berbasis komputer karena di sekolah tidak ada fasilitas komputer atau internet. Digitalisasi tidak harus meninggalkan mereka yang ada di daerah terpencil dan jauh dari akses teknologi digital.
Bukti dampak positif
Guru Besar Pendidikan Natalia Kucirkova dariUniversity of Stavanger Norwegia dan Universitas Terbuka Inggris dalam tulisannya bertajuk ”Mengapa Reformasi Bukti EdTech Membutuhkan Tolok Ukur Kualitas Global” memaparkan penggunaan teknologi pendidikan (EdTech) selama pandemi Covid-19 mengungkapkan kelemahan struktural sistem EdTech.
Kelemahan itu mulai dari cara perancangannya hingga cara pendanaan, pemilihan, dan penerapannya oleh sekolah. Untuk itu, reformasi bukti EdTech diusulkan. Reformasi hanya berhasil jika upaya nasional yang beragam disatukan dengan strategi global tentang apa yang dianggap sebagai ”bukti” teknologi pendidikan.
”Inti dari reformasi ini adalah konsensus global bahwa sekolah seharusnya hanya memilih teknologi yang terbukti berdampak positif pada pembelajaran anak. Namun, masih ada perbedaan besar cara bukti EdTech didefinisikan, diukur, dan diamanatkan di sejumlah negara,” kata Natalia.

Igbal dan Sisil mengerjakan tugas dalam pendidikan jarak jauh di kios tempat ibunya berjualan bensin eceran di jalan Banjir Kanal, Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (23/10/2020). Dengan segala keterbatasan, para pelajar masih terus melaksanakan pendidikan jarak jauh di masa pandemi Covid-19.
Namun, saat berbicara tentang EdTech, definisi bukti alternatif digunakan selama sepuluh tahun terakhir: bukti berupa laporan dan ulasan guru. Solusi EdTech yang mendapat peringkat teratas dari para guru di platform, seperti EdTech Impact atau Educational App Store, mendominasi daftar tim pengadaan sekolah.
Menurut Natalia, pandangan guru tentang apa yang berhasil di kelas tak bertentangan dengan bukti pengukuran ilmiah. Pengalaman guru mesti dipadukan evaluasi ilmiah efektivitas EdTech mempromosikan pembelajaran. Sejauh ini, guru dan ilmuwan tak bisa menggabungkan peringkat bukti mereka secara terkoordinasi.
Sementara itu, J Sumardianta dan Dhitta Puti Sarasvati dalam buku Guru Posting berdiri, Murid Upadte Berlari: Transformasi Pendidik Zaman Kerumunan Virtual mengutarakan, pendidikan terperangkap pada masalah teknis karena menghamba pada industri.
Sejauh ini, pendidikan cenderung bercorak indoktrinatif, mencekoki, alienatif, kurikulum, bahan ajar melimpah, mendewakan nilai dan peringkat, represif, penuh larangan, birokrasi mengekang, dan administrasi yang kaku.
Padahal, dunia pendidikan menghadapi lintas generasi. Ada tuntutan baru bagi guru beralih dari mental birokrat (bekerja secara konvensional) ke mental korporat yang sigap merespons situasi dan senang mencari solusi, bisa bekerja pada atmosfer digital, tetapi kritis dan memanfaatkannya untuk peningkatan kinerja.

Perubahan paradigm pendidik di zaman kerumunan virtual bisa mendukung generasi X dan generasi Y yang mengasuh generasi Z bisa seru, asyik, dan menyenangkan. ”Gurunya membudayakan mentalias korporasi penuh gebrakan. Muridnya bahagia karena diajar para pendidik yang bisa menyelami jiwa zaman,” kata Sumardianta.