Kesejahteraan dan kualitas masih membelenggu karier dosen ataupun guru di negeri ini. Ribuan dosen tetap non-PNS di perguruan tinggi negeri menemui jalan terjal untuk diangkat menjadi ASN PPPK.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
Keresahan menggelayut di hati ribuan dosen dan tenaga kependidikan tetap non-pegawai negeri sipil yang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama. Bayang-bayang kebijakan tiada lagi pegawai honorer atau non-aparatur sipil negara di instansi pemerintah, termasuk perguruan tinggi negeri di pengujung November 2023, membuat perjalanan menjadi pendidik hingga puluhan tahun terancam terhenti.
Tak kuasa lagi menahan hati dan pikiran yang terus gelisah dengan nasib yang semakin di ujung tanduk, ratusan dosen dan tenaga kependidikan (tendik) berstatus non-pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau di Pekanbaru, Senin (17/4/2023), menggelar aksi damai dan aksi solidaritas sebagai bagian Aksi Damai dan Tendik Non-PTS di PTN se-Indonesia. Meksi menjalankan puasa, mereka tetap semangat berkumpul di masjid kampus, lalu berjalan kaki atau longmarch sambil membawa spanduk dan berorasi di depan gerbang kampus.
”Kami bertekad untuk turun ke jalan karena aturan-aturan terhadap dosen tetap non-PNS di PTN yang tidak adil. Banyak yang mengabdi di atas lima tahun, belasan hingga puluhan tahun, dan hampir memasuki usia pensiun, tetapi harus menjalani seleksi ASN pegawai pemerintah dengan perjanjian perja atau PPPK tanpa afirmasi. Nasib kami makin tidak jelas karena Kementerian PAN dan RB menyatakan di 28 November 2023 tidak ada lagi pegawai honorer di instansi pemerintah,” tutur Muammar Kadafi (37), salah satu dosen tetap non-PNS di UIN Suska.
Kami berharap ada keberpihakan yang adil bagi para dosen tetap non-PNS untuk mengawal nasib kami, cendekiawan yang tertindas.
Kadafi yang mengatakan menjadi dosen tetap non-PNS di banyak PTN direstui Kemendikbudristek dan Kemenag pada kurun 2006-2021. Mereka mendapat gaji 80 persen dari dosen PNS sesuai golongan, memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN), mendapat sertifikasi dosen (serdos), dan memliki jabatan fungsional.
Kadafi memulai karier sebagai dosen tetap non-PNS tahun 2021 dengan jabatan fungsional asisten ahli golongan 3B, kini sudah lektor dengan golongan 3D. Kesungguhannya berkarier menjadi dosen ditunjukkan dengan membiayai sendiri kuliah S-3 Administrasi Publik di Universitas Terbuka yang masih dijalaninya.
”Saya masih bisa menyisakan tunjangan-tunjangan, sambil ada tambahan jadi konsultan sehingga bisa membiayai kuliah S-3. Para dosen non-PNS ini memang serius untuk publikasi ilmiah ataupun meningkatkan pendidikan karena ingin berkontribusi juga meningkatkan kualitas pendidikan di kampus. Namun, pemerintah tidak menghargai jerih payah kami. Padahal, keberadaan kami diperhitungkan juga sebagai dosen tetap yang bisa meningkatkan akreditasi program studi hingga perguruan tinggi,” kata Kadafi.
Namun, impian tetap menjadi dosen di kampusnya saat ini seakan buyar. Di tahun 2022, semua dosen dan tendik tetap non-PNS di PTN dites untuk seleksi dosen ASN PPPK. Tes ini dijalankan secara umum, tidak memberi afirmasi pada umur, masa kerja, hingga serdos, seperti adanya afirmasi pada guru honorer yang ikut seleksi ASN PPPK.
”Sebagian besar dosen tetap non-PNS masih gagal. Tesnya saya rasa lebih sulit saat saya mengikuti tes calon dosen PNS. Saya hanya gagal beberapa butir di Bahasa Inggris. Jika di November 2023 nanti tidak ada keputusan tentang nasib dosen tetap non-PNS di PTN ini, berarti, ya, tidak bisa lagi mengajar. Untuk ikut tes calon dosen PNS pun tidak bisa, sudah di atas 35 tahun,” kata Kadafi mengeluhkan.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Ikatan Dosen Tetap Non-PNS Muhtarom mengatakan, para dosen tetap dengan status non-PNS pada 2022 diikutkan uji calon PPPK, sebanyak 9.400 di bawah Kemendikbudristek dan 3.400 di bawah Kementerian Agama. Sekitar 45 persen tidak lulus tes. Saat itu, mereka diangkat pemerintah untuk kebutuhan dosen di PTN berstatus satuan kerja dan badan layanan umum (BLU) karena jumlah dosen yang dipenuhi lewat pengangkatan PNS kurang.
Namun, kebijakan pemerintah membuat dosen yang dikontrak lewat Kemendikbudristek dan Kementerian Agama terancam. ”Tesnya umum, tidak ada afirmasi untuk masa kerja ataupun sertifikasi dosen. Padahal, para dosen ini sudah lama mengajar dan dibayar rendah, ada Rp 1,8 juta per bulan atau Rp 2,1 juta per bulan. Namun, keberpihakan pemerintah untuk mengutamakan pengangkatan lewat PPPK tidak optimal. Beginilah dosen diperlakukan secara tidak adil,” kata Muhtarom dosen di UIN Palembang.
”Kami berharap ada keberpihakan yang adil bagi para dosen tetap non-PNS untuk mengawal nasib kami, cendekiawan yang tertindas,” ujar Muhtarom.
Kesedihan yang pilu juga disuarakan perwakilan dosen non-PNS di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Gajah Putih Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Di IAIN Takengon sudah ada yang menjadi dosen selama 35 tahun dan mereka pendiri IAIN Takengon dan berjuang dari saat berstatus swasta hingga dinegerikan. Para dosen rata-rata sudah mendapat serdos 10 tahun.
”Keraguan apalagi yang dipunyai pemerintah untuk mengangkat para dosen ini menjadi PNS, minimal PPPK? Sertifikasi dosen saja tidak dihargai, apalagi pengabdian kami. Namun, para dosen merasa dizalimi, tidak ada pembelaaan dari pemerintah. Bukan hanya tentang status dan kesejahteraan, dosen juga dibebani administrasi. Karier dosen kian terancam,” ujar salah seorang dosen IAN Takengon.
Ribuan dosen tetap non-PNS pun menuntut kepada pemerintah agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, PHK bertahap, atau PHK terselubung setelah 28 November 2023 terhadap tenaga non-PNS di PTN.
”Kami tidak ada pegangan soal tidak adanya PHK massal, bertahap, atau terselubung ini. Sebab, kami mendengar di akhir tahun 2023 tidak ada lagi anggaran untuk tenaga non-PNS. Artinya, kan, kalau tidak ada anggaran, berarti para dosen dan tendik tidak bisa digaji. Ini sama saja cara terselubung mem-PHK kami. Jika tidak ada kejelasan, kami akan segera melakukan aksi untuk menemui Presiden Joko Widodo seusai Lebaran nanti,” ujar Kadafi.
Para dosen dan tendik non-PNS juga menuntut pemerintah melalui Kemen PAN dan RB, Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Agama, dan Kemendikbudristek untuk menyelesaikan pengangkatan seluruh dosen tetap bukan PNS dan tendik non-PNS di lingkungan PTN menjadi ASN sebelum 28 November 2023. Selain itu, mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan revisi RUU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN menjadi undang-undang.
”Jika tuntutan kami tidak direspons dan tidak dilakukan langkah-langkah strategis oleh pemerintah untuk menyelesaikan pengangkatan dosen dan tendik tetap non-PNS, kami akan mengadu ke Istana Negara pada 27 April nanti,” ujar Kadafi.
Guru PPPK
Terkait penuntasan guru PPPK, Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) Penerimaan PPPK menetapkan 250.432 guru lolos pasca-sanggah untuk seleksi tahun 2022 pada Jumat (14/4/2023). Total guru yang diangkat sebagai guru PPPK dari tahun 2021-2022 sebanyak 544.292 orang.
Sejak 2019, Kemendikbudristek terus berupaya menuntaskan permasalahan guru honorer yang telah menahun. ”Penuntasan permasalahan guru honorer diamanahkan Bapak Presiden Joko Widodo kepada saya dan dari awal telah menjadi prioritas saya dan tim di Kemendikbudristek. Alhamdulillah, permasalahan ini semakin terurai meski dalam perjalanannya sangat banyak tantangan,” ujar Nadiem.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menyampaikan apresiasi atas capaian para guru honorer yang telah lolos seleksi. ”Saya turut berbahagia atas upaya kita bersama, terutama para guru honorer, telah membuahkan hasil yang manis. Peserta yang belum mendapat penempatan pada proses seleksi kali ini dapat mengikuti proses seleksi guru ASN PPPK tahun 2023,” tuturnya.
Terkait seleksi guru ASN PPPK tahun 2023, Nunuk Suryani menjelaskan, tersedia lebih dari 600.000 kuota. ”Kuncinya ada pada pemerintah daerah. Kami sangat berharap pemerintah daerah dapat mengajukan usulan formasi semaksimal mungkin,” kata Nunuk menegaskan.