Kemendikbudristek mengubah kebijakan pengusulan penilaian angka kredit yang membebani dosen secara administratif. Pemerintah berjanji akan mengatur ulang mekanisme karier dosen.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Protes keras dari kalangan dosen soal beban administratif pengajuan pengakuan penilaian angka kredit yang memberatkan dosen direspons pemerintah. Ketentuan yang tadinya diberlakukan untuk semua dosen dari perguruan tinggi negeri maupun swasta, akhirnya hanya diberlakukan bagi dosen berstatus aparatur sipil negara.
Protes dosen terkait dengan ketentuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek yang meminta semua dosen di perguruan tinggi di bawah Kemendikbudristek, kementerian/lembaga, dan swasta agar mengajukan pengakuan penilaian angka kredit (PAK) dengan sistem lama supaya bisa disesuaikan dengan aturan baru. Di masa transisi tersebut, banyak dosen harus mengunggah ulang secara manual berbagai bukti dokumen pendukung. Padahal, selama ini para dosen sudah memasukkan berbagai data di beragam platform yang diwajibkan pemerintah.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam, Kamis (13/4/2023), mengeluarkan Surat Edaran Nomor 0275/E/DT.04.01/2023 13 April 2023 Tentang Penilaian hasil kerja dosen sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 1 Tahun 2023. "Aturan untuk Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Jabatan Fungsional hanya berlaku untuk dosen dengan status aparatur sipil negara, yaitu dosen dengan status pegawai negeri sipil dan dosen dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Aturan ini tidak berlaku untuk dosen non-aparatur sipil negara," ujar Nizam.
Sebelumnya, aturan diberlakukan untuk semua dosen. Tenggat waktu di tingkat fakultas yang awalnya 15 April diprotes karena banyak administrasi yang harus diunggah ke sistem yang berbeda secara manual. Hal ini dinilai menambah beban administrasi dosen.
Sesuai Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023, diatur bahwa hasil kerja pejabat fungsional yang dilaksanakan sampai dengan 31 Desember 2022 akan dinilai angka kreditnya paling lambat tanggal 30 Juni 2023. Untuk mengakomodasi tenggat waktu di atas, Kemendikbudristek akan mengoptimalkan pengumpulan data hasil kerja dosen dari aplikasi yang dikelola oleh kementerian serta sistem perguruan tinggi.
Adapun, dosen yang sudah mengumpulkan data hasil kerja sampai dengan 31 Desember 2022 pada aplikasi SISTER yang dikelola oleh Kemendikbudristek atau pada aplikasi/sistem/mekanisme internal perguruan tinggi pada perguruan tinggi yang belum menggunakan aplikasi SISTER, tidak perlu mengumpulkan data ulang.
Dosen yang belum mengumpulkan data hasil kerja sampai dengan 31 Desember 2022, dipersilakan untuk mengumpulkan data hasil kerjanya pada aplikasi SISTER yang dikelola oleh Kemendikbudristek, atau pada aplikasi/sistem/mekanisme internal perguruan tinggi pada perguruan tinggi yang belum menggunakan aplikasi SISTER, sampai dengan tanggal 15 Mei 2023.
Nizam memaparkan, Kemendikbudristek akan menyediakan waktu dan mekanisme bagi dosen dan perguruan tinggi untuk melakukan validasi dan melengkapi data yang telah tersedia pada tanggal 16 - 31 Mei 2023. Jika dosen dan perguruan tinggi tidak melakukan validasi atau melengkapi data, maka data hasil kerja yang ada akan diteruskan ke proses penilaian.
Adapun, proses penilaian angka kredit terhadap hasil kerja akan dilakukan tanggal 1-30 Juni 2023 sesuai dengan tenggat waktu yang tercantum di dalam Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023. Sesuai ketentuan yang berlaku, penilaian untuk Asisten Ahli dan Lektor merupakan tanggung jawab pemimpin perguruan tinggi, sedangkan penilaian untuk Lektor Kepala dan Guru Besar merupakan tanggung jawab Kemendikbudristek.
Bagi dosen non-aparatur sipil negara, hasil kerja tetap akan dinilai berdasarkan Permendikbud Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen sampai dengan terbitnya peraturan Mendikbudristek baru. "Saat ini tidak ada tenggat waktu pengumpulan hasil kerja bagi dosen non-aparatur sipil negara," kata Nizam.
Implikasi Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 terhadap karier dosen akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Mendikbudristek baru selaku pembina jabatan fungsional dosen. Kemendikbudristek saat ini tengah merancang skema karier dosen yang lebih baik dan selalu terbuka untuk menerima masukan dari semua pihak.
"Kami memahami bahwa telah terjadi kebingungan terkait proses implementasi Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 sampai dengan saat ini. Untuk itu, kami memohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami akan selalu berpihak kepada dosen dengan terus berinovasi, melakukan berbagai perbaikan, serta berupaya memfasilitasi seluruh kebutuhan dosen, termasuk dalam hal mengurangi beban administrasi," kata Nizam.
Sementara itu, Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas menjelaskan, Kemenpan dan RB tidak pernah memberi tenggat waktu 15 April 2023 untuk pengisian angka kredit. Di dalam Pasal 58 Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 sudah jelas disebutkan bahwa semua angka kredit yang telah diperoleh dapat dilakukan penilaian sampai dengan 30 Juni 2023.
Dengan demikian, para pejabat fungsional diberikan kesempatan untuk menata angka kredit masing-masing agar angka kredit yang diperoleh tetap diperhitungkan (tidak hangus) sebagai kinerja yang bersangkutan, sehingga tidak merugikan pejabat fungsional yang bersangkutan.
"Terkait adanya Surat Direktur Sumber Daya Kemendikbudristek yang menyatakan bahwa batas akhir penyampaian daftar usulan PAK atau DUPAK sampai dengan tanggal 15 Mei 2023, kami akan menyarankan kepada Kemendikbudristek dalam masa transisi ini untuk dapat menerima berkas penilaian kinerja dosen sampai dengan 30 Juni 2023, dan melakukan validasi sampai dengan 31 Desember 2023 agar para dosen dapat mempersiapkan penilaian kinerja masing-masing. Sekaligus Kemendikbudristek (sebagai instansi pembina) dapat melakukan penyempurnaan terhadap aplikasi yang ada saat ini," papar Azwar.
Lebih lanjut dipaparkan Azwar, Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 justru memudahkan penilaian atau tidak membebani secara administratif. Tujuannya untuk memberikan ruang kepada pejabat fungsional dalam mencapai kinerja sehingga tidak lagi dibebani dengan administrasi penyusunan DUPAK. Sebab, angka kredit diperoleh dari penilaian predikat kinerja yang dikonversi ke dalam angka kredit (setelah 30 Juni 2023).
Menjadikan dosen sebagai manusia birokrasi tak ubahnya menempatkan dosen sebagai buruh pemerintah. Hal ini merendahkan martabat dosen.
Dalam hal ini, untuk jabatan fungsional dosen, memungkinkan angka kredit tidak hanya didapatkan dari predikat kinerja, akan tetapi juga bisa berasal dari pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan prestasi kerja lainnya (publikasi ilmiah, penelitian, pengabdian masyarakat, penghargaan, menduduki jabatan manajerial/pimpinan, dan sebagainya).
Oleh karena itu, dimungkinkan terjadinya akselerasi pengembangan karir dari para dosen. Adapun, jenjang profesor dapat dicapai sesuai kinerja dosen.
Jabatan fungsional dosen merupakan mandatori Undang-Undang, sehingga memungkinkan diatur secara khusus oleh instansi pembina (Kemendikbudristek), tidak disamakan dengan jabatan fungsional lainnya.
Hingga, Kamis malam, lebih dari 9.300 orang dan dosen di perguruan tinggi negeri serta swasta mendukung petisi di laman change.org yang menolak kebijakan administratif yang merugikan para dosen. Mereka diminta mengisi data di platform terpisah, bahkan ada yang harus diisi secara manual. Padahal, pelaporan sudah rutin dilakukan selama ini lewat berbagai platform Diktiristek. Waktu yang diberikan terbatas dengan ancaman penilaian angka kredit bisa hangus jika tidak diajukan.
"Beban administratif yang menimpa dosen Indonesia semakin tidak masuk akal. Jika dibiarkan, mutu dosen dan pendidikan tinggi akan terus merosot," kata Benny Setianto, dosen yang memulai petisi bertajuk Mendikbud, Batalkan Deadline 15 April yang Mematikan Karir Dosen!
Secara terpisah Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto mengatakan, dosen terus menjadi objek kebijakan yang terus berganti. Tugas utama dosen saat ini justru lebih fokus untuk melakukan kegiatan-kegiatan administratif pemerintahan.
"Menjadikan dosen sebagai manusia birokrasi tak ubahnya menempatkan dosen sebagai buruh pemerintah. Hal ini merendahkan martabat dosen. Padahal universitas adalah gerakan moral. Maka, dosen seharusnya melakukan kewajibannya sebagai bagian dari gerakan moral," ujar Sulistyowati.