Dosen Keluhkan Pengakuan Angka Kredit yang Bisa Terancam Hangus
Beban administrasi dosen semakin berat. Ketika ada perubahan dalam penilaian jabatan fungsional, para dosen lagi-lagi disibukkan dengan pengisian administrasi.

Jajaran Rektorat Undip hadir dalam wisuda mahasiswa di Gedung Prof Soedarto di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (16/6/2020). Mereka secara bergiliran membacakan nama wisudawan.
JAKARTA, KOMPAS — Dosen-dosen dari perguruan tinggi negeri dan swasta memprotes beban administrasi yang mereka alami. Pengisian berbagai data kinerja tridharma perguruan tinggi yang wajib dilakukan dosen tersebar di berbagai platform, tetapi tidak terintegrasi.
Terakhir, para dosen diharuskan mengisi aplikasi guna mengajukan pengakuan angka kredit untuk kinerja hingga 31 Desember 2022. Sebab, mulai 1 Januari 2023, penghitungan angka kredit sudah mengikuti sistem baru. Pengajuan ini demi penyesuaian angka kredit dosen sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.
Peraturan tersebut merupakan pembaruan dari Permenpan RB Nomor 17 Tahun 2013 jo Nomor 46 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Peraturan ini menuntut landasan lain untuk melakukan penyesuaian dengan pola pikir baru tentang jabatan fungsional aparatur sipil negara (ASN).
Hingga Selasa (11/4/2023) pukul 18.00, lebih dari 4.000 dosen ikut serta menandatangani petisi daring di laman change.org bertajuk Mendikbud, Batalkan Deadline 15 April yang Mematikan Karier Dosen! Petisi ini dimulai oleh salah seorang dosen bernama Benny Setianto.
Berdasarkan penjelasan di petisi, para dosen diberi tenggat 15 April untuk menginput data Tridharma penilaian angka kredit (PAK) di tautan Sijali/Sijago. Para dosen yang tidak memenuhi tenggat waktu terancam kariernya karena angka kredit yang belum diperhitungkan untuk penilaian kenaikan pangkat/jabatan fungsional hingga 31 Desember 2022 otomatis hangus.
Pengisian data untuk pengajuan PAK sesuai sistem baru dinilai membebani dosen, mulai dari pengisian data hingga tenggat waktu yang mepet. Apalagi, berbagai aplikasi yang selama ini diisi dosen tidak terintegrasi saat pengisian untuk PAK.
”Beban administratif yang menimpa dosen Indonesia semakin tidak masuk akal. Jika dibiarkan, mutu dosen dan pendidikan tinggi akan terus merosot,” ujar Benny.
Protes para dosen tersebut terkait dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Diktiristek) yang baru-baru ini mengedarkan Sosialisasi Kebijakan Penyelesaian PAK bagi dosen-dosen di seluruh Indonesia. Kebijakan ini akan membebani dosen dengan kewajiban menginput ulang secara manual data Tridharma yang sangat banyak ke dalam sistem baru dan dalam waktu yang sangat sempit dengan tenggat 15 April 2023.
Kebijakan mengenai PAK untuk menghitung angka kredit dosen dibutuhkan antara lain untuk kepentingan kenaikan jabatan. Selama ini, semua data Tridharma telah secara rutin diinput oleh dosen ke sistem aplikasi Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (Sister).
Untuk keperluan kenaikan jabatan, Diktiristek kemudian menambah aplikasi baru yang disebut Sijali/Sijago dan mengharuskan dosen menginput kembali secara manual data Tridharma (sejak jenjang jabatan akademik terakhir hingga 31 Desember 2022) yang telah ada di Sister ke Sijali/Sijago.

Dosen Bahasa Inggris mengajar di kelas di Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (13/3/2023).
Keluhan muncul karena aplikasi baru tersebut tidak terintegrasi dengan sistem sebelumnya dan berbeda dari wilayah ke wilayah. Misalnya, untuk Lembaga Layanan Dikti wilayah 3 (Jakarta) digunakan aplikasi Sijali, dan untuk wilayah 6 (Jawa Tengah) digunakan Sijago. Kelemahan sistem yang tidak terintegrasi ini, yang seharusnya diatasi pemerintah, justru dibebankan kepada para dosen.
Jika dosen tidak menginput kembali data Tridharma selama bertahun-tahun ke Sijali/Sijago hingga 15 April 2023, semua kredit Tridharma yang selama ini telah diperoleh akan dianggap nol/tidak ada. ”Dengan kata lain, para dosenlah yang menanggung hukuman beban atas kelemahan sistem yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Benny.
Oleh karena itu, para dosen yang tergabung dalam petisi daring tersebut menyerukan kepada Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim untuk membatalkan tenggat 15 April 2023 (terkait Kebijakan Penyelesaian Penilaian Angka Kredit) dan menghapuskan ancaman sanksi terhadap dosen terkait kebijakan tersebut. Selain itu, mengaudit aplikasi-aplikasi Ditjen Diktiristek yang terlalu banyak dan membebani dosen, serta segera melakukan segera reformasi birokrasi pendidikan.
Dona, salah satu dosen PTS di Kawasan Bekasi, Jawa Barat mengatakan, sebenarnya dosen secara berkala setiap semester telah mengisi beban kerja dosen (BKD). Namun, ternyata untuk pengajuan pengakuan PAK ini harus dimasukkan secara manual dan butuh waktu.
”Sudah tiga hari mengisi masih di bagian pendidikan. Banyak hal yang harus diinput. Harus bersiasat di waktu subuh supaya pas upload data bisa lancar karena banyak yang juga masuk ke sistem,” ujar Dona.
Beban administratif yang menimpa dosen Indonesia semakin tidak masuk akal. Jika dibiarkan, mutu dosen dan pendidikan tinggi akan terus merosot.
Menurut Dona, sebenarnya jika dosen mampu membuat file secara rapi, untuk mengisi aplikasi tidak sulit. Tetapi dengan pengisian manual, jadi butuh waktu, harus mengunggah ulang lagi bukti-bukti seperti pembimbingan, soal jurnal ilmiah, dan lain-lain.
Selain itu, batas waktu yang dinilai mendadak juga membuat dosen kelimpungan. Di tingkat fakultas diminta dimasukkan tanggal 13 April supaya bisa diperiksa kembali agar ketika dikirim pada 15 April tidak ada masalah.
”Saya tentunya akan berusaha maksimal untuk bisa menyelesaikan pengisian data dan melampirkan bukti-buktinya. Saya sudah lektor 200 mau ngajuin untuk lektor 300,” kata Dona.
Secara terpisah, dosen di Fakultas Geografi UGM, Sudaryatno, mengatakan, di kampusnya ada Simaster yang bisa membantu data Tridharma dosen bisa tersimpan rapi. Namun, tetap saja dia perlu mencari lagi berbagai bukti dokumen penunjang yang belum tersimpan dalam data di bawah tahun 2018.
Menurut Sudaryatno, dirinya sudah lama tidak mengurus soal kepangkatan atau jabatan fungsional akademik. Namun, di tahun ini, dirinya akan mengurus kenaikan pangkat ke golongan 4A dan lektor kepala 550. ”Terakhir pengajuan sekitar tahun 2006. Jadi memang sayang jika hangus. Beruntung ada sistem di kampus yang bisa membantu,” katanya.
Baca juga: Dukung Dosen Fokus Tridarma, Beban Administrasi Disederhanakan

Tidak memutakhirkan data
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam pada Webinar Penjelasan dan Diskusi Tindak Lanjut Permenpan RB No 1/2023, Senin (10/4/2023) mengatakan, dosen terkaget-kaget terkait pengisian data pengajuan PAK karena tidak semua perguruan tinggi memiliki sistem yang baik dalam memutakhirkan data di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, Sister, atau basis data lainnya. Akibatnya, para dosen sibuk menemukan bukti dokumen penunjang yang dibutuhkan.
”Kita tidak ingin membebani dosen dengan administrasi. Sudah ada basis pangkalan data, tapi sayangnya belum semua yang siap meng-update. Kebijakan transisi ini kami buat agar jangan sampai angka kredit dosen hangus akibat data yang belum ter-update,” ujar Nizam.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Kiki Yuliati mengaku mendapatkan banyak masukan dari dosen di perguruan tinggi vokasi yang juga kaget dengan berbagai hal yang harus disiapkan, dikumpulkan, dan di-submit ke perguruan tinggi atau Lembaga Layanan Dikti.
”Peran dari pimpinan perguruan tinggi untuk menguatkan sistem pembinaan karier dosen, supaya kalau ada keperluan data seperti ini dosen jadi tidak repot dan sibuk (melakukan) penginputan data ulang atau yang hilang. Perguruan tinggi perlu memastikan para dosen untuk menyimpan dan mendokumentasikan data secara sistematis dan tervalidasi sehingga setiap butuh ada data lengkap,” kata Kiki.
Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek melakukan penyesuaian terhadap PAK dosen dan kewajiban khusus Beban Kerja Dosen (BKD). Upaya ini sebagai dampak dari dikeluarkannya Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Permenpan ini merupakan pembaruan dari Permenpan RB Nomor 17 Tahun 2013 jo Nomor 46 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Peraturan ini menuntut landasan lain untuk melakukan penyesuaian dengan pola pikir baru tentang jabatan fungsional ASN.
Terbitnya Permenpan RB No 1 Tahun 2023 tentang jabatan fungsional ini mengubah tugas ASN secara fundamental. Khususnya terkait dosen sebagai ASN, kini dosen secara fungsional melaksanakan tugas organisasi untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dosen tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai individu, tetapi menjadi bagian dari tujuan institusinya. Hal ini berdampak pada pengukuran kinerja dosen yang akan dievaluasi oleh pimpinan perguruan tinggi.
Akibat dari keluarnya Permenpan RB ini, akan terjadi transformasi di tingkat perguruan tinggi hingga pada kinerja dosen. Namun, tantangan yang harus dihadapi adalah mengakumulasikan kinerja dosen yang telah diperoleh selama ini dalam waktu yang singkat.
”Jadi batas waktu untuk bisa menuntaskan transformasi ini adalah 30 Juni 2023. Nah, karena ini terkait dengan kewajiban-kewajiban khusus dosen dan jabatan fungsionalnya, maka kita mencoba menyinergikan antara Permenpan RB No 1 Tahun 2023 dengan peraturan-peraturan yang berlaku selama ini, agar tidak ada dosen yang dirugikan sehingga akumulasi dari kinerja tetap bisa dilakukan," ujar Nizam saat sosialiasi pada Maret lalu.
Untuk itu, Nizam mengajak seluruh pimpinan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) dan kementerian lain untuk bekerja sama mempersiapkan diri dalam proses penilaian hasil kerja dosen yang telah diperoleh sebelum PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 keluar. Harapannya, seluruh hasil kinerja dosen yang telah diakumulasi hingga 31 Desember 2022 dapat diselesaikan sampai batas waktu yang ditentukan.
Perwakilan Tim Penilaian Angka Kredit Dosen Kemendikbudristek Djoko Santoso menyampaikan, Kemendikbudristek menggunakan prinsip kepercayaan kepada semua pemimpin perguruan tinggi negeri (PTN), LLDikti, dan perguruan tinggi dari kementerian lain untuk dapat melaksanakan penilaian hasil kerja dosen yang telah diperoleh hingga 31 Desember 2022.
”Selanjutnya data dari PTN atau LLDikti nanti akan diakui oleh Ditjen Diktiristek. Tetapi semua perhitungannya dilakukan oleh masing-masing unit tadi,” terang Djoko.
Dikarenakan terbatasnya waktu penilaian PAK yakni hingga 30 Juni 2023, maka untuk memudahkan proses penilaian, para dosen dapat memanfaatkan basis data dari sistem informasi Kemendikbudristek dan sistem informasi lainnya yang valid, antara lain PDDikti, SINTA, BIMA, SISTER, LLDikti, dan SIM PTN/PTS/PT-KL.
”Semua ini bisa dimanfaatkan perguruan tinggi ketika penyusunan, sebelum diserahkan kepada kementerian dan ditetapkan. Jika perguruan tidak mengisi, maka tidak akan diakui atau hangus sehingga angka kredit kumulatifnya seolah-olah per Januari 2023 ke depan, mulai dari awal. Kalau kita mengisi, maka kita akan punya angka kredit yang diakui sejak dari awal,” ujar Djoko.
Untuk jabatan fungsional asisten ahli dan lektor, pengesahan PAK dilakukan pimpinan untuk PTN, sedangkan PTS oleh LL Dikti. Adapun untuk lektor kepala dan guru besar diajukan ke Ditjen Diktiristek dengan melampirkan nama dosen dan angka kredit.
Demi mengejar target, di tingkat perguruan tinggi untuk pengajuan pengakuan ditetapkan 15 Mei. Adapun penetapan dilakukan 30 Juni 2023.
Baca juga: Penilaian Beban Kerja Dosen Belum Berimbang
Dengan Permenpan RB baru tentang jabatan fungsional tersebut, nantinya dosen tidak lagi perlu mengajukan kenaikan pangkat/jabatan fungsional sendiri. Sistem nanti akan menginformasikan dosen naik pangkat atau mendapatkan jabatan fungsional.