Pengajuan Formasi Pemda Kurang, Tidak Semua Guru Honorer Bisa Diangkat
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap belum sejalan soal penuntasan pengangkatan 1 juta guru guna memenuhi kebutuhan sekolah negeri. Pengajuan formasi daerah yang jauh dari kebutuhan menjadi kendala program ini.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Puluhan guru yang tergabung dengan Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) melakukan demo di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/11/2022). Mereka menuntut untuk ditempatkan dan diberikan surat keputusan sebagai guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Menjelang Hari Guru pada 25 November nanti, masih banyak nasib guru yang digantung. Berdasarkan data hasil seleksi guru ASN PPPK tahun 2021, sebanyak 194.000 guru belum mendapat SK dan penempatan walau sudah lulus passing grade.
JAKARTA, KOMPAS — Penyelesaian rekrutmen guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK di tahun 2022 menggunakan mekanisme prioritas dan pengangkatannya memprioritaskan guru yang lulus nilai ambang batas atau passing grade tahun lalu. Namun, tidak semua guru bisa diangkat karena formasi yang diajukan pemerintah daerah kurang, bahkan ada sejumlah daerah yang membatalkan pengajuan formasi guru tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ada 193.954 guru lulus passing grade (PG) yang menjadi prioritas satu pada pengangkatan tahun 2022. Namun, baru 127.186 guru yang mendapat notifikasi mendapatkan penempatan/formasi.
”Kami memahami desakan supaya semua guru lulus PG bisa diangkat tahun ini. Namun, kendalanya tidak semua pemerintah daerah menyediakan formasi. Selain itu, ada juga kelebihan guru atau over supply guru honor di daerah, terutama di kota,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Menurut Nunuk, sesuai prioritas, seharusnya semua guru PG bisa mendapatkan tempat mengajar di tahun ini. Di sisi lain, ada kebijakan penempatan guru seleksi tahun 2022 yang tidak boleh menggeser guru honorer di sekolah induk meskipun belum lulus PG. Kenyataannya, di data pokok pendidikan (Dapodik) ada 233.540 guru honor yang berada di sekolah, tetapi tidak memenuhi ketentuan jam mengajar.
”Kami sebenarnya sudah meminta kepada pemerintah daerah untuk meredistribusi guru yang bertumpuk di daerah dulu sebelum pengangkatan guru ASN berstatus PPPK. Namun, hal ini tidak optimal dilakukan. Jadi tetap sulit untuk menempatkan semua guru lulus PG sebagai prioritas satu selama pemda tidak menyediakan formasi dan tidak menata ulang kelebihan guru yang ada,” jelas Nunuk.
Nunuk mengatakan, ada sejumlah daerah yang membatalkan pengajuan formasi sehingga guru PG otomatis tidak bisa diangkat tahun ini. Hingga saat ini, pembatalan datang dari Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, dan Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Kemendikbudristek terus mengadvokasi pemda untuk membuka formasi. Sebab, untuk penggajian guru sudah disediakan pemerintah pusat. Selain itu, juga akan dibahas peluang bagi Kemendikbudristek untuk bisa mengusulkan formasi agar kuota kebutuhan satu juta guru bisa tuntas tahun 2023.
DOKUMENTASI DITJEN GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KEMENDIKBUDRISTEK
Rencana penempatan guru lulus passing grade untuk memenuhi kuota satu juta guru ASN PPPK tahun 2022 oleh Kemendikbudristek.
Sebelumnya, Direktur Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Adriyanto menjelaskan, penggajian guru ASN PPPK dari pemerintah pusat disalurkan melalui dana alokasi umum (DAU). Namun, ada ketentuan belanja pegawai/gaji ASN daerah maksimal 30 persen saja dari APBD.
Di tahun 2021, gaji ASN PPPK yang ditransfer pemerintah pusat ke DAU sebesar Rp 24 triliun, lalu di tahun 2022 senilai Rp 14 triliun. Sementara itu, untuk tahun 2023 juga sudah dianggarkan.
”Tinggal pemda segera mengangkat guru PPPK yang sudah lulus seleksi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Yang terseleksi ini, kan, memang yang terbaik. Kalau pemda lamban mengangkat yang sudah terbaik, ya, kerugian bagi pemda,” jelas Adriyanto.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Seorang guru honorer menyampaikan aspirasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (07/11/2022). Guru honorer ini tergabung dengan Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI).
Perjuangkan nasib
Guru-guru lulus PG dari sekolah negeri dan swasta yang datang dari sejumlah daerah berunjuk rasa ke DPR dan Kemendikbudristek, Senin (7/11/2022). Mereka sudah menunggu hampir satu tahun, tetapi tidak juga ada kepastian pengangkatan.
Mereka mendesak supaya seleksi guru PPPK tahun ini sepenuhnya menuntaskan guru lulus PG dulu tanpa ada prioritas kedua, ketiga, atau umum. Para guru lulus PG menilai mekanisme yang ada tidak adil. Sebab, mereka yang lulus PG tetapi tidak mendapat formasi dan bisa turun prioritas.
Para guru ini bahkan harus melalui penilaian kembali. Mereka juga bersaing dengan guru honorer yang pernah ikut seleksi tetapi tidak lulus PG.
Ada 193.954 guru lulus passing grade (PG) yang menjadi prioritas satu pada pengangkatan tahun 2022. Namun, baru 127.186 guru yang mendapat notifikasi mendapatkan penempatan/formasi.
”Mekanisme seleksi tahun 2022 ini tetap tidak jelas bagi kami yang sudah lulus tes dan menunggu setahun. Kalau kami turun ke prioritas dua, tiga, atau umum, lalu nanti ada penilaian lagi, ya berarti tidak ada kepastian karena bisa subyektif. Kan, katanya ada kuota 1 juta guru, masak kami yang sudah lulus ini tidak bisa diselesaikan dulu sehingga tidak perlu membuka prioritas selanjutnya,” kata Ida (nama disamarkan), salah satu guru SMP swasta di Kabupaten Brebes.
Ibu guru tersebut sampai saat ini masih mengajar di SMP swasta. Sebagai guru honorer dia dibayar Rp 15.000 per jam. Saat ini dia mendapat 12 jam mengajar per minggu.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Salah seorang guru lulus passing grade yang ikut berunjuk rasa di kantor Kemendikbudristek di Jakarta, Senin (7/11/2022), menunjukkan notifikasi yang diterimanya. Guru honorer yang sudah lulus tes di tahun 2021 tetapi belum mendapat formasi tersebut diinformasikan tidak bisa masuk dalam prioritas satu yang mendapatkan sekolah tempat mengajar di tahun 2022.
Baru-baru ini, guru Bahasa Inggris tersebut mendapat notifikasi dari Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) ASN PPPK tahun 2022 bahwa dirinya tidak mendapatkan penempatan. Dia diperbolehkan untuk turun prioritas.
”Tapi, turun prioritas juga tidak bisa karena tidak ada formasi. Saya juga mikir-mikir kalau menyetujui turun prioritas karena tidak adil. Masak, saya yang sudah lulus tes harus lagi ikut penilaian yang bisa subyektif yang belum tentu juga bisa diterima. Saya bingung, makanya ikut kembali berjuang bersama teman-teman yang senasib dari sejumlah daerah,” ujarnya.
Salah satu guru SMK swasta di Banten, Ibu A, juga ikut berunjuk rasa untuk memperjuangkan nasibnya. Dirinya mendapat notifikasi di akunnya bahwa formasi sebagai guru akuntansi tidak tidak tersedia. Dia pun tidak dapat melanjutkan pendaftaran.
”Untuk guru swasta yang sudah lulus PG tetapi di daerah tidak ada formasi, bisa turun prioritas jadi umum. Artinya, harus ikut seleksi lagi dengan peserta umum. Ini kan tidak adil,” kata A.
A mengaku sudah tidak mendapat jam mengajar di sekolahnya setelah beredar hoaks daftar penempatan guru lulus PG pada Agustus lalu. Dari sekolahnya, A mendapat gaji sebesar Rp 350.000 per bulan, padahal sudah mengajar sekitar 14 tahun sebagai honorer. Kini, A mencari penghasilan dengan menjadi penjual buah secara daring.
”Tadinya di Banten kan ada 1.700-an formasi untuk guru SMA/SMK. Awalnya saya merasa yakin bisa terangkat. Tapi pas pengumuman yang diangkat hanya 500 guru PG saja yang honor sekolah negeri,” kata A.