Informasi yang berbeda antar kementerian terkait anggaran untuk guru PPPK tak hanya menimbulkan polemik, tetapi juga menyimpan masalah baru. Perlu terobosan kebijakan anggaran yang berpihak pada guru PPPK.
Oleh
Yovita Arika
·5 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Suhendi, guru honorer, mengajar di kelas jauh SD Kuta Karang 3, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Foto diambil pada 2015.
Perekrutan satu juta guru pegawai pemerintah dengan penjanjian kerja merupakan langkah terobosan untuk mengatasi kekurangan guru aparatur sipil negara di sekolah negeri dan menyelesaikan masalah guru honorer. Namun langkah ini terkendala anggaran.
Hingga kini usulan formasi guru PPPK dari pemerintah daerah baru 523.120, di bawah jumlah guru honorer yang mencapai 742.459 orang. Sebanyak 27 daerah belum mengajukan usulan, 165 daerah mengusulkan kurang dari 50 persen kebutuhan. Pemerintah daerah kuatir pembayaran gaji dan tunjangan guru PPPK dibebankan pada APBD.
Sejumlah daerah yang mengusulkan formasi guru PPPK sesuai kuota, meyakini anggaran untuk gaji guru PPPK ditanggung pemerintah pusat. Ini sesuai informasi dalam sosialisasi secara tatap muka oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) ASN.
Dalam sejumlah kesempatan, Kemendikbud selalu menyatakan gaji dan tunjangan guru PPPK ditanggung pemerintah pusat. Pun dalam pengumuman rencana seleksi guru PPPK tahun 2021 yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Kemendikbud RI pada 23 November 2020, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran untuk guru PPPK.
“Sebelumnya pemda yang harus menyiapkan anggaran gaji bagi peserta yang lolos seleksi PPPK, tapi di tahun 2021 pemerintah pusat memastikan tersedianya anggaran bagi gaji semua peserta yang lulus seleksi guru PPPK. Oleh karena itu, pemda tak perlu kuatir mengajukan formasi sesuai kebutuhannya,” kata Nadiem. Anggaran tes seleksi pun ditanggung pemerintah pusat.
Tangkapan layar materi pemaparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam pengumuman rencana seleksi guru PPPK tahun 2021 pada 23 November 2020.
Perekrutan guru PPPK tahun 2021 ini kali kedua, perekrutan pada 2019 memprioritaskan guru honorer kategori dua (K2). Namun, penetapan 34.954 guru honorer yang lolos seleksi sempat terkatung-katung karena keuangan daerah. Berdasar Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020, gaji dan tunjangan bagi PPPK yang bekerja di instansi daerah dibebankan pada APBD.
Saat pengumuman rencana seleksi guru PPPK tahun 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan seluruh anggaran rekrutmen guru PPPK dibiayai APBN. Untuk gaji satu juta guru PPPK, pemerintah pusat menyediakan anggaran hingga Rp 24,9 triliun.
Banyak pemda mengatakan, mereka akan merekrut (mengusulkan formasi) kalau ada anggarannya, dan sekarang kami telah menyediakan anggaran.(Sri Mulyani)
“Banyak pemda mengatakan, mereka akan merekrut (mengusulkan formasi) kalau ada anggarannya, dan sekarang kami telah menyediakan anggaran,” kata Sri Mulyani. Dikatakan bahwa pembayaran gaji guru PPPK akan menggunakan jalur APBD melalui transfer umum. Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) setiap bulan dilakukan sesudah pemda menyampaikan realisasi belanja pegawainya.
“Ditanggung APBN”
Pernyataan bahwa gaji dan tunjangan guru PPPK ditanggung pemerintah pusat dipahami sebagai “ditanggung APBN”. Pemerintah Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, misalnya memahami gaji guru PPPK ditanggung APBN melalui DAU tambahan, demikian juga Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemprov Nusa Tenggara Timur. Namun tak sedikit pemda yang meragukan sehingga tidak mengusulkan formasi guru PPPK.
Ketiadaan surat keputusan atau pun surat edaran mengenai komitmen anggaran untuk guru PPPK menimbulkan perbedaan pemahaman antar daerah. Polemik muncul ketika informasi antar kementerian juga berbeda-beda. Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri dalam rapat di Komisi X DPR menyebutkan, gaji dan tunjangan guru PPPK ini tetap mengacu Perpres 98/2020.
KOMPAS/YOVITA ARIKA
Tangkapan layar paparan soal gaji guru PPPK dari Kementerian Keuangan dalam rapat di Komisi X, 24 Maret 2021.
Dalam rapat dengan Komisi II DPR pada 24 Maret 2021, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo pun mengatakan, “Mengenai perpres, gaji dan tunjangan PPPK yang saya pahami (itu) kewenangan daerah. Daerah ada subsidi (dari pusat) lewat DAU. Ini yang masih banyak dipertanyakan daerah, kok gak masuk anggaran pusat.”
Tidak adanya anggaran khusus untuk gaji satu juta guru PPPK semakin jelas ketika Direktur Dana Transfer Umum Kemenkeu Adriyanto mengatakan Kemenkeu sudah menyalurkan anggaran untuk gaji guru PPPK ini dalam DAU bulanan. Namun jika dilihat dari informasi APBN, alokasi anggaran fungsi pendidikan dalam APBN Tahun Anggaran 2021 melalui Tranfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hanya Rp 299,1 triliun, lebih rendah dari TKDD pada TA 2020 yang sebesar Rp 306,9 triliun.
Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan Luly Noermadiono pun mengatakan, tidak ada tambahan anggaran di DAU 2021, justru DAU dikurangi dan ada refocussing 8 persen untuk penanganan Covid-19. “Kalau sistem penggajian guru PPPK akan dibebankan ke APBD, tolong DAU ditambah, bukan mengubah formasi penggunaan DAU,” kata dia dalam rapat di Komisi X DPR.
Tanpa tambahan alokasi anggaran di DAU, pemda menyatakan tak sanggup membayar gaji dan tunjangan guru PPPK. Mengacu Perpres 98/2020, gaji PPPK golongan III (S1/D4) sebesar Rp 2.043.200. Besaran gaji ini belum termasuk tunjangan kinerja dan lain-lain yang besarannya hampir sama dengan gaji.
“Kalau 7.000 guru (PPPK) kali Rp 5 juta, sudah Rp 35 miliar per bulan, dana kami gak ada,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Himam Haris dalam rapat di Komisi X. Di Kabupaten Cianjur terdapat 7.542 guru honorer yang selama ini mengisi kekosongan guru. Jumlah ini sekitar 60 persen total jumlah guru.
Kesimpangsiuran informasi mengenai anggaran bagi 1 juta guru PPPK ini berpotensi mengulang kasus perekrutan guru PPPK pada 2019. Lulus seleksi saja belum menjamin peserta seleksi menjadi guru PPPK, harus ada penetapan dari pemerintah daerah di mana kemampuan keuangan daerah menjadi penentu.
Tanpa terobosan kebijakan terkait anggaran, kekurangan guru akan terus terjadi karena setiap tahun sekitar 6 persen guru pensiun, guru honorer tetap menjadi tumpuan untuk mengisi kekurangan guru. Anggota Komisi X dari Fraksi Golongan Karya Adrianus Asia Sidot mengusulkan Perpres 98/2020 diubah, pemerintah pusat menanggung gaji dan tunjangan guru PPPK.
Dibutuhkan keberpihakan anggaran untuk guru PPPK jika pemerintah ingin mengatasi kekurangan guru dan mengatasi masalah guru honorer. Dengan asumsi gaji dan tunjangan guru PPPK sebesar Rp 4 juta per orang, dibutuhkan anggaran sebesar 48 triliun per tahun. Ini belum termasuk tunjangan profesi sebesar gaji bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.