Pengangkatan guru ASN PPPK pada 2022 tetap bermasalah. Pemerintah daerah belum optimal mengajukan formasi karena masalah anggaran. Akibatnya, banyak guru honorer terkatung-katung.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
FGHLPGSI
Ratusan ribu guru honorer sekolah negeri yang lulus passing grade, tetapi tidak mendapat formasi, yang tergabung di Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPGSI) terus memperjuangkan nasib. Mereka berunjuk rasa untuk meminta pemerintah memprioritaskan pengangkatan mereka menjadi guru ASN PPPK tanpa tes kembali.
JAKARTA, KOMPAS — Penuntasan guru honorer menjadi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja lewat kebijakan pengangkatan satu juta guru dirasa sekadar janji manis. Skema ini masih terkatung-katung, tidak jelas, dan membuat guru merasa lelah ”digantung”.
Janji pemerintah mengangkat sekitar satu juta guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sampai saat ini masih banyak masalah. Sebanyak 42.070 orang dari 293.860 guru yang telah lulus dan mendapat formasi di tahun 2021 masih bermasalah di daerah. Ada laporan guru-guru tersebut sudah mengajar, tetapi belum mendapat gaji.
Di samping itu, sebanyak 193.954 guru yang lulus nilai ambang batas atau passing grade pada 2021 juga belum bisa ditempatkan semua di tahun 2022 karena adanya keterbatasan formasi di daerah. Padahal, sekolah negeri kekurangan guru. Namun, dari kuota pengangkatan tahun 2022 sebanyak 781.844, formasi yang diajukan pemerintah daerah hanya berkisar 40,9 persen atau sebanyak 319.618 guru.
”Banyak drama dalam pengangkatan saju juta guru yang ternyata hanya isapan jempol. Mendikbudristek punya program, tetapi tidak siap dengan aturan dan mekanisme. Para guru honorer sudah lelah menunggu janji penuntasan, terlalu banyak ghosting,” kata Ketua Presidium Pendidik Tenaga Kependidikan Honorer Indonesia Defi Meliyana di webinar Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi (Ngopi Seksi) bertajuk ”Balada Guru Indonesia: Kesenjangan Antara Bukti dan Janji”, Minggu (6/11/2022).
Untuk penuntasan guru lulus passing grade, kata Defi, juga tidak semanis yang dijanjikan pemerintah. Ada prioritas pertama, lalu kedua, atau ketiga. ”Guru yang masuk prioritas satu, misalnya, sudah mulai bisa mendaftar saat ini, tetapi kabupaten/kota/provinsi ada yang tidak menyediakan formasi. Guru lulus passing grade pun bisa turun ke prioritas dua dan seterusnya. Di mana tanggung jawab pemerintah menyelesaikan ratusan ribu guru yang sudah lulus dari tahun 2021,” papar Defi.
Defi pun mempertanyakan niat baik pemerintah untuk menaikkan status dan kesejahteraan guru. Alasan tidak sinkronnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama terkait anggaran, semakin membuktikan tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh untuk berpihak kepada guru.
”Kami bingung pemerintah daerah dan pusat lempar-lemparan tanggung jawab. Masalah ini harus ada solusi. Anggaran pendidikan minimal 20 persen tetap harus diprioritaskan untuk siswa, guru, sekolah, dan pemenuhan sarana prasarana,” kata Defi.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Perwakilan guru honorer tingkat SD dan SMP yang lulus passing grade seleksi PPPK guru beraudiensi dengan pimpinan DPRD Kota Padang, Sumatera Barat, di sela-sela unjuk rasa, Senin (22/8/2022). Para guru menuntut Wali Kota Padang menjelaskan kelanjutan nasib mereka karena pemkot terlambat mengajukan kuota formasi guru PPPK ke Kementerian PAN dan RB. Ada sekitar 1.228 guru honorer di Padang yang bernasib sama dengan peserta aksi.
Ketua Umum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia Heti Kustrianingsih mengatakan, sudah satu tahun para guru menunggu. ”Saya bingung harus menjelaskan gimana ke guru. Masa guru yang lulus passing grade sampai turun prioritas agar bisa dapat formasi. Para guru banyak yang galau, kalau ikut turun prioritas bagaimana nasibnya, kalau enggak juga bagaimana. Seharusnya penempatan guru lulus passing grade ini sudah dipetakan karena memang dibutuhkan di sekolah negeri, tetapi ini gurunya masih harus mikir,” tutur Heti.
Bermasalah
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim mengatakan, berdasarkan data Kemendikbudristek sampai tahun 2024, ada kekurangan sekitar 1,3 juta guru. Dengan demikian, pengangkatan guru honorer ataupun baru menjadi keharusan.
”Sayangnya, manajemen perekrutan guru PPPK carut-marut, tidak profesional. Pengangkatan guru PPPK pertama di tahun 2019 yang berjumlah 34.954 guru saja butuh dua tahun untuk di-SK-kan dan ditempatkan. Jadi, dari perspektif historis pun guru PPK sudah bermasalah dari awalnya,” kata Satriwan.
DOKUMENTASI KEMENDIKBUDRISTEK
Data hasil seleksi guru ASN PPPK Tahun 2021
Satriwan mengatakan, guru yang lulus passing grade harus bisa ditempatkan. Apalagi, guru Tenaga Honorer Kontrak atau THK-2 yang diangkat sebelum 2005 sudah menunggu belasan tahun. Akan tetapi, sampai saat ini, ketika mereka lulus tes, tetap terkatung-katung.
”Guru yang sudah lulus passing grade ini tidak usah ada skema-skema lagi, bahkan pakai turun kelas. Persoalan guru, termasuk guru PPPK ini menjadi keprihatinan nasional. Di bulan guru menyambut Hari Guru Nasional, sudah menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk berkomitmen. Jangan zolim kepada guru, ada yang sudah mengajar jadi guru PPPK, tetapi belum dibayar,” kata Satriwan.
Banyak drama dalam pengangkatan saju juta guru yang ternyata hanya isapan jempol. Mendikbudristek punya program, namun tidak siap dengan aturan dan mekanisme. Para guru honorer sudah lelah menunggu janji penuntasan.
Satriwan menegaskan, sejak awal, urusan pengangkatan guru tidak jelas karena tidak ada desain besar atau peta jalan guru Indonesia mau seperti apa. Carut-marut perekrutan satu juta guru hanya salah satu masalah, belum lagi kompetensi, perlindungan guru, hingga redistribusi guru.
”Kami berharap Presiden Joko Widodo turun tangan membereskan persoalan manajemen guru, khususnya carut-marut rekrutmen guru PPPK dan tunjangan profesi guru. Kami tetap mendesak ada perpres atau sejenisnya yang menetapkan gaji atau upah minimum guru non-ASN,” kata Satriwan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR RI, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Formasi yang akhirnya diajukan pemda berkisar 40,9 persen dari kebutuhan untuk tahun 2022. Perekrutan tetap berlanjut pada 2023.
Untuk seleksi tahun 2022, kata Nunuk, guru lulus passing grade diprioritaskan. Sayangnya, tidak semua bisa mendapat formasi di tahun 2022 karena ada pemda yang tidak mengajukan formasi. Bahkan, ada pemda yang membatalkan formasi yang sudah diajukan.
”Kami terus mengoptimalkan penuntasan guru lulus passing grade, dengan skema prioritas satu sampai tiga tanpa tes. Jika masih ada kuota, baru dibuka untuk umum dengan seleksi tes pada 2023,” kata Nunuk.