Menyandingkan Asa dan Ikhtiar demi Mengakhiri Pandemi
Saat pandemi Covid-19 memuncak, warga dunia ibarat berada di lorong gelap dengan ujung yang belum terlihat. Cahaya mulai tampak di depan ketika kasus melandai. Namun, butuh ikhtiar bersama agar pandemi lekas usai.
Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih mengkaji soal perkembangan pandemi Covid-19. Seperti dituturkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, pandemi memang mengarah ke endemi. Bahkan, ada negara yang sudah lebih dulu mengatakan sudah melampaui pandemi.
Indonesia sendiri, kendati dinilai baik menangani pandemi Covid-19, masih mengkaji kemungkinan menetapkan status endemi. ”Untuk menyatakan bahwa sekarang sudah endemi, pemerintah masih mengkaji. Jangan sampai kita terburu-buru. Kemudian ternyata nanti di belakang ada (lonjakan kasus lagi),” tutur Wapres Amin kepada wartawan di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (22/9/2022).
Menurut Wapres, perubahan status menuju endemi ataupun penghapusan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) baru bisa dilakukan setelah semua pasti dan yakin bahwa kemungkinan penularan Covid-19 sudah dalam posisi yang tidak ada gejolak. Saat ini, pemerintah belum melihat kondisi sangat aman dan siap berubah menjadi endemi.
”Dilihat dari kenaikannya masih sedikit. Namun, untuk memastikan, pemerintah masih menunggu beberapa saat untuk memastikan lagi. Jadi, bersifat hati-hatilah kita,” kata Wapres.
Beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan bahwa pandemi Covid-19 di AS telah berakhir. Meski demikian, dalam konteks di Tanah Air, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu tergesa-gesa menyatakan pandemi telah berakhir. Masyarakat tetap diminta hati-hati dan waspada, apalagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir.
”Kalau untuk Indonesia, saya kira kita harus hati-hati, tetap harus waspada, tidak usah harus tergesa-gesa, tidak usah harus segera menyatakan bahwa pandemi itu sudah selesai, saya kira hati-hati,” ujar Presiden Jokowi dalam keterangan pers seusai peresmian Jalan Tol Cibitung-Cilincing dan Serpong-Balaraja Seksi IA di Gerbang Tol Gabus, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022).
Kalau untuk Indonesia, saya kira kita harus hati-hati, tetap harus waspada, tidak usah harus tergesa-gesa, tidak usah harus segera menyatakan bahwa pandemi itu sudah selesai, saya kira hati-hati.
Menurut Presiden Jokowi, pandemi Covid-19 terjadi di seluruh negara di dunia. Oleh karena itu, yang bisa memberikan pernyataan bahwa pandemi itu sudah usai adalah WHO. ”Ya, pandemi ini, kan, terjadi di seluruh negara di dunia dan yang bisa memberikan statement menyatakan pandemi itu selesai adalah WHO,” tambahnya.
Baca juga: Pidato Jokowi, Gemblengan Pandemi, dan Semangat Bangkit Kembali
Kewaspadaan dan sikap penuh kehati-hatian sangat dibutuhkan dalam menghadapi pandemi. Apalagi, masih ada beberapa negara yang saat ini justru kasus Covid-nya kembali meningkat. ”Ada di satu-dua negara yang sekarang ini juga Covid-nya mulai bangkit naik, hati-hati. Kehati-hatian itu yang sangat kita perlukan,” ujar Presiden Jokowi.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, berpendapat, pernyataan Presiden AS bahwa pandemi telah berakhir tidak beralasan. Pandemi Covid-19 di AS saat ini dalam keadaan buruk dengan kematian 400 orang per hari. Cakupan vaksinasi di AS pun buruk di bawah 70 persen. Kontradiktif dengan pernyataan Biden, Oemerintah AS juga masih memperpanjang status emergency yang akan berakhir Oktober ini.
”Jadi, ini lebih kepada nuansa politisnya saja, ya, dan sekali lagi, mau dikatakan berakhir sekalipun tetap kewenangan dan statusnya ada di WHO dengan meminta masukan para ahli perwakilan negara-negara di dunia atau pertemuan komite yang berkala,” ujar Dicky yang bersama epidemiolog senior I Nyoman Kandun menjadi representasi ahli dari Indonesia untuk WHO.
Jalur tepat
Setiap 3-4 bulan sekali, Dicky dan Nyoman memberi masukan ke WHO. Saat ini, menurut Dicky, Indonesia berada di jalur yang tepat dalam penanganan Covid-19. Namun, masih ada kelemahan dalam lima pilar yang ditetapkan WHO, yaitu pada pemenuhan target pengetesan, pelacakan, dan perawatan (3T), penguatan sistem pelayanan kesehatan, surveilans, serta kemampuan deteksi dan vaksinasi.
Baca juga: Mencermati Tantangan Vaksinasi Dosis Ketiga
Menurut Dicky, vaksinasi dosis penguat juga masih menjadi isu di Indonesia. Apalagi, masih ada kelompok yang belum memperoleh vaksin, terutama anak-anak.
Pandemi merupakan situasi yang tidak mudah ditetapkan dan tidak serta-merta mudah dicabut. Untuk pencabutan pandemi, harus ada rujukan data dan setidaknya sepertiga negara di dunia ini telah memasuki fase terkendali.
”Kita tunggu saja penetapan WHO dan sembari menunggu, ini masa transisi. Apa upaya mencapai lima pilar yang ditetapkan WHO dengan target 3T, penguatan sistem kesehatan, kemampuan deteksi dan vaksinasi, serta surveilans,” tambahnya.
Dicky menegaskan bahwa Covid-19 saat ini masih mematikan. ”Masih mematikan, tetapi karena sudah banyak divaksin tiga dosis sehingga terkesan lemah. Jadi, sebetulnya virus penyebab Covid-19 ini bukan melemah, tetapi modal imunitas kita yang menguat,” ucap Dicky.
Baca juga: Vaksin Penguat Jadi Syarat Perjalanan dan Kegiatan Masyarakat
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pada konferensi pers perkembangan penanganan Covid-19 di Indonesia per 22 September 2022 di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (22/9/2022) petang, menuturkan bahwa saat ini terdapat pandangan yang berbeda tentang status dari pandemi Covid-19.
”Perlu ditelaah lebih lanjut berdasarkan data (menyangkut) bagaimana kondisi Covid-19 di berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk mengukur kesiapan menuju akhir pandemi. Jika dilihat pada tingkat global, sebagian besar negara sudah mengalami penurunan kasus dalam waktu yang cukup lama,” katanya.
Wiku menuturkan, kasus Covid-19 di Jerman dan Italia sudah turun selama dua bulan sejak puncak kasus terakhir. Amerika Serikat, Kanada, dan India kasusnya cenderung stabil setelah awal 2022. Inggris sempat mengalami kenaikan di Maret 2022, tetapi terus menurun setelahnya.
”Di negara tetangga Indonesia sendiri, yaitu Malaysia, sudah enam bulan sejak puncak kasus terakhir, sedangkan Australia dan Singapura sudah dua bulan sejak kenaikan terakhirnya. Korea Selatan dan Jepang menjadi negara yang baru saja pulih dari puncak kasusnya, di mana kedua negara tersebut mengalami puncak kasus di bulan Agustus lalu,” ujar Wiku.
Namun, masih terdapat beberapa negara, seperti Rusia, Perancis, dan Austria, yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 secara mingguan. Rusia mengalami kenaikan sejak bulan Juli 2022, sedangkan Perancis dan Austria baru mengalami kenaikan di bulan ini.
Wiku menuturkan, keadaan ini menjadi bukti bahwa kondisi Covid-19 yang dihadapi sejumlah negara berbeda-beda. Di Indonesia, kondisi Covid-19 sudah stabil sejak puncak terakhir di Maret 2022 akibat varian Omicron. Kasus sempat mengalami kenaikan di Agustus, tetapi angkanya tidak signifikan.
Baca juga: Catatan tentang ”Perang” Melawan Covid-19 dari Sekretariat Kabinet
Kasus aktif dan positivity rate juga terus menurun dengan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) nasional yang stabil di angka 5 persen. ”Kematian yang masih perlu untuk segera ditekan semaksimal mungkin karena saat ini masih mencatatkan lebih dari 100 kematian dalam satu minggu. Angka tersebut terbilang cukup banyak karena kematian tidak hanya sekedar angka, tetapi berarti nyawa,” ujar Wiku.
Selain kesiapan setiap pemerintah daerah, upaya mengakhiri pandemi dan memulai transisi ke endemi perlu didukung kuat kesadaran masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya dan orang lain dapat terefleksi dari cakupan vaksinasi Covid-19, khususnya dosis ketiga.
”Sayangnya, meskipun sudah diberlakukan penegakan aturan wajib booster untuk bepergian dan memasuki tempat umum, nyatanya kenaikan angka cakupan vaksin booster belum signifikan. Sejak diberlakukan program booster pada awal tahun menuju akhir tahun ini cakupannya baru 26 persen saja,” kata Wiku.
Pengaturan wajib booster yang dikeluarkan pada 26 Agustus 2022 juga belum mampu menaikkan cakupan vaksin booster secara signifikan. Hal ini ditandai kenaikan cakupan yang kurang dari 1 persen.
”Kesimpulannya, kita perlu berhati-hati dalam memaknai akhir pandemi. Kita perlu melihat perspektif yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek kesiapan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahnya untuk bersama-sama bertanggung jawab mencegah terjadinya kenaikan kasus di kemudian hari,” ujar Wiku.
Kesimpulannya, kita perlu berhati-hati dalam memaknai akhir pandemi. Kita perlu melihat perspektif yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek kesiapan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahnya untuk bersama-sama bertanggung jawab mencegah terjadinya kenaikan kasus di kemudian hari.
Kita tentu mengharapkan pandemi Covid-19 segera berakhir. Namun, kita pula yang pada akhirnya ikut menentukan akhir pandemi tersebut. Saatnya menyandingkan asa dan upaya bersama demi mengakhiri pandemi di bumi dan negeri ini.