Catatan tentang ”Perang” Melawan Covid-19 dari Sekretariat Kabinet
Dua tahun, Covid-19 melanda Indonesia. Penanganan kesehatan dan pemulihan ekonominya tak lepas dari strategi ”gas dan rem”. Dari buku ”Indonesia dan Covid-19: Kerja Keras di Tengah Pandemi”, terekam perjalanannya.

Pelajar pulang sekolah melewati spanduk protokol kesehatan di Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2022).
Sekretariat Kabinet RI pada Senin, 7 Maret 2022, awal pekan ini meluncurkan buku berjudul Indonesia dan Covid-19: Kerja Keras di Tengah Pandemi. Buku yang memuat perjalanan bangsa Indonesia dalam melewati ujian berat pandemi Covid-19 tersebut, menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, merupakan benang merah kumpulan pidato Presiden Joko Widodo mulai Oktober 2019 hingga Maret 2021.
Saat memberi sambutan pada peluncuran buku tersebut, Pramono menuturkan bahwa dalam menangani pandemi Covid-19, pemerintah terus berupaya menyeimbangkan penanganan kesehatan dengan pemulihan ekonomi nasional. Indonesia pun menjadi salah satu negara yang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berhasil mengatasi permasalahan Covid-19 dengan baik.
”Seperti yang berulangkali disampaikan oleh Bapak Presiden (Jokowi), beliau melakukan dengan (strategi) gas dan rem. Ketika Covid-19 tinggi, maka dilakukan pengetatan dengan berbagai hal, salah satunya dengan PPKM dan sebagainya. Ketika Covid-19 mulai mereda, maka (aktivitas) ekonominya mulai dilonggarkan. Rem dan gas ini menjadi acuan yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Pramono.
Baca juga: "Rem dan Gas" yang Dinanti Publik
Situasi pandemi Covid-19, Pramono melanjutkan, juga tidak menyurutkan langkah pemerintah dalam melakukan transformasi ekonomi dan perubahan perilaku. Demikian pula transformasi fundamental, seperti melalui Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi industri, perbaikan sektor hulu serta hilir, dan sebagainya.

Kegiatan ekspor-impor dilaksanakan di Terminal Peti Kemas Belawan, Medan, Sumatera Utara, 1 Desember 2021.
”Saat ini neraca perdagangan kita merupakan salah satu neraca perdagangan yang mengalami surplus dibandingkan dengan negara lain. (Hal) Ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet sudah on the track,” kata Pramono menunjukkan bukti.
Saat ini neraca perdagangan kita merupakan salah satu neraca perdagangan yang mengalami surplus dibandingkan dengan negara lain. (Hal) Ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet sudah on the track.
Selain Bab I dari buku tersebut berisi pendahuluan dan Bab IV penutup, buku yang diluncurkan Setkab tersebut juga menjabarkan analogi ”gas dan rem” sebagai pedoman penanganan pandemi di Bab III. Pembahasan ”gas dan rem” ini melanjutkan gambaran mengenai pandemi Covid-19 di Indonesia yang mengisi Bab II buku tersebut.
Baca juga: Sinergi Rem dan Gas
Merunut beberapa bulan ke belakang, istilah gas dan rem muncul di pertengahan 2020. Salah satunya, dalam wawancara dengan harian Kompas pada 27 Juni 2020, Presiden Jokowi mengatakan, banyak kepala daerah meminta lockdown. Namun, dalam perhitungan dari sisi kesehatan, sosial politik, dan ekonomi, hal itu dinilai tidak memungkinkan untuk struktur masyarakat Indonesia.
Presiden menyebutkan gas dan rem harus diatur secara pas. ”Gas dan rem ini yang penting banget dalam menjaga keseimbangan dan irama menangani Covid-19,” tutur Presiden Jokowi saat itu.
Gas dan rem harus diatur secara pas. Gas dan rem ini yang penting banget dalam menjaga keseimbangan dan irama menangani Covid-19.

KRL Commuterline melintas di kawasan Pejompongan, Jakarta, 12 Juli 2021. Pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial menekan perekonomian.
Problematika pandemi
Dalam catatan harian Kompas, setelah dua kasus pertama Covid-19 diumumkan, masalah pertama adalah stigmatisasi pasien. Nama pasien dan detail alamat yang terpublikasi serta kesalahpahaman atas penyakit baru sempat membuat pasien tertekan.
Di masa awal Covid-19 merangsek Indonesia kala itu tercatat sempat ada kelangkaan masker. Kalaupun ada, harga masker menjadi lima atau enam kali lipat. Rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 pun awalnya sangat terbatas. Sebuah kondisi yang kemudian mendorong pemerintah melibatkan rumah-rumah sakit swasta untuk menangani pasien Covid-19.
Baca juga: Gotong Royong Mengantisipasi Gelombang Ketiga Covid-19
Di sisi lain, pembatasan mobilitas dan anjuran supaya masyarakat bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah pun tak pelak memukul berbagai sektor, seperti pariwisata dan jasa. Penjualan sektor ritel, misalnya, tercatat turun sekitar 30 persen. Okupansi hotel juga kesulitan mencapai 40 persen.
Kendati mendorong warga mengurangi mobilitas dan lebih banyak beraktivitas dari rumah, Pemerintah Indonesia menolak lockdown atau karantina wilayah. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi pilihan kebijakan saat itu.

Warga mengenakan masker di Jakarta, April 2020.
Dalam wawancara dengan Kompas pada Jumat (26/2/2021), Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan bahwa ketika kasus positif Covid-19 muncul pertama kali di Indonesia, tahun 2021, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sama-sama belajar. Kemudian, dengan berjalannya waktu, kegagapan berubah menjadi sinergi lintas-instansi, termasuk pusat dan daerah, coba terus diperkuat.
Terkait lockdown, Pratikno saat itu menuturkan, ”Lockdown dalam bahasa hukum kita karantina. Tetapi, (sebagian ekonomi) kita, ekonomi informal. Ekonomi yang hidup dari mobilitas orang, dari crowd seperti tukang parkir, penjual, warung. Kalau tidak ada crowd, langsung kolaps. Makanya Pak Presiden mengatakan, ini gas dan remnya harus tepat.”
Lockdown dalam bahasa hukum kita karantina. Tetapi, (sebagian ekonomi) kita, ekonomi informal. Ekonomi yang hidup dari mobilitas orang, dari crowd seperti tukang parkir, penjual, warung. Kalau tidak ada crowd, langsung kolaps. Makanya Pak Presiden mengatakan, ini gas dan remnya harus tepat.
Berikutnya, awal 2021, kebijakan PSBB diubah menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Berbeda dengan PSBB yang memerlukan usulan pemerintah daerah dan kemudian ditetapkan pemerintah pusat, PPKM ditetapkan dari pusat.
Baca juga: Hadapi Omicron, Presiden Kembali Ingatkan Pentingnya Percepatan Vaksinasi
PPKM sempat berubah saat Covid-19 galur Delta menyerang. Saat itu laju penambahan kasus menggila. Pasien Covid-19 mulai tidak tertangani, sementara oksigendan ventilator sangat terbatas. Angka kematian juga meningkat. PPKM darurat pun diterapkan mulai Juli 2021 hingga gelombang penularan galur Delta menurun.

Petugas gabungan mengkampanyekan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat kepada penjual makanan minuman yang melewati batas waktu operasional di Surabaya, Jawa Timur, Juli 2021.
Kebijakan PPKM ini disempurnakan secara terus-menerus. Indikator-indikator pun disesuaikan. Pemerintah secara rutin, dengan dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, setiap Senin atau terkadang Minggu mengadakan rapat khusus mengevaluasi PPKM dan memonitor perkembangan Covid-19 di Indonesia.
Usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, para menteri terkait pun selalu memaparkan laporan terkini perkembangan pandemi Covid-19. Kegiatan ini berjalan hampir dua tahun lamanya, hingga kini.
Usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, para menteri terkait pun selalu memaparkan laporan terkini perkembangan pandemi Covid-19. Kegiatan ini berjalan hampir dua tahun lamanya, hingga kini. Seperti pada Senin (7/3/2022) awal pekan ini, misalnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memulai sekaligus memandu keterangan pers secara daring terkait hasil rapat terbatas evaluasi PPKM.
Seperti sudah menjadi semacam tradisi di tiap kali memberikan keterangan pers terkait Covid-19, Luhut selalu menegaskan, setiap kebijakan baru yang diterapkan pemerintah dilakukan setelah mendapat masukan dari para pakar dan ahli di bidangnya. ”Itu semua peta jalan dibuat hingga hari ini juga tetap diperlakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tetap menjunjung tinggi tahapan yang sering kami sampaikan, yaitu bertahap, bertingkat, dan berlanjut untuk memitigasi hal-hal yang tidak kita inginkan,” ujar Luhut.
Kebijakan berbasis data
Dengan mempertimbangkan perbaikan kondisi pandemi Covid-19 di Tanah Air, pemerintah lantas menyiapkan serangkaian kebijakan masa transisi menuju aktivitas normal usai terjadi lonjakan kasus akibat galur Omicron di Tanah Air. ”Perlu kami tegaskan dalam semua kebijakan dalam proses transisi yang akan kita lalui bersama ini bukan dilakukan secara terburu-buru. Kita harus sudah siap untuk menuju satu proses transisi secara bertahap dengan menerapkan kebijakan berbasiskan data yang ada,” kata Luhut.

Kepadatan lalu lintas terjadi saat jam masuk kerja di Jalan KH Abdullah Syafei, Jakarta Selatan, 8 Maret 2022. Wilayah aglomerasi Jabodetabek menerapkan PPKM level 2.
Kebijakan terbaru dalam proses transisi ini berupa, antara lain, pengenduran pembatasan mobilitas masyarakat yang sebelumya diberlakukan dengan ketat. Pelaku perjalanan domestik untuk transportasi darat, laut, maupun udara yang sudah divaksinasi dosis lengkap, misalnya, tidak perlu lagi melakukan tes usap PCR atau antigen sebagai syarat perjalanan.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa tren kasus secara nasional serta angka reproduksi virus saat ini sudah menurun di setiap pulau besar di Indonesia. Saat ini, sebanyak 60 persen pasien di RS adalah pasien yang tidak bergejala atau bergejala ringan. Mayoritas kasus meninggal adalah lansia dengan komorbid berupa diabetes, hipertensi, dan gagal ginjal. Cakupan vaksinasi dosis lengkap di Indonesia pun telah mencapai lebih dari 54 persen penduduk.
Terkait pelaksanaan vaksinasi di Indonesia, data dari laman covid19.go.id per 8 Maret 2022 mencatat pencapaian sebanyak 192.263.704 vaksinasi pertama, 148.587.718 vaksinasi kedua, dan 12.847.312 vaksinasi ketiga. Total kasus aktif tercatat 422.892 kasus. Secara akumulatif-sejak awal pandemi hingga 8 Maret 2022-sebanyak 150.831 orang meninggal akibat Covid-19 di negeri ini.
Strategi responsif
Ketika dimintai pandangan, Selasa (8/3/2022), Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan bahwa melalui strategi gas dan rem, pemerintah telah lumayan responsif dalam mengatasi permasalahan Covid-19. Artinya, pada kondisi terjadi lonjakan kasus Covid-19, pemerintah kemudian melakukan restriksi atau pembatasan.

Bus Transjakarta melintas di perempatan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022). Wilayah aglomerasi Jabodetabek kembali menerapkan PPKM level 2.
”Walaupun, pada saat restriksi masih banyak kecolongan karena dari sisi pengawasan memang masih lemah. Ini dalam kondisi di mana terjadi lonjakan sehingga diberlakukan restriksi yang ketat,” kata Faisal.
Walaupun, pada saat restriksi masih banyak kecolongan karena dari sisi pengawasan memang masih lemah. Ini dalam kondisi di mana terjadi lonjakan sehingga diberlakukan restriksi yang ketat.
Sebaliknya, ketika kasus Covid-19 menurun atau mereda, maka pemerintah merespons dengan pelonggaran. Pelonggaran atau diistilahkan dengan ”menginjak gas”, menurut Faisal, memang dimaksudkan untuk mendorong perekonomian. Artinya, kondisi pandemi atau risiko penularan Covid-19 yang menurun menjadi waktu untuk melonggarkan pembatasan supaya aktivitas ekonomi dapat berjalan kembali dengan lebih baik.
Baca juga: Kinerja Sektor Kesehatan Kian Meningkat di Tengah Pandemi
Menurut Faisal, hal yang juga mesti dilihat adalah antisipasi risiko dari pelonggaran. Setiap kali ada pelonggaran, tetap perlu ada antisipasi seandainya terjadi lonjakan lagi. ”Lonjakan-lonjakan ini biasa terjadi pada momen-momen tertentu, di mana mobilitas manusia mengalami peningkatan massal, seperti masa menjelang Lebaran dan liburan akhir tahun,” katanya.
Ketika tren penyebaran Covid-19 turun dan fatalitas rendah sehingga pemerintah kemudian melakukan pelonggaran, Faisal mengingatkan tetap perlu ada antisipasi. Langkah ini mencakup penyiapan fasilitas kesehatan serta tenaga medis untuk mengantisipasi lonjakan tersebut.

Pasien Covid-19 berolahraga dengan berkeliling kompleks Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat, 10 Februari 2022.
Serangan wabah
Merujuk data historis, jauh sebelum merebaknya Covid-19, Indonesia sudah berulang kali menghadapi berbagai serangan wabah. Pada 2000-an, misalnya, ada wabah SARS dan MERS. Di tahun 1968 dan 1969, ada flu Hong Kong.
Penulis buku Perang Melawan Influenza, Ravando, pada acara Satu Meja the Forum bertajuk ”Gelombang Ketiga Pandemi” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (2/2/2022),menuturkan bahwa merujuk data historis, jauh sebelum merebaknya Covid-19, Indonesia sudah berulang kali menghadapi berbagai serangan wabah. Pada tahun 2000-an, misalnya, ada wabah SARS dan MERS. Di tahun 1968 dan 1969, ada flu Hong Kong.
Baca juga: Belajar dari Sejarah Pandemi Flu Spanyol
Pada tahun 1957 ada flu Asia. Dan, di tahun 1918-1919 ada flu Spanyol. Kala itu flu Spanyol diperkirakan membunuh sekitar 50 juta-100 juta jiwa di seluruh dunia. Jumlah korban akibat flu Spanyol di Indonesia diperkirakan 1,5 juta-4,37 juta jiwa dan itu hanya di wilayah Jawa serta Sumatera.
Seperti pernah disampaikan ekonom transportasi dan energi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Alloysius Joko Purwanto, pandemi Covid-19 telah memberi pelajaran berharga di banyak aspek. Hal ini mencakup pembelajaran di sisi kesehatan, tingkat pemahaman dan kedisiplinan masyarakat, serta aspek lainnya.
Peningkatan kesiapan di berbagai aspek tersebut, menurut Joko, dibutuhkan mengingat pandemi Covid-19 dimungkinkan bukanlah pandemi terakhir. Tanpa pembelajaran, ketika nanti ada pandemi lain, maka penderitaan secara fisik dan ekonomi akan terjadi lagi. Siklus penderitaan seperti ini mesti dihindari agar jangan sampai terulang kembali.

Buku yang berisi peraturan dari pemerintah Hindia Belanda untuk mencegah penyebaran flu Spanyol ditampilkan dalam pameran "Nanti Kita Cerita Tentang Sehat Hari Ini", di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, 19 Maret 2020.
Kembali ke buku Indonesia dan Pandemi Covid-19: Kerja Keras di Tengah Pandemi, Pramono Anung dalam kata sambutannya menuturkan bahwa Sekretariat Kabinet–yang memiliki tugas dan fungsi melakukan manajemen kabinet dalam rangka mendukung Presiden dan Wakil Presiden–telah membuat transkripsi verbatim pidato Presiden Jokowi dalam berbagai acara kepresidenan atau kenegaraan. Pada kesempatan ini, transkripsi tersebut disusun kembali dalam sebuah buku dengan tema penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Baca juga: Pidato Jokowi, Gemblengan Pandemi, dan Semangat Bangkit Kembali
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, verbatim adalah kata demi kata atau menurut apa yang tertuang dalam tulisan. Pendokumentasian dalam bentuk tertulis, termasuk mengenai pidato Presiden yang terkait kebijakan atau strategi di tengah pandemi Covid-19, kiranya bernilai penting karena lebih awet melintasi zaman dan dapat ”dibuka” lagi di masa mendatang. Seperti teringkas dalam sebuah peribahasa Latin: verba volant, scripta manent, yang secara bebas dapat diartikan kata-kata lisan terbang (atau dilupa) tetapi tulisan tetap ada.