Kompas memandang non-fungible token (NFT) dapat turut mengantarkan publik agar terus mengingat, merayakan, dan memaknai peristiwa masa lampau. Narasi Fakta Terkurasi diluncurkan untuk merawat ingatan bersama Indonesia.
Tangkapan layar halaman muka e-paper harian Kompas edisi Senin (27/6/2022) saat dilihat dari aplikasi Kompas.id. Edisi ini menampilkan halaman muka khusus berkolaborasi dengan seniman Raka Jana dalam format non-fungible token (NFT).
Perkembangan dunia terakselerasi sejak kehadiran internet. Kompas yang sudah hadir sejak 1965 tentu ikut merekam setiap babak perkembangannya di Indonesia. Mulai dari jaringan yang menghubungkan komputer lintas negara, hingga merambah ke gawai dan perangkat elektronik lainnya.
Kompas menilai setiap perkembangan teknologi dapat digunakan untuk melayani publik dengan lebih baik. Kelahiran portal Kompas.com di pertengahan dekade 1990 dan perkembangan platform langganan Kompas.id pun menjadi upaya Kompas untuk membagikan informasi dengan lebih komprehensif.
Kemudian, era Web3 pun terbit. Ia memperkenalkan teknologi rantai blok (blockchain) yang membuat informasi tercatat secara terdesentralisasi, sehingga otentisitasnya akan selalu terjaga. Karakteristik ini pun diadopsi dalam berbagai rupa; dari aset berharga hingga barang digital.
Pada Web3 yang bertulang punggung rantai blok, Kompas melihat ada peluang yang memungkinkan publik turut berpartisipasi dalam upaya merekam dan memaknai sejarah. Suatu aset dapat diunggah secara digital, dapat diakses siapa saja dan tercatat selamanya di dalam rantai blok.
Tangkapan layar proyek gambar karakter animasi "society.png" di Fxhash, lokapasar di jaringan blockchain Tezos. Foto diambil pada Selasa (21/6/2022).
Teknologi rantai blok salah satunya mewujud dalam non-fungible token (NFT). Aset ini menjadi fenomena baru beberapa tahun terakhir dan marak digunakan untuk mengabadikan karya secara digital.
Bagi banyak kreator, NFT menjadi pengakuan atas hak cipta sebuah aset digital. Dari hal ini pula, mereka dapat membuka pintu apresiasi baru.
Eksplorasi NFT tidak lantas berhenti meski pasar aset kripto sedang lesu. Sebagian kreator bahkan lebih giat mengabadikan karya atas nama eksperimen hingga pengarsipan di blockchain. NFT yang bekerja layaknya sebuah sertifikat memungkinkan berbagai aset digital dijamin kepemilikannya.
Seorang pengunjung melintas di depan karya seni kripto Non-fungible Token (NFT) yang dipamerkan di Indo NFT Festiverse, pada 9-17 April 2022 di Galeri Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebanyak 238 kreator dipamerkan dalam kegiatan ini.
Yang belum terpetakan
Karya berjudul "Reconnection" karya seniman asal Bali, Dewa Gede Raka Jana Nuraga atau lebih dikenal sebagai Rakajana, yang menghiasi halaman muka edisi Kompas Senin (27/6/2022) ini, juga menjadi salah satu contoh hasil kerja mereka yang melihat potensi NFT sebagai peluang baru dalam berkreasi.
Pemanfaatan NFT untuk karya seni pun hanyalah bagian kecil dari terra incognita atau wilayah yang belum terpetakan di ranah teknologi rantai yang sangat luas. NFT masih sangat memungkinkan untuk dieksplorasi lebih jauh lagi.
Dalam 57 tahun perjalanannya, Kompas telah menjadi saksi dan pencatat sejarah. Setiap peristiwa penting dan berarti telah terekam dan terkurasi dalam kekayaan arsip Kompas.
Masa lalu akan selalu aktual. Catatan sejarah dapat memberikan pemahaman lebih lengkap ketika melihat persoalan yang dihadapi di masa kini.
Rhesa Aditya dan Endah Widiastuti menunjukkan karya berwujud digital yang dijual di lokapasar non-fungible token (NFT). Duo Endah N Rhesa ini memasarkan produk berupa ilustrasi dari interpretasi lagu mereka, fotografi, juga animasi sampul album berlatar musik di rantai blok Tezos. NFT menjadi medium baru bagi mereka menyebarkan karya musik dan selingkungnya. Foto diambil pada Jumat (17/6/2022) di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.
Kompas meyakini teknologi NFT bisa turut mengantarkan publik untuk terus mengingat, merayakan, dan memaknai peristiwa masa lampau.
Oleh karena itu, Kompas meluncurkan inisiatif baru; mengemas ulang kekayaan arsip Kompas dalam bentuk NFT, lalu menjulukinya dengan istilah lain, yakni Narasi Fakta Terkurasi (NFT). Inisiatif ini adalah upaya untuk terus merawat ingatan bersama Indonesia.
Sebagai langkah awal, sebuah ekshibisi NFT arsip pemberitaan Kompas bertajuk “Indonesia dalam 57 Peristiwa” diadakan. Langkah ini akan diluncurkan bersamaan dengan hari ulang tahun ke-57 Kompas, yang jatuh pada Selasa (28/6/2022) besok, bersamaan dengan penerbitan Edisi Khusus HUT Kompas.
Koleksi ini berisi 57 arsip berita halaman depan dari setiap tahun perjalanan Indonesia yang dicatat Kompas. Halaman depan sebuah surat kabar menjadi sarana tepat untuk menandai tonggak penting dalam sejarah bangsa.
Salah satu tangkapan layar dari cuitan akun Twitter @NFTIndonesia_. Akun ini kerap memberi eksposur pada kreator NFT lokal. Foto diambil pada Jumat (10/6/2022).
Sebagai salah satu surat kabar nasional yang masih eksis hingga sekarang, Kompas telah meliput tujuh presiden dan tiga orde pemerintahan. Adagium bahwa pers adalah pencatat awal draf sejarah pun benar-benar diamalkan Kompas.
Menuangkan kekayaan arsip dalam bentuk NFT pun menjadi konsekuensi logis bagi Kompas yang ingin terus mengabadikan setiap momen dalam perjalanan bangsa ini.
Kompas berharap, melalui Narasi Fakta Terkurasi, kita sebagai manusia Indonesia dapat merajut ulang koneksi yang terikat oleh berbagai ingatan kolektif akan peristiwa masa lalu.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Tangkapan layar halaman muka e-paper harian Kompas edisi Senin (27/6/2022) saat dilihat dari aplikasi Kompas.id. Edisi ini menampilkan halaman muka khusus berkolaborasi dengan seniman Raka Jana dalam format non-fungible token (NFT).
Konsep Seni NFT
Senyawa dalam Reconnection
Karya bertajuk Reconnection dari Dewa Gede Raka Jana Nuraga (30), seniman asal Gianyar, Bali ini, menghiasi halaman satu Kompas edisi Senin (27/6/2022) ini.
Raka menggambarkan seseorang yang mengenakan kaca mata realitas berimbuh (augmented reality) sembari merayakan keragaman budaya Indonesia.
Bukan tanpa alasan, Kompas bekerja sama dengan Raka. Salah satu yang melatarbelakangi kerja sama ini, tak lain adalah kesamaan semangat Kompas dengan Raka, yang sama-sama ingin beradaptasi dengan perubahan, sembari tetap berpijak pada budaya Nusantara. Intinya, teknologi kekinian dan orisinalitas budaya sepatutnya bersenyawa.
Hal itu pula yang melandasi pemilihan tema ilustrasi ini. Raka memandang, perkembangan dunia yang mengarah ke Web3 sekarang ini, dapat berjalan beriringan tanpa meninggalkan identitas budaya. Filosofi itu pula yang diyakini Kompas.
Seiring dengan itu, teknologi terkini semestinya menjadi sarana bagi masyarakat untuk semakin terhubung, dan menjalin ajang silaturahmi antarindividu. Ilustrasi ini akan hadir juga sebagai NFT yang dapat menjadi bagian dari koleksi publik pada jejaring blockchain Ethereum.