Teluk Balikpapan Jadi Jalur Logistik untuk IKN, Ribuan Nelayan Tradisional Terancam Tersingkir
Nelayan tradisional di Teluk Balikpapan semakin kehilangan wilayah tangkap dengan peraturan yang ada dan semakin ramainya perairan Teluk Balikpapan untuk jalur logistik IKN Nusantara.
Pemerintah menyiapkan jalur baru di Teluk Balikpapan untuk kapal pengangkut logistik ke Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara. Dengan peraturan yang ada dan semakin ramainya perairan itu, ribuan nelayan tradisional terancam kehilangan wilayah tangkap.
Saat ini, Kementerian Perhubungan sudah melakukan tinjauan akhir penetapan alur untuk suplai logistik pembangunan IKN Nusantara. Distrik Navigasi Kelas I Samarinda telah menentukan tujuh lokasi untuk sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP). Itu sebagai penanda kapal-kapal yang membawa logistik menuju bagian dalam Teluk Balikpapan.
Kepala Distrik Navigasi Kelas I Samarinda Wismantono menyebutkan, anggaran yang ada saat ini hanya cukup untuk menyediakan empat SBNP. Ia akan mengajukan anggaran tambahan untuk melengkapi kekurangannya tahun ini juga.
”Tinggal sedikit yang sedang kita kaji, alur yang masuk ke Teluk Balikpapan. Panjang alur sekitar 12 mil. Itu akan kita lakukan segera tahun ini,” ujar Wismantono saat berkunjung ke Kota Balikpapan, Senin (21/2/2022).
Saat ini, pengangkutan material bangunan untuk Jalan Lingkar Sepaku, infrastruktur penunjang IKN, sudah melalui Teluk Balikpapan sampai ke bagian dalam. Pelabuhan milik perusahaan di bagian dalam teluk digunakan untuk bongkar muat bahan bangunan.
Wismantono menyebutkan, bahan bangunan itu dibawa melalui Pelabuhan Semayang, Balikpapan, kemudian dialihkan ke ponton yang lebih kecil untuk masuk ke bagian dalam teluk. Pihaknya perlu melakukan kajian lebih dalam lagi untuk jalur tersebut mengingat kapal yang melintas akan lebih banyak saat IKN mulai dibangun.
Kondisi ini akan membuat Teluk Balikpapan semakin ramai dengan kapal besar. Hal itu turut mengurangi wilayah tangkap nelayan di sana. Data Kelompok Kerja (Pokja) Pesisir, organisasi yang bergerak di isu lingkungan masyarakat pesisir di Kaltim, di kawasan Teluk Balikpapan terdapat sekitar 2.000 nelayan yang memanfaatkan perairan teluk untuk menangkap ikan.
Baca juga: Perlindungan Teluk dan Masyarakat Pesisir Belum Tampak dalam Rencana Pembangunan IKN
Nelayan semakin terimpit setelah terbit Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kalimantan Timur Tahun 2021-2041. Di dalamnya ditetapkan wilayah perairan Teluk Balikpapan dari luar hingga ke dalam sebagai zona pelabuhan.
”Di dalam peta RZWP3K ini (zona untuk), nelayan kecil ada di luar teluk. Ini marjinalisasi by design,” ujar Dedi Adhuri, peneliti dari Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya, Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Itu ia sampaikan dalam diskusi daring bertajuk ”Tata Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Skema Pembangunan IKN” yang diselenggarakan Forest Watch Indonesia, Jumat (18/2/2022). Adhuri, yang pernah melakukan penelitian di Teluk Balikpapan, mendapatkan fakta bahwa nelayan di Teluk Balikpapan memang perlahan berkurang wilayah tangkapnya.
Saat ini saja terdapat banyak pelabuhan dan jembatan untuk kepentingan industri minyak dan batubara yang menjorok ke perairan teluk. Dari hasil penelitiannya, para nelayan dilarang berada di kawasan itu dalam radius 500 meter. Padahal, belat (alat tangkap ikan dari bambu) secara turun-temurun ditaruh di sana oleh para nelayan.
Wilayah strategis
Kawasan Teluk Balikpapan memang menjadi tempat favorit nelayan yang tinggal di pesisir Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Sebab, di sana terdapat 16.800 hektar hutan mangrove, sejumlah padang lamun, dan terumbu karang yang bagus sehingga menjadi tempat hidup banyak ikan.
Lingkungan yang baik itu juga menjadi tempat tinggal satwa unik, seperti bekantan, dugong, pesut, buaya muara, dan 300 jenis burung. Selain itu, perairannya relatif teduh karena tidak terpengaruh musim angin selatan dan utara. Kondisi ini membuat kegiatan mencari ikan tak terganggu iklim.
Oleh sebab itu, banyak permukiman nelayan berada di Teluk Balikpapan. Salah satu permukiman nelayan yang cukup tua bahkan berada di bagian tengah teluk, ialah di Kelurahan Jenebora, Penajam Paser Utara.
Baca juga: Satu Abad Kesibukan Teluk Balikpapan
Meskipun saat ini perairan Teluk Balikpapan bukan zona wilayah tangkap ikan bagi nelayan tradisional, ribuan nelayan masih tinggal dan mencari ikan di sana. Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Mappaselle mengatakan, para nelayan sudah turun-temurun menjadi nelayan dengan perlengkapan tradisional.
Sejumlah nelayan bahkan hanya mendayung perahu ketinting untuk mencari ikan dari rumah. Peralatan yang digunakan juga sederhana, seperti perahu dengan satu mesin, jaring, rakkang (perangkap kepiting), dan belat (alat tangkap ikan dari bambu). Untuk itu, nelayan tak bisa serta-merta pindah menangkap ikan ke Selat Makassar, seperti diatur dalam RZWP3K Kaltim.
”Kalau menggunakan mesin, nelayan hanya butuh 1-2 liter bahan bakar. Kalau sampai ke Selat Makassar, bisa 30-an liter dan tidak cukup satu mesin. Harga BBM sekarang sekitar Rp 7.000 per liter," ujar Mappaselle.
Setelah terbit RZWP3K, Pemprov Kaltim menawarkan solusi kepada nelayan melalui bantuan alat tangkap dan kapal. Akan tetapi, Mappaselle menilai tidak bisa pemerintah ujug-ujug mengubah kebiasaan nelayan tradisional yang biasa mencari ikan di perairan tenang Teluk Balikpapan ke perairan laut, seperti Selat Makassar.
Para nelayan itu butuh penyesuaian medan. Selat Makassar tentu punya karakteristik sendiri, seperti gelombang dan arus. Selain itu, nelayan di sekitar Teluk Balikpapan tak punya pengetahuan mengenai titik-titik mana saja yang potensial banyak ikan. Itu semua butuh pendampingan, pendidikan, dan penyesuaian yang lama.
Ia meminta pemerintah mempertimbangkan kembali wilayah konservasi yang sudah ditentukan. Di dalam RZWP3K Kaltim terdapat area sekitar 1.100 meter persegi yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi di Teluk Balikpapan bagian luar. Namun, wilayah tersebut tak memiliki hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
”Nelayan meminta kawasan yang dilindungi itu yang memiliki hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun bagus sehingga tak ada hilir-mudik kapal industri. Wilayah konservasi itu sebagian bisa untuk mencari ikan bagi nelayan tradisional,” katanya.
Ia juga berharap pemerintah menjaga koneksi antara hutan darat dan hutan mangrove saat membangun sejumlah infrastruktur penunjang IKN di sekitar Teluk Balikpapan. Itu akan menunjang daya dukung lingkungan di sekitar teluk dan melindungi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Untuk itu, kata Mappaselle, perlu adanya integrasi perencanaan pembangunan IKN dan wilayah Teluk Balikpapan.
Baca juga: Bandara dengan Landasan 3.000 Meter Bakal Dibangun di IKN Nusantara
Dosen Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana, Dhanang Puspita, menyebutkan, mangrove mampu menyerap karbon 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan pohon biasa. Untuk itu, hutan mangrove penting dijaga di tengah pembangunan dan lalu lalang kapal yang begitu masif.
”Lalu lintas perairan pasti akan lebih banyak. Imbasnya, ombak akibat lalu lalang kapal akan semakin banyak. Itu bisa berpengaruh ke mangrove. Ada beberapa mangrove yang memiliki akar pensil untuk bernapas. Saat kena ombak, dia tertutup air, pohonnya bisa mati,” ujar Dhanang saat meninjau lokasi di hulu Teluk Balikpapan, Kamis (27/5/2021).
Selain itu, pembangunan dan aktivitas manusia di Teluk Balikpapan bisa mengusik satwa yang hidup di sana. Dhanang menyebutkan, bisingnya kendaraan dan banyaknya aktivitas lain berpotensi membuat satwa, seperti buaya dan bekantan, bermigrasi ke permukiman warga. Dhanang menyarankan, pemerintah membuat mitigasi dari potensi-potensi itu.