Digitalisasi, Tren Logistik Global yang Diikuti Indonesia
Digitalisasi menjadi tren yang dapat Indonesia ikuti mengejar standar industri logistik global.
Dinamika pengiriman (shipping) dan logistik selalu berubah. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pandemi Covid-19 hingga pemulihan ekonomi menunjukkan dunia logistik dan rantai pasok rentan terhadap disrupsi dan inovasi.
Pada saat bersamaan, tren pengiriman dan logistik juga berubah mengikuti perkembangan zaman. Modelnya pun serupa dengan industri lainnya.
Pihak MTS Logistics, perusahaan logistik berbasis di New York City, AS memprediksi beragam tren yang diprediksi akan terjadi pada 2024. Hal ini dapat menjadi kunci yang mempengaruhi tren-tren selanjutnya, seperti dikutip dari Forbes.
Baca juga: Lompatan Besar Inovasi Kecerdasan Buatan
Digitalisasi akan menjadi realitas bagi banyak perusahaan jasa pengirim (shippers). Hal ini tentu tak lepas dari pandemi Covid-19 yang menuntut perubahan, sehingga industri logistik mau tak mau beradaptasi dengan digitalisasi. Sejumlah perusahaan jasa pengirim lainnya bahkan mengadopasi sistem perangkat lunak (software) dan alat-alat penunjang bagi para pelanggan.
Digitalisasi tak hanya soal pembaruan perangkat. Artifical intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan blockchain (rantai blok) digadang-gadang dapat lebih memudahkan digitalisasi serta otomatisasi dunia pengiriman.
“Hal ini diperkirakan bahwa pengembangan pada area-area tersebut dapat meningkatkan perekaman jejak pengiriman sesuai dengan waktu sebenarnya, dan visibilitas untuk membangun software yang telah diimplementasikan,” ujar Presiden MTS Logistics Sedat Saka pada Oktober lalu.
Aspek keberlanjutan (sustainability) dan praktik bisnis yang lebih hijau telah dibahas selama bertahun-tahun. Perubahan iklim mendorong para pelaku usaha industri logistik global untuk mengambil langkah berani.
Salah satunya, Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang mewajibkan penggunaan bahan bakar yang lebih bersih pada kapal-kapal tua. Prediksinya, beragam tindakan lanjutan akan diumumkan pada 2024.
Baca juga: Bongkar Muat Kian Efisien
Selain itu, kapal-kapal baru telah dibangun dengan sumber daya listrik dan bahan bakar alternatif. Walau upaya-upaya ini telah dilakukan, tetapi jalan untuk menciptakan iklim logistik yang sepenuhnya ramah lingkungan masih panjang.
Kemudian, masih berkaca dari pandemi Covid-19 yang membuka celah kekurangan lain dalam industri rantai pasok. Perusahaan-perusahaan kembali memikirkan ulang strategi rantai pasok dan manajemen risikonya. Hal ini berkaitan erat dengan diversifikasi pemasok dan mengkaji bagaimana barang-barang diperoleh.
Terakhir, jika digitalisasi kerap disebut jadi tren pada tahun ini, maka posisinya tak terpisahkan dengan sistem keamanan siber (cybersecurity). Aspek ini diperkirakan makin dianggap penting pada tahun ini dibanding sebelumnya.
“Pada 2024, tampaknya industri pengiriman dalam skala besar, begitu pula dengan mitra-mitranya akan berinvestasi besar pada sistem keamanan siber,” kata Saka yang juga tergabung dalam Dewan Teknologi Forbes.
Sebab, risiko kejahatan siber meningkat pesat sejak pandemi Covid-19. Alhasil, kesadaran para pelaku industri dibutuhkan untuk menjaga data-data penting, menjaga kargo dari pencurian, serta mencegah serangan siber yang berisiko mengganggu operasional.
Praktik di Indonesia
Tren global menjadi acuan bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan memajukan industri logistik di mata dunia. Dari sederet tren tersebut, digitalisasi menjadi salah satu aspek yang tengah digenjot banyak pihak di Indonesia.
Berada pada koridor yang sama, Indonesia diperkirakan mengimplementasi digitalisasi pada 2024. Beragam proses yang selama ini dilakukan manual, mulai dari administrasi hingga eksekusi pengurusan kargo beralih digital.
Baca juga: Politik-Ekonomi Merger Pelindo
Kepala Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, proses digitalisasi akan meluas. Urusan keuangan juga akan makin terdigitalisasi.
Meski demikian, tren logistik Indonesia dalam cakupan yang lebih luas masih di bawah standar global. “Kalau (iklim) global, sudah cukup maju dengan itu (digitalisasi). Mereka memanfaatkan blockchain untuk teknologi administrasi. Indonesia arahnya masih belum ke sana,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (12/1/2024).
Terminal Peti Kemas (TPK) Sorong di bawah naungan PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) salah satu yang mengadopsi digitalisas, agar mampu meningkatkan efisiensi kinerja.
Kepala TPK Sorong, Herryanto mengatakan, sebelum ada sistem digital yang saling terintegrasi, mereka hanya bekerja apa adanya secara manual. Data bongkar-muat kontainer hingga posisi letak penempatannya masih dihitung secara manual. Pada saat bersamaan, pihak ekspedisi atau agen yang mengurus penerimaan barang (freight forwarder) tak mendapat data secara langsung.
Akibatnya, acapkali agen harus mencari secara manual letak kontainernya berdasarkan titik koordinat lokasi yang diberikan. Namun, sesampainya di sana, kontainer yang dicari tak sesuai. Hal-hal semacam ini kerap menjadi hambatan saat di lapangan.
Baca juga: Pelabuhan-pelabuhan di Papua Berlomba Jadi Hub Kawasan Timur Indonesia
Namun, digitalisasi dapat mengurangi persoalan-persoalan teknis. Rata-rata kapal menghabiskan waktu tambat untuk proses bongkar muat selama 15 jam dari sebelumnya mencapai 72 jam. Perubahan ini tak terlepas dari perbaikan tata kelola bisnis, fasilitas, serta sumber daya manusia. Upaya mendorong digitalisasi diperkirakan masih akan terus berlanjut pada tahun ini (Kompas.id, 12/10/2023).
Perubahan ini tak terlepas dari perbaikan tata kelola bisnis, fasilitas, serta sumber daya manusia.
Pembahasan soal digitalisasi tak terlepas dari keamanan siber, seperti yang diprediksi Forbes. Serupa dengan industri lainnya yang masih rentan terbuka celah keamanan, para pelaku yang terlibat dari hulu hingga hilir perlu memperhatikan soal keamanan siber sektor logistik.
Menurut pengamat kapal dan pelabuhan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Raja Oloan Saut Gurning, keamanan siber nasional masih memiliki tingkat ketergantungan tinggi dengan pihak eksternal (asing). Hal ini mencakup keterlibatan pada penyedia, pemelihara, serta respons pemulihannya.
“Kemampuan keamanan kita masih relatif sangat analog dan adaptif hanya untuk kepentingan individual, dan belum menyentuh keamanan kolektif,” ujar Saut.
Dalam beberapa kasus intervensi hacker asing di pelabuhan nasional, Indonesia masih bergantung pada penyedia dan sistem keamanan asing pula. Akibatnya, waktu pemulihan sistem tak bisa dilakukan cepat hingga memakan waktu 1-2 hari.
Batubara mendominasi
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia Carmelita Hartoto mengemukakan, tahun ini angkutan curah dan batubara diperkirakan masih akan mendominasi sebagaimana tahun 2023. Angkutan petikemas diperkirakan bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
“Karena program hilirisasi membutuhkan raw material dan batubara untuk pembangkit listrik industri smelter, di samping kebutuhan Pembangkit Listrik Nasional (PLN) untuk energi nasional,” tuturnya.
Baca juga: Penggunaan Batubara Bakal Dikurangi, Bukan Dihapuskan
Tren ini justru diprediksi makin cerah di tengah upaya pemerintah mengurangi penggunaan batubara secara perlahan. Hal ini sejalan dengan kesepakatan Pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk mengurangi penggunaan batubara secara bertahap. Pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap batubara hanya akan terjadi ketika dana tersedia (Kompas.id, 16/11/2023).
Adapun performa logistik di Indonesia kerap mengacu pada Indeks Kinerja Logistik (LPI). Indonesia duduk pada peringkat ke-63 dari 139 negara pada 2023, turun dari peringkat ke-46 dari 160 negara pada 2023 (Kompas.id, 19/7/2023).
Carmelita mengatakan, ia belum dapat memprediksi apakah kinerja logistik Indonesia pada tahun ini bisa membaik. Sebab, kinerja logistik Indonesia berbeda dengan negara-negara lain. Kerja keras perlu dilakukan karena negeri ini yang luas dan berbentuk kepulauan, sehingga proses logistik melibatkan banyak pihak.
“Perlu terus diupayakan agar biaya logistik efisien, terutama pengembangan infrastruktur, efisiensi biaya di pelabuhan, serta menghilangkan hambatan-hambatan rantai logistik,” ujarnya.
Dalam jangka pendek, pemerintah dan para stakeholder perlu memiliki visi-misi yang sama untuk menekan biaya logistik. Upaya mendorong proses yang lebih efisien juga dibutuhkan.
“Kalau mau turunkan biaya logistik, ya biaya terhadap transportasi harus diperingan, baik dari sisi fiskal maupun moneter. Hilangkan hambatan-hambatan fisik kemacetan arus barang ataupun biaya operasional yang tinggi di pelabuhan,” tutur Carmelita yang juga Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya regulasi digitalisasi. Hal itu perlu dibarengi dengan pengawasan pelaksanaannya serta adanya back up sistem digital, tidak lagi manual.
Baca juga: Saatnya Pelabuhan Indonesia Bertransformasi
Apabila kerja sama ini tak berjalan, imbasnya pada produk-produk Indonesia yang tak berdaya saing. Investor asing pun terhambat untuk membangun industri manufaktur di Indonesia.
Secara terpisah, Andry berharap capaian LPI dapat meningkat sebab Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN. Namun, ia mengakui bahwa upaya ini tak dapat terlihat hasilnya secara instan.
“Bangun infrastruktur butuh waktu, proses masalah reformasi birokrasi, serta penggunaan teknologi menurut saya adalah hal yang harus diselesaikan,” katanya.
Kebijakan keamanan siber perlu menjadi perhatian penting pemerintah ketika digitalisasi mulai diterapkan. Hal ini demi menjaga kepentingan publik dan ekonomi negeri.
Saut mengatakan, ruang lingkup keamanan siber perlu melihat beragam lapisan interaksi antarkluster pemerintah (Government-to-Government), intra pelaku usaha (Business-to-Business), serta distribusi ke pasar (Business-to-Consumer) yang semakin intens. Keamanan siber pada suatu platform perlu terus dieksplorasi arsitek terkait beserta dengan respons keamanan sibernya.
Biaya logistik selalu jadi pembicaraan “renyah”, sebab harganya yang masih tinggi kerap dikeluhkan para pelaku usaha. Namun, ketika ditelusur lebih dalam, persoalan kompleks membayangi isu biaya logistik yang belum dapat diminimalisasi. Kerja sama seluruh pihak dibutuhkan untuk seiya dan sekata menuju arah yang sama demi keuntungan seluruh pihak, termasuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam skala global.