Biaya logistik menuju timur Indonesia coba ditekan lewat upaya digitalisasi dan pembaruan layanan bongkar muat di pelabuhan. Akan tetapi, tingkat okupansi terminal yang rendah jadi pekerjaan rumah agar layanan optimal.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS —Digitalisasi layanan di Terminal Peti Kemas Ambon menjadi salah satu upaya menekan biaya logistik barang yang masuk ke Kepulauan Maluku. Meski demikian, tingkat okupansi terminal yang masih rendah membuat dampak dari peningkatan layanan belum optimal. Peningkatan kapasitas terminal diharapkan menarik para investor dan pengusaha masuk sehingga mendorong Ambon menjadi pusat logistik laut di timur Indonesia.
Ditemui di Ambon, Jumat (27/10/2023), Kepala Terminal Peti Kemas Ambon (TPK Ambon) Roland Koswara menjelaskan, standardisasi melalui digitalisasi terus dilakukan untuk memastikan adanya kesetaraan layanan di setiap pelabuhan milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Kesetaraan penting agar proses bongkar muat menjadi lebih cepat karena adanya sinkronisasi informasi antarpelabuhan.
Sebelum tahun 2019, bongkar muat manual membuat kapal yang datang menuju Ambon masih membutuhkan waktu yang lama. Namun dengan standardisasi, proses bongkar muat menjadi lebih cepat karena TPK Ambon sudah menerima data muatan dari pelabuhan asal.
Selain itu, TPK Ambon sudah menggunakan sistem bernama TOS Nusantara untuk mengatur alur barang dari zona bongkar muat menuju kapal dan sebaliknya. Hasilnya, durasi sandar kapal (port stay) yang awalnya mencapai 3 hari, kini hanya selama 1 hari.
Menurunnya durasi port stay membuat perusahaan logistik tidak lagi mengeluarkan biaya sandar yang tinggi setiap hari. Hal ini diharapkan menekan biaya logistik sehingga barang konsumsi yang masuk ke Ambon semakin murah.
”Tahun 2019, semuanya masih bercampur dalam satu tempat, bongkar muat, orang-orang sembarangan masuk, sekarang sudah tidak bisa. Digitalisasi ini juga membuat kapasitas bongkar muat per jam (box crane per hour/BCH) naik dari awalnya hanya 15 boks per jam menjadi bisa 26-40 boks per jam. Harapannnya hal-hal ini mempercepat pertumbuhan ekonomi Maluku,” ucapnya.
Waktu sandar semakin pendek sehingga biaya sandar yang dikeluarkan perusahaan semakin kecil.
Efisiensi lewat digitalisasi membuat TPK Ambon berhasil menghemat luas lahan yang digunakan untuk proses bongkar muat. Awalnya, tingkat Yard Occupancy Ratio atau rasio penggunaan lahan untuk peti kemas berada di angka 99 persen, tetapi kini hanya 40 persen. Hal ini membuat TPK Ambon punya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan layanan.
Roland menambahkan, meski kapasitas bongkar muat terus meningkat, jumlah kapal kargo peti kemas yang beroperasi di Ambon belum meningkat. Hal ini terlihat dari tingkat okupansi TPK Ambon yang masih rendah sebesar 108.999 unit ekuivalen 20 kaki (6,1 meter) atau twenty foot equivalent units (TEUs), dari total kapasitas sebesar 438.229 TEUs.
Rendahnya okupansi membuat kapasitas pelabuhan belum teroptimalkan dengan baik. Pihaknya dan Pemerintah Provinsi Maluku pun bekerja sama dengan membangun Pusat Export Maluku agar arus barang keluar masuk daerah ini bisa semakin banyak.
Potensi besar tersebut seharusnya menjadi daya tarik bagi perusahaan logistik laut untuk menjadikan Ambon sebagai penghubung atau hub logistik di timur Indonesia. Selama ini, mayoritas kapal kargo ukuran besar yang masuk ke timur Indonesia masih mengambil rute langsung seperti Surabaya-Ambon, Surabaya-Tual, Surabaya-Fak-Fak, ataupun Surabaya-Kaimana.
Padahal, berkaca pada kemampuan bongkar muat yang tinggi, perusahaan logistik laut bisa membongkar barangnya di Ambon, lalu dioper dengan kapal kecil ke Tual, Fak-Fak, ataupun Kaimana dengan kapal kecil atau feeder. Metode ini disebut sebagai metode hub and spoke.
Tantangan utama dalam menarik minat perusahaan logistik laut beroperasi secara maksimal di Maluku adalah terkait masih minimnya gudang penyimpanan barang.
”Hanya satu perusahaan yang sudah memakai cara ini. Dengan hub and spoke, biaya bisa lebih murah karena kapal kargo induknya atau mothership itu hanya ke Ambon saja, tidak perlu sampai ke gugus pulau luar. Tugas itu diambil oleh kapal-kapal kecil atau feeder. Semakin banyak feeder, biaya logistik bisa ditekan lagi, harga barang bisa lebih murah lagi,” ujarnya.
Selain peningkatan layanan bongkar muat, peningkatan layanan penumpang juga terus didorong. Pelaksana Harian General Manager Pelindo IV Ambon Muhammad Yusuf menerangkan, pihaknya akan merenovasi terminal penumpang yang biasanya penuh saat musim Natal dan Tahun Baru serta Lebaran. Renovasi akan dimulai pada Desember 2023 dengan biaya Rp 60 miliar.
”Lebaran dan Natal-Tahun Baru kondisinya penuh dan sesak. Jadi, ke depan akan direnovasi agar bisa nyaman digunakan semua penumpang,” ujar Yusuf.