Pemerintah Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk Darurat Beras
Pemerintah bersiap menghadapi kemungkinan terburuk darurat harga dan stok beras. Percepatan impor beras dan penyaluran beras ke pasar dan keluarga tidak mampu, serta Gerakan Nasional Penanganan Dampak El Nino digulirkan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F14%2F3ceeee46-7505-4a99-a36b-5ffc4c77a61a_jpg.jpg)
Lahan persawahan dibiarkan bero atau tidak ditanami setelah panen musim tanam padi kedua di Desa Wonokerso, Kedawung, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/9/2023). Petani di kawasan tersebut tidak menanami padi kembali lahannya karena mereka tidak memiliki sumur padahal aliran irigasi untuk mengairi sawahnya sudah kering.
JAKARTA, KOMPAS - Darurat stok dan harga beras berpotensi terjadi. Beberapa indikatornya adalah produksi beras turun, harga gabah dan beras masih tinggi, sumber-sumber utama air irigasi mendekati titik kritis, dan musim tanam I mundur. Pemerintah bersiap menghadapi kemungkinan terburuk tersebut.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi, Selasa (19/9/2023), mengatakan, saat ini, pemerintah terus berupaya meredam kenaikan harga beras. Stabilisasi harga komoditas itu dilakukan dengan menggelontorkan cadangan beras pemerintah (CBP) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan pasar-pasar tradisional. Dalam enam hari terakhir, 14-19 September 2023, harga beras medium di PIBC telah turun dari Rp 12.500 per kilogram (kg) menjadi Rp 12.256 per kg.
Penyaluran CBP sebanyak 640.000 ton bagi 21,353 juta keluarga berpenghasilan rendah untuk tiga bulan juga sudah digulirkan secara bertahap. Penambahan CBP di Perum Bulog melalui impor juga akan dipercepat hingga CBP bisa mencapai 1,2 juta ton pada awal 2024.
"Pemerintah siapkan upaya mengatasi kemungkinan terburuk atau di saat harga gabah dan beras masih tinggi. Jika diperlukan, bantuan beras tahap II akan digulirkan. Selain itu, penambahan pasokan beras di PIBC dan pasar tradisional, serta gerakan pangan murah akan ditingkatkan," ujarnya di Jakarta.
NFA, lanjut Arief, tidak ingin situasi perberasan seperti ini terulang kembali ke depan. Untuk itu, pada tahun depan, Kementerian Pertanian mau tidak mau harus meningkatkan produksi beras, sedangkan NFA memperkuat CBP.
Jika diperlukan, bantuan beras tahap II akan digulirkan menambah pasokan beras di PIBC dan pasar tradisional, dan gerakan pangan murah akan ditingkatkan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F31%2F56e08e98-4c4b-45e2-9260-3ee1f4271b26_jpg.jpg)
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi
Berdasarkan pantauan Kompas pada 12-15 September 2023, masih ada tanaman padi di daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah kendati hanya di beberapa titik tertentu. Harga gabah kering panen (GKP) di daerah-daerah itu, seperti di Sragen dan Demak, Jawa Tengah, serta Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat berkisar Rp 7.200-Rp 7.800 per kilogram (kg).
Di Sragen, sejumlah petani yang kehabisan stok gabah, bahkan terpaksa membeli beras dengan harga mahal. Mereka yang semula membeli Rp 10.000 per kg, kini mendapatkannya dengan harga Rp 12.000 per kg.
Kekeringan panjang akibat El Nino juga telah menyebabkan sumber-sumber air irigasi waduk dan bendungan mendekati titik kritis. Beberapa di antaranya adalah Waduk Jatiluhur, Waduk Jatigede, dan Bendung Rentang di Jawa Barat, serta Waduk Kedungombo di Jawa Tengah. Musim tanam I padi di daerah aliran irigasi itu juga bakal mundur pada Oktober 2023 di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Desember 2023 di sejumlah daerah di Jawa Barat (Kompas, 18/9/2023).
Baca juga: Sumber Air di Sejumlah Daerah Produsen Beras Dekati Titik Kritis
Tantangan eksternalnya, penambahan CBP di Bulog juga terhambat karena negara produsen beras menyetop ekspor komoditas itu. Dalam Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan, di Jakarta, Senin lalu, Presiden Joko Widodo menyebutkan sudah 19 negara yang mengerem ekspor berasnya.

Percepat penyaluran
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Senin (18/9/2023), terungkap, tren harga beras dalam dua pekan terakhir terus naik. CBP juga semakin berkurang dan Bulog tengah berupaya mendatangkan sisa stok. Selain itu, realisasi penyaluran bantuan beras bagi keluarga miskin masih sangat rendah. Untuk itu, percepatan impor beras dan penyaluran bantuan perlu dilakukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tren harga beras semakin melambung. Per akhir pekan kedua September 2023, harga rata-rata nasional beras medium mencapai Rp 13.221 per kg. Dalam sepekan, jumlah daerah yang harga berasnya naik juga bertambah dari 300 kabupaten/kota menjadi 341 kabupaten kota.
"Hal ini perlu kita waspadai karena bakal menyebabkan inflasi pada September 2023," kata Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini.
Sementara itu, stok beras di Bulog per 15 September 2023 sebanyak 1,497 juta ton. Stok tersebut terdiri dari CBP sebanyak 1,438 juta ton dan beras komersial 58.468 ton. Untuk penugasan impor beras, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Epi Sulandari menuturkan, Bulog telah melakukan lelang impor beras tahap I-V sebanyak 1,8 juta ton. Dari lelang tersebut, sebanyak 801.185 ton sudah masuk gudang Bulog.
Sisanya, sebanyak 65.890 ton sedang bongkar, 29.822 ton sedang dalam perjalanan, serta 87.100 ton dan 199.350 ton masing-masing masih dalam proses muat dan pengemasan di negara asal. Bulog juga sedang berproses lelang tahap VI untuk mendatangkan sisa kuota impor beras Bulog sebanyak 400.000 ton.
“Melalui impor tersebut dan ditambah dengan pengadaan domestik, kami akan menjaga stok beras hingga 1,2 juta ton pada akhir tahun ini,” tuturnya.
Baca juga: Optimalkan Produksi Beras, Antisipasi Gagal Panen
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F13%2F1fcc31f0-d7e8-4f77-992d-b33acd26dd83_jpg.jpg)
Pekerja memuat karung berisi beras impor asal Vietnam ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (13/09/2023). Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA) per awal September 2023, cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan di Bulog tercatat 1,52 juta ton.
Dalam rapat tersebut, Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Komisaris Jenderal Polisi Tomsi Tohir Balaw meminta agar Bulog segera mempercepat penyaluran bantuan beras bagi 21,35 juta keluarga miskin. Penyaluran beras tersebut masih rendah karena baru terealisasi 14.997 ton atau sekitar 7 persen dari total penyaluran.
Ia juga meminta Kementerian Pertanian mampu merealisasikan Gerakan Nasional Penanganan Dampak El Nino dengan target 500.697 hektar sawah di 10 provinsi. Ia berharap, sawah tersebut bisa menghasilkan beras rata-rata 5 ton per hektar untuk menambah pasokan beras nasional.
Baca juga: Kelas Bawah Tanggung Kenaikan Harga Beras Terbesar
Perebutan gabah
Pasokan gabah yang terbatas di tengah kekeringan akibat dampak El Nino tutur memicu perebutan gabah di tingkat petani. Hal itu menyebabkan harga gabah melonjak dan penggilingan beras kecil terimpit akibat kalah bersaing dengan pemodal besar. Di sisi lain, food estate atau lumbung pangan yang digadang-gadang pemerintah bisa memperkuat ketahanan pangan juga belum optimal.
Indikasi perebutan gabah, antara lain, tampak dari harga GKP yang kini berkisar Rp 7.200 per kg hingga Rp 7.600 per kg di tingkat petani Cirebon. Harga itu jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kg untuk GKP.
Harga gabah kali ini juga lebih tinggi dibandingkan harga panen pertama pada Maret lalu. Saat itu, harga GKP sempat menyentuh Rp 6.500 per kg. “Kini, perebutan gabah sekarang lebih intens dan masif,” ujar Jumair (48), pemilik penggilingan padi skala kecil di Cirebon, Jumat (15/9/2023).
Harga gabah kali ini juga lebih tinggi dibandingkan harga panen pertama pada Maret lalu. Kini, perebutan gabah sekarang lebih intens dan masif.
Baca juga: Pelaku Perberasan Beradu Serap Gabah dan Beras

Jumair mencontohkan, saat awal panen bulan Juni lalu, harga gabah masih berkisar Rp 5.800 per kg untuk GKP. “Tapi, itu bertahan beberapa hari. Harga GKP terus naik sampai sekarang Rp 7.400 per kg. Pemilik modal besar membeli gabah dengan harga yang lebih mahal,” ungkapnya.
Jumair tidak mengetahui pasti nama dan asal perusahaan yang membeli gabah dengan harga tinggi itu. Namun, ia meyakini, pabrik penggilingan itu berskala besar dengan kapasitas lebih 50 ton padi sehari. “Sedangkan kami, penggilingan kecil, maksimal hanya 20 ton per hari,” ujarnya.
Menurut dia, penggilingan skala besar memiliki keunggulan dari sisi permodalan, pasar, alat, jaringan, hingga akses informasi. Sementara penggilingan kecil terbatas dari berbagai aspek. Dari sekitar 170.000 penggilingan padi di Indonesia, lanjutnya, 90 persen berskala kecil.
“Ketika bersaing cari gabah, penggilingan besar yang menang,” ucapnya. Menurut dia, gabah menjadi incaran pabrik karena saat ini sejumlah daerah dilanda kekeringan. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar, misalnya, mencatat 2.804 hektar puso dari April – Agustus.
Selain itu, lanjut Jumair, kualitas gabah pada musim gadu atau kedua juga lebih baik dibandingkan musim rendeng. Pada masa tanam pertama, kadar air gabah cukup tinggi karena musim hujan. Kebijakan pemerintah menaikkan HPP juga berpengaruh pada harga gabah petani.
Persoalannya, katanya, penggilingan padi skala kecil kesulitan mengakses gabah dengan harga tinggi. “Kami dilema. Mau beli tidak cukup modal. Kalau tidak beli, nanti enggak ada barang (gabah). Jadi, sekarang, masih menunggu dan mencermati pasar,” ujar Jumair.
Baca juga: El Nino dan Kisah Sepiring Nasi Petani
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F15%2Fa116af61-a858-40fd-bace-ce0d31cd8de2_jpg.jpg)
H Jumair menunjukkan tumpukan beras di pabrik penggilingan padi miliknya di Desa Bulak, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023). Harga gabah kering panen yang mencapai Rp 7.200 hingga Rp 7.600 per kilogram di sejumlah wilayah Cirebon membuat pelaku usaha penggilingan kecil sulit membeli gabah.
Di gudang miliknya, misalnya, hanya tersisa 150 ton gabah. Padahal, kapasitas gudangnya bisa menampung hingga 1.500 ton padi. Lantai di depan pabriknya juga kosong, tidak ada gabah yang dijemur. Pihaknya masih menunggu panen raya di Gegesik, Cirebon, untuk menyerap gabah.
Ketua Paguyuban Mitra Bulog Cirebon ini juga mengaku tidak lagi memasok gabah untuk Bulog karena harga GKP di tingkat petani sudah jauh di atas HPP, Rp 5.000 per kg. Sekitar 25 mitra Bulog di Cirebon, lanjutnya, juga tidak lagi memasok beras medium untuk Bulog.
“Sekarang, beberapa mitra Bulog ikut program beras komersial. Jadi, kami jual beras premium ke Bulog seharga Rp 12.300 per kg. Tapi, kami diberikan dana segar untuk membantu penyerapan. Nanti tiga bulan kemudian, kami beli Rp 12.650 per kg dari Bulog,” ungkapnya.
Jumair belum bisa memastikan efektivitas program itu karena baru mengikutinya. Namun, menurut dia, program itu dapat memberikan dana agar mitra bisa menyerap gabah yang harganya tinggi. Sistem itu juga dapat menjaga kualitas beras milik mitra saat disimpan di Bulog.
Ia berharap, pemerintah hadir dalam perebutan gabah oleh pabrik besar dan kecil. “Misalnya, pemodal besar itu jangan mencari gabah di petani, tetapi membeli beras. Atau kalau mau, buat lahan sendiri supaya bisa meningkatkan produksi dan menentukan harga sendiri,” ungkapnya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Cirebon Kuryadi mengakui, ada pengepul yang menawarkan harga lebih tinggi untuk membeli gabah petani. Namun, ia belum bisa memastikan pembelinya adalah perusahaan besar. “Petani senang-senang saja dapat harga bagus,” ucapnya.
Tingginya harga gabah, lanjutnya, membuat petani semakin bersemangat menanam padi. Akan tetapi, pihaknya meminta pemerintah menjaga stabilitas harga gabah agar tidak anjlok. “Paling tidak, harga gabah kering panen itu Rp 6.300 per kg. Itu sudah masuk hitungan bisnis,” katanya.

Petani Sumba Tengah yang terlibat dalam program food estate antusias menanam pagi dengan bantuan alat mesin pertanian, bantuan dari Kementan RI.
Sementara terkait dengan food estate di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, tengah mengalami kekeringan di Sumba Tengah. Program itu hanya berjalan musim tanam I. Petani kesulitan alat dan mesin pertanian, serta air irigasi.
Ketua Kelompok Tani Ana Tanah Desa Holur Kambata, Kecamatan Umbu Ratunggay, Umbu Andy Opung, di Waibakul, ibu kota kabupaten Sumba Tengah, Rabu (13/9/2023), mengatakan, program food estate yang tujuannya menyejahterakan masyarakat Sumba Tengah ternyata belum berdampak. Banyak hal yang perlu dibenahi terkait program tersebut.
”Pembenahan itu antara lain ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan). Saat ini petani sulit mendapatkan traktor roda empat dan traktor tangan. Mestinya puncak kemarau begini petani sudah menyiapkan lahan untuk musim tanam berikut. Sebelumnya juga gagal karena kekeringan,” kata Andy.
Tidak hanya alsintan, lanjut Andy, petani juga kesulitan mendapat pengairan karena irigasi tidak berfungsi. Lahan pun kering total dan gagal panen. Saat ini, para petani kembali ke sistem lama, yakni sistem sawah tadah hujan.
Baca juga: Petani Lumbung Pangan Sumba Tengah Sulit Dapat Alat
