Kelas Bawah Tanggung Kenaikan Harga Beras Terbesar
Saat ini, masyarakat kelas bawah menanggung kenaikan harga beras lebih besar dibandingkan masyarakat kelas menengah atas. Di sisi lain, kenaikan harga beras di atas 10 persen terjadi di sejumlah lumbung beras nasional.
JAKARTA, KOMPAS — Harga beras terus melambung. Masyarakat berpenghasilan rendah atau kelas bawah menanggung kenaikan harga beras terbesar. Untuk itu, pemerintah diharapkan fokus mendistribusikan beras bagi masyarakat kelas bawah dan memastikan kelancaran distribusi ke daerah-daerah yang harga berasnya tinggi.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), per 10 September 2023, harga rata-rata nasional beras medium di tingkat eceran Rp 12.700 per kilogram (kg). Harga beras tersebut naik 6,09 persen secara bulanan dan 15,98 persen secara tahunan. Harga komoditas itu juga sudah di atas harga eceran tertinggi Rp 10.900 per kg.
Peneliti Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, Minggu (10/9/2023), mengatakan, selama 21 bulan terakhir, yakni sejak awal Januari 2022 hingga 8 September 2023, harga beras medium di pasar tradisional atau rakyat lebih rendah dibandingkan di pasar ritel modern. Namun, kenaikan harga beras di pasar rakyat justru lebih tinggi dibandingkan di pasar modern.
Dalam periode itu, kenaikan harga beras di pasar rakyat sebesar Rp 2.250 per kg atau sekitar 19,15 persen, sedangkan di pasar modern Rp 1.150 per kg atau 9,55 persen. Kenaikan harga beras yang lebih tinggi di pasar rakyat itu membuat perbedaan atau selisih harga beras di kedua jenis pasar tersebut mengecil, yakni dari Rp 1.700 per kg pada 3 Januari 2022 menjadi Rp 600 per kg pada 8 September 2023.
”Hal itu menunjukkan, kelas menengah bawah menanggung dampak lebih besar dari kenaikan harga beras dibanding kelas menengah atas. Kelas bawah yang biasa membeli beras medium di pasar rakyat menanggung kenaikan harga beras lebih tinggi dari kelas menengah atas yang membeli beras di pasar modern,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Kelas bawah yang biasa membeli beras medium di pasar rakyat menanggung kenaikan harga beras lebih tinggi dari kelas menengah atas yang membeli beras di pasar modern.
Di sisi lain, lanjut Rusli, sejumlah daerah penghasil padi terbesar di Indonesia justru mengalami kenaikan harga beras medium lebih di atas 10 persen di tingkat pasar rakyat. Ini merupakan suatu anomali bahwa ada kenaikan harga beras yang cukup tinggi di lumbung beras nasional.
Rusli mencatat, sepanjang awal Januari 2022 hingga 8 September 2023, tiga provinsi produsen beras terbesar nasional, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, mengalami kenaikan harga beras di atas 10 persen. Kenaikan harga beras di pasar rakyat di Jawa Barat mencapai 16,53 persen, sementara di Jawa Timur naik 11,54 persen dan di Jawa Tengah naik 10,83 persen.
Hal ini terjadi lantaran banyak beras yang berasal dari provinsi tersebut mengalir ke wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal serupa juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan yang kenaikan harga berasnya masing-masing sebesar 11,63 persen dan 14,11 persen.
Untuk itu, Rusli berharap agar pemerintah fokus mendistribusikan beras kepada masyarakat berpenghasilan rendah secara langsung. Pendistribusian beras itu tidak berfokus di DKI Jakarta, tetapi juga daerah-daerah yang harga berasnya sudah melambung tinggi.
Selain itu, ke depan, daerah-daerah produsen beras diharapkan dapat membangun lumbung pangan yang kuat agar tidak banyak beras yang lari ke wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Jika DKI Jakarta dan sekitarnya benar-benar memerlukan, beras di lumbung setiap daerah produsen bisa digulirkan.
”Di tengah kenaikan harga beras ini, Satuan Tugas (Satgas) Pangan juga diharapkan memastikan tidak ada oknum yang memancing di air keruh atau memanfaatkan situasi. Sementara untuk mengurangi dampak psikologis pasar beras, Perum Bulog diharapkan dapat segera merealisasikan kuota impor 400.000 ton beras untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP),” kata Rusli.
Sejumlah daerah penghasil padi terbesar di Indonesia justru mengalami kenaikan harga beras medium lebih di atas 10 persen di tingkat pasar rakyat. Ini merupakan suatu anomali bahwa ada kenaikan harga beras yang cukup tinggi di lumbung beras nasional.
Baca Juga: Terhambatnya Pengadaan CBP Turut Picu Kenaikan Harga Beras
Adapun terkait dengan sawah yang telanjur ditanami padi saat kemarau panjang, lanjut Rusli, pemerintah diharapkan menyediakan pompa-pompa air untuk mengoptimalkan sumber daya air yang tersisa. Hal ini penting untuk mengantisipasi potensi gagal panen.
Kementerian Pertanian memperkirakan, dampak El Nino sedang dapat menyebabkan produksi beras berkurang sebanyak 380.000 ton. Namun, jika yang terjadi El Nino kuat, produksi beras yang hilang bisa mencapai 1,2 juta ton.
Baca Juga: Indonesia Bakal Kehilangan 1,2 Juta Ton Beras Gara-gara El Nino
Harga beras dunia
Dalam dua laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang dirilis, Jumat (8/9/2023), disebutkan, harga beras dunia mencapai level tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Indeks Harga Pangan pada Agustus 2023 sebesar 121,4 atau turun 2,1 persen secara bulan.
Penurunan indeks itu mencerminkan penurunan harga sejumlah komoditas, seperti susu, minyak nabati, daging, dan serealia yang termasuk gandum. Namun, di sisi lain, ada kenaikan harga beras dan gula.
FAO menyebutkan, Indeks Harga Beras pada Agustus naik 9,8 persen secara bulanan mencapai angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Harga beras pecah 5 persen, terutama yang berasal dari Vietnam, pada Agustus 2023 mencapai 624,25 dollar AS per ton atau Rp 9,57 juta per ton, melonjak 62,25 persen secara tahunan. Lima belas tahun lalu, tepatnya Mei 2008, harga beras itu pernah mencapai titik tertinggi, yakni 996 dollar AS per ton.
Hal itu mencerminkan gangguan perdagangan yang terjadi setelah India melarang ekspor sejumlah beras jenis tertentu pada Juli 2023. Selain itu, kenaikan harga beras juga dipengaruhi sentimen negatif pasar terhadap berkurangnya pasokan beras lantaran kekeringan panjang akibat El Nino.
FAO memperkirakan stok beras dunia pada akhir tahun pemasaran 2023/2024 turun sebesar 435.000 ton. Kendati begitu, stok tersebut masih akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa, yakni 198,1 juta ton atau naik 1,4 persen dibandingkan 2022/2023.
Hampir tiga perempat stok beras dunia 2023/2024 dikuasai China dan India. Adapun stok negara-negara selain China dan India diperkirakan akan turun ke level terendah dalam empat tahun terakhir menjadi 51,4 juta ton.
FAO juga memproyeksikan, perdagangan beras internasional pada 2023 dan 2024 turun masing-masing 600.000 ton dan 3 juta ton, terhitung sejak Juli 2023. Hal itu sebagian besar merupakan dampak dari peningkatan pembatasan ekspor beras yang dilakukan India, eksportir beras terbesar di dunia.
Baca Juga: FAO: Harga Beras Dunia Capai Titik Tertinggi dan Perdagangannya Diperkirakan Turun
Kondisi tersebut bakal menyulitkan Indonesia mengimpor beras dari sejumlah negara produsen beras. Selain itu, kalaupun dapat mengimpornya, Indonesia akan terbebani harga beras impor yang tinggi.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, CBP di Bulog memang akan berkurang 640.000 ton dari 1,52 juta ton menjadi 880.000 ton. Namun, pemerintah akan menambah CBP itu sebanyak 650.000 ton.
”Dari jumlah itu, 400.000 ton akan didatangkan dari Vietnam dan Thailand. Sementara untuk 250.000 ton akan diimpor dari Kamboja. Untuk beras impor dari Kamboja, kami akan segera menjajaki dan membuat nota kesepahaman dengan pemerintah dan pelaku perberasan di sana,” ujarnya.
Selain itu, NFA melalui Bulog juga mulai menggulirkan beras bagi 21,3 juta keluarga tidak mampu secara bertahap melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Setiap keluarga akan mendapatkan beras sebanyak 10 kg seharga Rp 10.900 per kg pada September, Oktober, dan November 2023.
NFA juga mulai mengintegrasikan program Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) dengan gerai badan usaha milik desa (BUMD). Hal itu bertujuan menjaga ketersediaan pangan dan gizi di setiap desa di Indonesia.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah Dyah Lukisari menuturkan, pada 2023, program integrasi tersebut telah digulirkan di 4 kabupaten dari dana APBD Provinsi Jawa Tengah dan 2 Kabupaten dari dana NFA. Gerai tersebut akan disuplai telur, daging, dan beras, serta hasil olahan pangan masyarakat desa dengan harga yang lebih murah.
”Menurut rencananya, gerai tersebut juga akan disuplai produk-produk pertanian dari gabungan kelompok tani setempat,” tuturnya melalui siaran pers.
Baca Juga: Kisah Lumbung Beras Darurat ASEAN+3 dan Cadangan Beras RI