Pagu Hampir Rp 1 Miliar, Anggaran Mobil Listrik untuk Pejabat Tuai Pro-Kontra
Ketentuan tentang pagu anggaran pengadaan kendaraan listrik bagi pejabat menuai pro-kontra. Namun, Kementerian Keuangan menilai, penentuan pagu anggaran itu telah melibatkan periset dan mengikuti harga pasar terkini.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengizinkan kementerian/lembaga melakukan pengadaan mobil listrik sebagai kendaraan dinas pada 2024. Pagunya maksimum mendekati Rp 1 miliar. Namun, ketentuan itu menuai pro-kontra. Pemerintah diminta memprioritaskan anggaran untuk pos belanja yang paling berdampak bagi publik.
Pagu tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2024. Pedoman untuk menyusun rencana anggaran setiap kementerian dan lembaga itu kini ketambahan satuan biaya yang berkaitan dengan pengadaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Dalam PMK No 49/2023, pejabat eselon I berhak menggunakan mobil listrik untuk kendaraan dinas maksimal seharga Rp 966,8 juta. Harga maksimum satu unit mobil listrik (kendaraan dinas) yang dikendarai pejabat eselon I hampir setara dengan alokasi dana untuk desa, yakni Rp 1 miliar.
Sementara untuk pejabat eselon II mendapat jatah pengadaan kendaraan listrik maksimum Rp 746,1 juta. Untuk kendaraan listrik operasional kantor maksimum senilai Rp 430 juta dan motor listrik maksimum seharga Rp 28 juta.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, PMK No 49/2023 seharusnya berfungsi untuk mengefisienkan penggunaan anggaran pemerintah. Namun, pada implementasinya dapat tidak efisien apabila anggaran digunakan untuk hal yang tak prioritas.
”Saat ini, pemerintah ingin melakukan normalisasi fiskal agar anggaran defisit dapat ditekan hingga di bawah 3 persen, salah satunya dengan mengontrol belanja. Akan tetapi, apakah anggaran mobil listrik yang (maksimal) sebesar Rp 966,8 juta untuk pejabat itu tepat?” ujarnya saat dihubungi Senin (23/5/2023).
Pengadaan kendaraan listrik bagi kalangan pemerintahan itu menggunakan anggaran belanja. Pasal 4 PMK No 38/2023 itu menyebutkan, pemerintah menanggung Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan mobil listrik dan bus listrik tertentu sebesar 10 persen dari total 11 persen.
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa besarannya sampai ratusan juta (rupiah) dan dapat berbeda nilainya tergantung golongan jabatan?
Subsidi tersebut, kata Faisal, tidak efisien apabila diberikan bagi kelompok yang tidak membutuhkan. Hal ini menunjukkan masih terdapat banyak celah yang menciptakan inefisiensi penggunaan anggaran, salah satunya melalui penentuan pagu kendaraan listrik.
”Pertanyaan berikutnya adalah mengapa besarannya sampai ratusan juta (rupiah) dan dapat berbeda nilainya tergantung golongan jabatan?” ujarnya.
Faisal menambahkan, kendaraan listrik bukan sesuatu yang mendesak. Sebab, kendaraan listrik termasuk barang mewah (luxuries) sehingga belum digunakan sebagai kendaraan utama masyarakat.
Diakses Selasa (23/5/2023) dari laman resmi penjual kendaraan listrik, sejumlah mobil listrik yang dapat dianggarkan pemerintah di antaranya Wuling Air ev memiliki harga Rp 243 juta untuk varian standard range dan Rp 299,5 juta untuk varian long range. Ada juga Nissan Leaf mulai dari Rp 738 juta, Hyundai Ioniq 5 mulai dari Rp 681,9 juta, dan Hyundai Kona Electric seharga Rp 750 juta. Selain itu, Mini Electric mulai dari Rp 955 juta.
Jika pemerintah ingin mendorong efisiensi anggaran, katanya, anggaran lebih baik dialokasikan pada sektor transportasi publik, bukan kendaraan pribadi pejabatnya. ”Terlebih, ketika pemerintah ingin menurunkan emisi, kenapa masyarakat tidak didorong untuk menggunakan kendaraan umum?” ujarnya.
Kendaraan listrik merupakan satuan biaya baru dalam PMK No 49/2023. Hal ini selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan KLBB sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lewat instruksi itu, Presiden Joko Widodo mendorong penggunaan kendaraan listrik di lingkup pemerintahan.
Penentuan batas maksimum kendaraan listrik telah melibatkan periset terkait dengan anggaran dan sudah mengikuti harga pasar terkini.
Direktur Sistem Penganggaran Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Lisbon Sirait menjelaskan, penentuan batas maksimum kendaraan listrik telah melibatkan periset terkait dengan anggaran dan sudah mengikuti harga pasar terkini. Harga kendaraan listrik dinilai lebih mahal dari kendaraan berbahan bakar fosil sehingga nilainya juga perlu menyesuaikan.
”Pemerintah, baik pusat maupun daerah, didorong untuk menggunakan kendaraan listrik. Satuan biaya ini dibuat karena terdapat variasi harga kendaraan listrik. Hal ini juga disesuaikan dengan level jabatannya,” ujarnya saat media briefing PMK No 49/2023 di Jakarta, kemarin.
Kepala Subdirektorat Standar Biaya Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Amnu Fuady menambahkan, penggunaan kendaraan listrik sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Karena itu, harga maksimumnya berbeda 10 persen dengan kendaraan berbahan bakar fosil. ”Kendaraan listrik rata-rata masih relatif mahal,” ujarnya.