Insentif Pajak Dorong Masyarakat Membeli Mobil Listrik
Regulasi pemerintah dalam memberikan insentif terkait mobil listrik diperkirakan menambah probabilitas orang membeli mobil listrik hingga 2,7- 2,9 kali lipat.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemberian insentif atau subsidi serta pemerataan infrastruktur perlu menjadi perhatian pemerintah dalam upaya mengakselerasi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga perlu menetapkan target yang jelas agar program subsidi dan insentif ini benar memberi manfaat yang luas bagi masyarakat dan negara.
Kepala Laboratorium Ekonomi Sekolah Ekonomi dan Bisnis Universitas Prasetiya Mulya Albert Hasudungan menerangkan, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 121 responden, pemberian insentif menjadi pendorong utama bagi seseorang untuk memutuskan membeli mobil listrik. Penelitian yang dilakukan pada periode Desember 2022-Maret 2023 ini, menyurvei mereka yang telah membayar uang muka ataupun sudah menandatangani perjanjian membeli mobil listrik.
Insentif yang dimaksud terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah.
Kehadiran aturan tersebut dinilai memengaruhi pola pembelian konsumen karena nilai PPN yang dibayarkan hanya sekitar satu persen. Hal ini mengubah penilaian konsumen terhadap harga mobil listrik yang sebelumnya dianggap kurang kompetitif bila dibandingkan dengan mobil berbahan bakar fosil.
”Regulasi pemerintah dalam memberikan insentif terkait mobil listrik dalam penelitian kami menambah probabilitas orang membeli mobil listrik hingga 2,7- 2,9 kali lipat. Dalam memutuskan untuk membeli, konsumen akan membandingkan harga mobil listrik dengan mobil berbahan bakar minyak,” ujar Albert di Jakarta, Senin (24/4/2023).
Hal lain yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah adalah penyediaan infrastruktur pengisian baterai yang masih hanya terpusat di kota-kota besar saja. Selain pemerataan, pemerintah perlu pula memastikan infrastruktur, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum, berfungsi dengan baik di setiap tempat.
Tren kendaraan listrik ini juga akan mengubah model bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang akan juga membuat SPKLU di tempatnya. Menurut Albert, pengusaha SPBU akan berkembang menjadi tempat untuk berkegiatan santai atau leisure mengingat waktu pengisian baterai kendaraan listrik yang memerlukan waktu 1 hingga 5 jam.
Tujuan insentif
Sebelumnya, dalam konferensi pers Kamis (20/3/2023), Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, selain untuk mendorong masyarakat menggunakan kendaraan listrik, subsidi dan insentif juga diberikan agar ekosistem kendaraan listrik di Indonesia berkembang. Dengan demikian, investasi dapat ditarik masuk.
Program itu bertujuan agar Indonesia dapat terlepas dari ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil sehingga dapat juga memperkuat neraca perdagangan. ”Jika kita berhasil mengelektrifikasi transportasi kita, Indonesia bisa mencapai target penurunan emisi dan menciptakan lingkungan yang lebih baik,” kata Luhut.
Menanggapi hal tersebut, peneliti mitra di Center for Indonesian Policy Studies, Krisna Gupta, menerangkan, pemerintah perlu menetapkan tujuan yang jelas terkait capaian yang ingin didapatkan lewat program subsidi tersebut. Ia berpendapat pemberian subsidi untuk mendorong masyarakat membeli kendaraan listrik merupakan hal yang baik. Adapun upaya menarik investasi sebaiknya diarahkan pada investor yang berorientasi ekspor.
Hal tersebut disebabkan permintaan kendaraan listrik di dalam negeri masih tertinggal dibandingkan dengan di luar negeri. ”Policy goals pemerintah ini perlu dimatangkan karena investor melihat magnitude pasar global yang lebih besar. Pasar global sudah sampai 8 juta (kendaraan listrik). Investasi bisa masuk kalau orientasinya adalah ekspor,” ucapnya.