Indeks Harga Pangan Dunia Naik Lagi Setelah Setahun Turun
Penurunan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit, dapat menekan kinerja ekspor minyak kelapa sawit mentah Indonesia. Adapun kenaikan harga gula dunia berpotensi membebani impor gula Indonesia pada tahun ini.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga pangan dunia kembali naik setelah selama setahun terakhir perlahan turun. Kenaikan indeks dipicu kenaikan harga gula dan daging, bukan lagi serealia dan minyak nabati. Kenaikan indeks harga gula menuju titik tertinggi rata-rata indeks harga gula sejak 12 tahun terakhir.
Penurunan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit, dapat menekan kinerja ekspor minyak kelapa sawit mentah Indonesia. Adapun kenaikan harga gula dunia berpotensi membebani impor gula Indonesia pada tahun ini.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Jumat (5/5/2023), di Roma, Italia, merilis, indeks harga pangan pada April 2023 sebesar 127,2 persen. Indeks tersebut naik 0,6 persen secara bulanan dan turun 19,7 persen secara tahunan.
Indeks harga gula pada April 2023 naik 17,6 persen secara bulanan menjadi 149,4. Indeks harga gula tersebut telah naik tiga bulan berturut-turut, bahkan lebih tinggi dari indeks pada April 2022 yang sebesar 121,5. Indeks harga gula itu menuju level tertinggi rata-rata indeks sejak 2011 yang sebesar 160,9.
FAO menyebutkan, kenaikan harga gula itu disebabkan kekhawatiran pasar terhadap persediaan gula dunia yang diperkirakan turun pada musim 2022/2023. Hal itu disebabkan penurunan produksi gula di India, China, Thailand, dan sejumlah negara di Uni Eropa.
Di India, misalnya, produksi gula negara tersebut pada tahun pemasaran 2022/2023 diperkirakan sebesar 32,8 juta ton, turun 3,5 persen akibat dampak gelombang panas ekstrem berkepanjangan. Selain itu, awal panen tebu di Brasil diperkirakan lebih lambat karena curah hujan di atas rata-rata.
Indeks harga gula pada April 2023 naik 17,6 persen secara bulanan menjadi 149,4. Indeks harga gula tersebut telah naik tiga bulan berturut-turut, bahkan lebih tinggi dari indeks pada April 2022 yang sebesar 121,5. Indeks harga gula itu menuju level tertinggi rata-rata indeks sejak 2011 yang sebesar 160,9.
Demikian juga dengan harga daging. Indeks harga daging pada April 2023 naik 1,3 persen secara bulanan menjadi 114,5. Hal itu dipengaruhi oleh kenaikan permintaan harga daging babi di Asia, pulihnya harga daging unggas, dan penurunan pasokan sapi potong.
Sebaliknya, harga serealia dan minyak nabati dunia justru turun. Indeks harga serealia turun 1,7 persen menjadi 136,1. Hal itu ditopang oleh penurunan harga gandum dan jagung dunia di tengah kenaikan harga beras. Kenaikan harga beras itu terjadi lantaran tingginya permintaan di sejumlah negara di Asia.
Sementara, indeks harga minyak nabati, termasuk minyak sawit, pada April 2023 sebesar 130, turun 1,3 persen dibandingkan Maret 2023. Penurunan indeks ini telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut. Hal itu tidak terlepas dari penurunan permintaan dari negara-negara pengimpor di tengah peningkatan produksi kedelai, serta melimpahnya persediaan minyak biji bunga matahari dan rapeseed.
Pada 2023, Pemerintah Indonesia akan mengimpor gula sebanyak 4,641 juta ton. Kuota impor gula itu terdiri dari impor gula mentah bahan baku industri rafinasi sebanyak 3,6 juta ton, 991.000 ton gula kristal putih, dan 50.000 ton gula untuk kebutuhan khusus.
Khusus gula kristal putih, Badan Pangan Nasional (NFA) melalui ID Food berencana merealisasikan impor komoditas tersebut sebanyak 107.900 ton pada Maret-Mei 2023. Gula impor itu didatangkan melalui tiga pelabuhan, yaitu Tanjung Priok di Jakarta sebanyak 32.500 ton, Tanjung Perak di Surabaya 25.000 ton, dan Belawan di Medan 37.900 ton.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah tetap akan memprioritas produksi gula di dalam negeri, terutama dalam memenuhi kebutuhan gula konsumsi. Apalagi pada Mei 2023, musim giling tebu sudah mulai berlangsung di sejumlah pabrik gula.
Produksi gula konsumsi nasional pada tahun ini diperkirakan 2,6 juta ton atau masih di bawah kebutuhan gula nasional yang 3,4 juta ton. Untuk itu, masih diperlukan pengadaan gula dari luar negeri agar kebutuhan konsumsi gula nasional bisa terpenuhi.
”Namun, pada tahun ini, impor gula konsumsi lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang lebih dari 1 juta ton. Ini merupakan langkah awal yang baik dalam mewujudkan swasembada gula,” kata Arief melalui siaran pers.
Pada tahun ini, impor gula konsumsi lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang lebih dari 1 juta ton. Ini merupakan langkah awal yang baik dalam mewujudkan swasembada gula.
Saat menghadiri acara buka giling tebu perdana Pabrik Gula (PG) Krebet Baru, Malang, Jawa Timur, pada Jumat, Arief menuturkan, tingkat rendemen pada musim giling tahun ini ditargetkan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Di pabrik tersebut, rendemen ditargetkan bisa lebih tinggi dari tahun lalu atau di atas 8 persen.
Dengan begitu, pada 2023, PG Krebet Baru diharapkan tetap bisa berkontribusi sebesar 5 persen terhadap produksi gula konsumsi nasional dengan target produksi 130.000-140.000 ton. Pada 2022, produksi gula PG Krebet Baru mencapai 131.700 ton atau 5,05 persen dari produksi nasional dengan rendeman sebesar 6,67 persen.
Sementara itu, terkait dengan minyak sawit mentah (CPO), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan harga CPO global masih bakal turun terus hingga akhir Mei 2023. Permintaan pasar global juga masih lemah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, Sabtu (6/5/2023), mengatakan, harga CPO global hingga akhir Mei 2023 diperkirakan masih bergerak di rentang 900-1.000 dollar AS per ton. Permintaan pasar CPO global juga masih lemah. Kedua faktor ini otomatis berimbas pada kinerja ekspor CPO dan produk turunannya.
”Kendati begitu, kami tetap optimistis harga CPO akan kembali membaik meskipun tidak setinggi tahun lalu. Begitu juga dengan permintaan CPO dan produk turunannya juga akan kembali pulih seiring dengan pemulihan ekonomi negara-negara pengimpor komoditas tersebut,” katanya.
Badan Pusat Stastistik mencatat, nilai ekspor sawit pada Januari-Maret 2023 mencapai 5,92 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu turun 11,34 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 6,67 miliar dollar AS.
Hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya atas pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) juga masih menumpuk. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya per April 2023 mencapai 9,927 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 3,027 juta ton yang dibekukan pemerintah pada Februari-April 2023 dan 6,9 juta ton yang tidak dibekukan.