Wacana Impor dan Regulasi HPP Dinilai Rugikan Petani
Kendati belum pasti, wacana pemerintah membuka peluang impor beras dinilai berdampak ke pasar dan menekan harga gabah di tingkat petani. Apalagi, wacana itu mengemuka saat panen raya padi sedang berlangsung.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh borongan meninggalkan sawah saat memanen padi karena turun hujan di kawasan Karang Dungan, Kecamatan Tangkil, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi baru tentang harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah/beras serta wacana membuka keran impor dinilai menekan harga gabah di tingkat petani. Selain besaran HPP yang dianggap lebih rendah dibandingkan ongkos produksi, wacana impor yang berembus di tengah momen panen raya juga merugikan petani.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih berpendapat, keputusan pemerintah itu mengecewakan petani. ”Pemerintah sebaiknya tidak memutuskan impor saat panen raya. Ini keputusan yang terburu-buru. Semestinya pemerintah meninjau (realisasi) data produksi terlebih dulu, apakah ada kekurangan atau tidak,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (16/3/2023).
Sebelumnya, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Rabu (15/3), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan belum berhasil menurunkan harga beras hingga saat ini. Berdasarkan pantauannya, kenaikan harga beras mencapai Rp 1.000 per kilogram (kg). Harga beras juga diperkirakan masih akan naik meskipun data produksi menunjukkan surplus.
Per Kamis (16/3), Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan, rata-rata harga beras medium di 90 kota pantauan indeks harga konsumen mencapai Rp 11.900 per kg. Pada awal tahun, harganya Rp 11.200 per kg. Sementara pada pertengahan Maret 2022, harganya Rp 10.400 per kg.
Beras pun masih jadi penyumbang utama inflasi. Badan Pusat Statistik mencatat, pada Februari 2023, andil beras pada inflasi tahunan mencapai 0,32 persen, sedangkan pada inflasi bulanan 0,08 persen.
Zulkifli mengatakan, rata-rata harga beras medium di pabrik di atas Rp 9.000 per kg. Harga gabah pun menembus Rp 6.000 per kg. ”Dalam rapat yang dipimpin Presiden, kami sudah memutuskan untuk memasukkan (mengimpor) lagi sebanyak 500.000 ton beras kapanpun dibutuhkan. Namun, (realisasi impor) tidak sekarang, karena lagi panen raya,” tuturnya dalam RDP tersebut.
Prosedur keputusan impor melibatkan Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, dan Perum Bulog. Dia juga menggarisbawahi stok beras yang ada di Bulog hanya sekitar 300.000 ton. Secara pribadi, dia merasa berat dan tidak setuju dengan impor beras. Namun, tidak ada pilihan lain untuk meredam kenaikan harga beras.
Di sisi lain, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, berpendapat, pemerintah sebaiknya tidak mengumumkan rencana impor beras saat panen raya. ”Semestinya pemerintah mengerahkan segalanya untuk menyerap gabah/beras pada saat panen raya untuk cadangan beras. Pada Juli nanti, pemerintah mengevaluasi hasilnya (serapan) dan memutuskan butuh impor atau tidak,” katanya saat dihubungi.
Menurut dia, rencana impor yang mengemuka di ruang publik dapat berdampak psikologis dan berisiko merugikan petani. Wacana impor tersebut dapat memunculkan spekulasi serapan dari Bulog akan rendah selama panen raya. Suplai akan berlimpah dan harga gabah akan tertekan.
Sebelumnya, Rabu (15/3), Badan Pangan Nasional mengumumkan, HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 5.000 per kg, sedangkan HPP beras di gudang Bulog sebesar Rp 9.950 per kg. Angka HPP GKP itu lebih rendah dibandingkan usulan sejumlah asosiasi petani di rentang Rp 5.400-Rp 5.800 per kg GKP.
Rencana impor yang mengemuka di ruang publik dapat berdampak psikologis dan berisiko merugikan petani.
Menurut Ketua Umum Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa, Tani Suryadinata Wira Lodra, harga itu di bawah ongkos produksi yang berkisar Rp 5.200 per kg GKP. ”HPP yang lebih rendah dibandingkan ongkos produksi membuat petani tidak semangat menanam padi,” ujarnya.
Menurut Henry, oleh karena belum ada aturan resminya, pihaknya berharap ada ruang untuk mengubah HPP gabah/beras tersebut.