HPP Baru Diharapkan Tidak Justru Menekan Harga di Petani
Pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian gabah/beras. Kebijakan itu diharapkan menjaga keseimbangan harga gabah di tingkat petani dan beras di konsumen. Pemerintah juga mematok harga eceran tertinggi beras.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh borongan meninggalkan sawah ketika turun hujan saat memanen padi di kawasan Karang Dungan, Kecamatan Tangkil, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Setelah tiga tahun berlalu, pemerintah akhirnya merevisi kebijakan tentang harga pembelian pemerintah atau HPP gabah dan beras. Selain HPP, pemerintah juga menetapkan harga eceran tertinggi atau HET beras. Harapannya, harga gabah di petani serta harga beras di pedagang dan konsumen berada di tingkat yang wajar.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengumumkan kenaikan HPP gabah/beras itu seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Arief menyebutkan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan Rp 5.000 per kilogram (kg). Sementara GKP di tingkat penggilingan ditetapkan Rp 5.100 per kg, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kg, GKG di gudang Bulog Rp 6.300 per kg, dan HPP beras di gudang Bulog Rp 9.950 per kg.
Sesuai regulasi sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah dan Beras, HPP GKP di tingkat petani Rp 4.200 per kg, sementara di tingkat penggilingan Rp 4.250 per kg. Adapun GKG di penggilingan Rp 5.250 per kg, GKG di gudang Bulog Rp 5.300 per kg, dan beras di gudang Bulog Rp 8.300 per kg.
Selain ketentuan tentang HPP gabah/beras, pemerintah juga menetapkan HET beras berdasarkan zonasi dalam rapat tersebut. HET beras medium di Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan Rp 10.900 per kg.
Adapun HET beras medium di Zona 2 yang meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumatera Selatan serta Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan ditetapkan Rp 11.500 per kg. Adapun HET beras medium di zona yang mencakup Maluku dan Papua ditetapkan Rp 11.800 per kg.
Arief menambahkan, Presiden meminta keputusan itu diumumkan segera. Saat ini, payung hukumnya dalam proses perundangan. Dengan demikian, ketentuan tentang HPP dan HET ini bisa segera berlaku.
Pemerintah, kata Arief, merumuskan angka HPP dan HET itu bersama petani, pedagang, dan masyarakat. ”Jadi tiga-tiganya harus dijaga. Angka ini bisa cepat keluar, kita harus apresiasi seluruh asosiasi, baik di hulu, seperti KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, (dan) Serikat Petani Indonesia (SPI), kemudian yang di tengah ada penggilingan padi, Perpadi, dan lain-lain, sehingga kita bisa dapatkan angka yang menurut kita semua adalah wajar,” paparnya.
Calon pembeli memilih beras yang dijual di salah satu toko di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Minggu (5/3/2023).
Sebelumnya, sejumlah asosiasi petani dan lembaga menyampaikan usulan HPP dalam pertemuan dengan Badan Pangan Nasional di Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/3/2023). Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), misalnya, mengusulkan HPP GKP Rp 5.700 per kg, HKTI mengusulkan Rp 5.550 per kg, SPI Rp 5.600 per kg, KTNA Rp 5.400 per kg, dan Aliansi Petani Indonesia (API) Rp 5.800 per kg.
Selain itu, Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa mengusulkan harga GKP Rp 5.375 per kg dan Kementerian Pertanian di Rp 4.800-Rp 5.100 per kg. Adapun Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan harga GKP Rp 4.850-Rp 5.000 per kg.
Indikator pemerintah
Terkait keputusan itu, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menyatakan, sebagai operator, Bulog menilai penting penetapan HPP tersebut. ”Dalam menjalankan tugas pengamanan harga di hulu, kami membutuhkan instrumen harga sebagai landasan,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (15/3).
Awaludin menambahkan, jumlah serapan gabah/beras Bulog akan menjadi salah satu indikator harga di pasar. Jumlah serapan Bulog yang tinggi mengindikasikan harga gabah berada di bawah HPP. Sebaliknya, jika jumlah serapan Bulog rendah, harga pasar berada di atas HPP.
Tahun ini, Badan Pangan Nasional menargetkan Bulog dapat menyerap gabah/beras dalam negeri 2,4 juta ton. Sebanyak 70 persen di antaranya diharapkan terserap saat panen raya pada Maret-April 2023. Namun, hingga akhir Februari 2023, realisasi pengadaan beras dalam negeri untuk cadangan beras pemerintah (CBP) baru 15.451 ton.
Terkait kebijakan itu, Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa menyatakan, keputusan itu sudah melalui berbagai pertimbangan, termasuk dampaknya terhadap konsumen. ”Usulan kami mewakili petani masih tetap sebagaimana sudah diusulkan bersama jaringan-jaringan tani besar di Indonesia, yaitu di rentang Rp 5.400-Rp 5.800 (per kg) untuk GKP di petani,” ujarnya.
Terkait HET beras, dia berharap ketentuan itu hanya berlaku bagi pemerintah dalam mengintervensi harga, yakni ketika harga beras di tingkat konsumen melebihi HET. Petani berharap ketentuan tentang HET beras tidak justru berdampak menekan harga gabah di tingkat petani.
Terkait opsi impor beras, Arief menambahkan, neraca pangan mengutamakan produksi dalam negeri. ”Pada saat produksi dalam negeri itu cukup, buat apa impor? Jadi, saat kita memang memerlukan (impor) itu, kita lakukan, tetapi itu opsi terakhir,” katanya.
Sebelumnya, pada Rabu pagi Presiden Joko Widodo menjanjikan pemerintah berupaya menyeimbangkan harga. Harapannya, harga gabah di tingkat petani baik dan wajar, harga beras di pedagang baik dan wajar, demikian pula harga beras di konsumen.
Ketika harga naik, formula yang biasa diambil adalah menggelontorkan beras sebanyak-banyaknya ke pasar. ”Tapi, ini tidak kita lakukan karena menjaga keseimbangan itu,” ujar Presiden seusai meresmikan acara temu bisnis produk dalam negeri di Jakarta, Rabu pagi.