Selain upah minimum, pengusaha juga diwajibkan menerapkan struktur dan skala upah bagi pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun. Namun, praktik ini diduga belum berjalan optimal.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sejumlah regulasi telah mengamanatkan kebijakan struktur dan skala upah, implementasinya dinilai belum optimal. Tak semua pengusaha mematuhi ketentuan yang dimaksudkan untuk menciptakan sistem pengupahan yang berkeadilan tersebut. Lemahnya pengawasan pemerintah dinilai turut membuat pelaksanaannya lemah.
Sekretaris Jenderal Organisasi Serikat Pekerja Indonesia (OPSI) Timboel Siregar di Jakarta, Kamis (5/1/2023), menyatakan, struktur dan skala upah mulanya diwajibkan di Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Aturan itu lalu diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan wajib diterapkan pengusaha sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Ketentuan tentang struktur dan skala upah berlaku untuk pekerja di atas satu tahun.
”Kenaikan upah pekerja dengan masa kerja setahun atau lebih berdasarkan negosiasi. Ketika negosiasi, sejumlah pengusaha kerap kali tidak mau. Walaupun diwajibkan, fakta yang kami temui menunjukkan, sedikit pengusaha memiliki struktur dan skala upah sehingga artinya tidak ada kepastian kenaikan upah bagi pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun,” ujarnya.
Lemahnya pengawasan pemerintah membuat praktik ketidakpatuhan struktur dan skala upah masih terjadi.
Menurut Timboel, berdasarkan pengalamannya mendampingi pekerja/buruh, lemahnya pengawasan pemerintah membuat praktik ketidakpatuhan struktur dan skala upah masih terjadi. Akibatnya, masih ada sejumlah pekerja yang sudah bekerja lebih dari satu tahun mendapat upah sebatas upah minimum.
”Serikat pekerja/serikat buruh sebenarnya sudah banyak melaporkan hal ini, tetapi berhenti di pengawas. Berhenti di pengawas artinya selesai dengan ’damai’. Kami dari OPSI kerap mengirim laporan, tetapi disuruh menggugat ke pengadilan hubungan industrial,” ujarnya.
Sebelumnya, menjelang akhir tahun 2022, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/Kep.882-Kesra/2022 tentang Penyesuaian Upah bagi Pekerja/Buruh dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih Pada Perusahaan di Daerah Provinsi Jawa Barat. Surat keputusan ini ditetapkan 28 Desember 2022.
Pada diktum kesatu disebutkan, penyesuaian upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih pada perusahaan di daerah Provinsi Jawa Barat sebesar antara 6,12- 10 persen dari upah yang diterima oleh pekerja/buruh di tahun 2022. Kemudian, pada diktum kedua tertulis, besaran kenaikan upah bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu merupakan pedoman bagi pengusaha dalam menyusun struktur dan skala upah dan/atau kesepakatan upah secara bipartit.
Adapun pada diktum ketiga dijelaskan, struktur dan skala upah wajib disusun dan diterapkan pengusaha pada perusahaannya dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Pada diktum keempat tertulis, bagi perusahaan yang telah menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah sebelum ditetapkan keputusan itu, dapat mengikuti skema yang telah diterapkan tanpa memperhatikan diktum kesatu.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi, saat dikonfirmasi Kamis, membenarkan adanya Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.882-Kesra/2022 tentang Penyesuaian Upah bagi Pekerja/Buruh dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih Pada Perusahaan di Daerah Provinsi Jawa Barat. Dia menyampaikan, keputusan ini memperkuat peraturan menteri ketenagakerjaan terkait struktur dan skala upah yang selama ini jarang diterapkan oleh pemberi kerja. Akibatnya, serikat pekerja selalu menggunakan upah minimum kabupaten sebagai upah sundulan.
Keputusan gubernur itu, lanjut dia, bertujuan membantu menaikkan posisi tawar pekerja/buruh untuk dapat melakukan perundingan upah secara bipartit dengan pengusaha. Pengambilan angka kisaran pedoman penyesuaian diambil dari pendapat pakar dan akademisi untuk mencegah menurunnya daya beli pekerja/buruh untuk penyesuaian upah minimal sebesar angka inflasi Jawa Barat tahun 2022 sebesar 6,12 persen dan batas angka 10 persen merupakan batasan kenaikan maksimum upah minimum yang diatur dalam Permenaker No 18 Tahun 2022.
”Hasil monitoringkami sepanjang 2022 menunjukkan, tidak ditemukan serikat pekerja di tingkat perusahaan yang memaksakàn kenaikan yang tidak wajar karena mereka mau menyesuaikan dengan kondisi perusahaan. Tidak ada laporan menghambat investasi. Sudah terbukti investasi di Jawa Barat tetap tertinggi di Indonesia, kecuali mungkin untuk padat karya di Kabupaten Bogor dan Purwakarta yang sudah mempunyai upah minimum kabupaten yang tinggi,”
ujar Rachmat.
Hasil monitoring kami sepanjang 2022 menunjukkan, tidak ditemukan serikat pekerja di tingkat perusahaan yang memaksakan kenaikan yang tidak wajar karena mereka mau menyesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebenarnya telah mengeluarkan Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah. Permenaker ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Kriteria pengusaha yang ditentukan dalam Permenaker No 1/2017 meliputi individu, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan perusahaan, baik milik sendiri maupun pihak lain. Sementara kriteria perusahaan yang dimaksud adalah badan usaha yang berbentuk hukum atau tidak, milik perseorangan atau persekutuan, atau milik badan hukum baik milik swasta maupun negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dengan bentuk lain.
Struktur dan skala upah ditetapkan oleh pimpinan perusahaan dalam bentuk surat keputusan. Struktur dan skala upah harus dilampirkan pada saat pendaftaran, perpanjangan, atau pembaruan perjanjian kerja bersama (PKB), atau peraturan perusahaan dengan diperlihatkan kepada pejabat terkait. Pengusaha juga wajib memberitahukan struktur skala upah kepada pekerja/buruh.
Permenaker No 1/2017 mewajibkan pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Apabila perusahaan diketahui tidak melaksanakan peraturan, sanksi tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan usaha akan diberikan. Pengawasan pelaksanaan struktur dan skala upah dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.
Akan koordinasi
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja Kemenaker Haiyani Rumondang, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya masih mempelajari isi Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penyesuaian Upah bagi Pekerja/Buruh dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih pada Perusahaan di Daerah Provinsi Jawa Barat. Kemenaker juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menindaklanjuti.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai data jumlah perusahaan yang mengabaikan kewajiban implementasi struktur dan skala upah, termasuk menyangkut kasus khusus di Jawa Barat, Haiyani belum menjawab.
Terkait keberadaan surat keputusan gubernur Jawa Barat itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton J Supit mengatakan, pengusaha umumnya sudah mengetahui adanya permenaker terkait struktur dan skala upah. Dia menilai sudah tepat jika suatu pemerintah provinsi mendorong pengusaha-pengusaha di wilayahnya menunaikan kewajiban implementasi struktur dan skala upah. Namun, jika pemerintah provinsi turut menentukan persentase kenaikan, dia memandang hal itu tidak tepat.
”Kami (Apindo pusat) belum memutuskan langkah menyikapi adanya surat keputusan gubernur Jawa Barat itu. Akan tetapi, sepintas saja, hal itu berpotensi memperburuk iklim investasi sebab pemerintah daerah telah intervensi urusan bipartit. Pekerja di bawah setahun minimal berlaku upah minimum provinsi, tetapi pekerja yang bekerja di atas setahun berlaku upah negosiasi bipartit antara pekerja dan perusahaan,” kata Anton.