Pengusaha Hadapi Tantangan Berat Mempertahankan Lapangan Kerja
Tak hanya industri padat karya, sektor industri lain pengguna bahan baku atau penolong impor menghadapi tantangan mempertahankan jumlah pekerjanya di tengah ketidakpastian ekonomi global tahun depan.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja pabrik melintasi banjir pasang air laut yang menggenangi akses jalan utama menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/6/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pengusaha menilai upaya mempertahankan lapangan kerja menjadi tantangan terberat pada tahun 2023. Upaya itu dianggap tidak cukup dengan mengandalkan pelaku usaha meminimalkan pemutusan hubungan kerja atau mengefisienkan beban usaha. Kebijakan pemerintah dibutuhkan untuk menghadapi tantangan itu.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, Kamis (21/12/2022), mengatakan, hal yang paling penting dalam menghadapi krisis tahun ini dan tahun depan adalah mempertahankan lapangan kerja. Sektor penopang daya beli masyarakat ini perlu dijaga agar jumlah penduduk miskin tidak bertambah.
”Kebijakan pemerintah di sektor-sektor industri padat karya sangat diperlukan. Jangan justru membuat kebijakan yang menimbulkan kontroversi, seperti penerbitan regulasi upah minumum 2023,” ujarnya dalam konferensi pers Outlook Perekonomian 2023 yang digelar Apindo secara hibrida, Rabu (21/12/2022).
Kebijakan pemerintah di sektor-sektor industri padat karya sangat diperlukan. Jangan justru membuat kebijakan yang menimbulkan kontroversi.
Selain itu, lanjut Anton, di tengah ketidakpastian kondisi global, perizinan impor bahan baku/penolong bagi sejumlah industri penopang ekspor dan domestik juga jangan ditunda-tunda. Impor gula mentah dan garam industri, misalnya, sebaiknya segera diterbitkan agar tidak terjadi kekurangan pasokan di dalam negeri.
”Banyak yang beranggapan impor bahan baku atau penolong itu salah. Padahal, (bahan baku/penolong itu) sangat dibutuhkan industri di dalam negeri. Kita boleh saja surplus perdagangan, tetapi jangan sampai impor terlalu ditekan demi menjaga surplus itu,” katanya.
Dalam acara itu dan sejumlah forum lain, persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) kerap mencuat. Apindo menyebut, krisis ekonomi global berdampak pada pelemahan ekonomi sejumlah negara sehingga berpengaruh terhadap permintaan ekspor industri berbasis padat karya. Industri-industri itu antara lain tekstil dan produk tekstil, sepatu, serta furnitur dan kerajinan.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani mengemukakan, ekspor diperkirakan masih tumbuh lambat pada triwulan I-2023. Pada triwulan II-2023, Apindo berharap ada peningkatan permintaan ekspor sehingga berdampak positif terhadap sektor industri dan ketenagakerjaan.
Tak hanya industri padat karya berbasis ekspor, industri-industri manufaktur berbahan baku impor juga terimbas kenaikan harga komoditas global dan depresiasi nilai tukar. Di sektor makanan-minuman, misalnya, saat ini stok gula mentah untuk industri gula rafinasi mulai menipis. Padahal, gula rafinasi dibutuhkan oleh industri makanan-minuman yang juga padat karya dan penopang ekspor.
”Beberapa pelaku industri tersebut tidak hanya mengkhawatirkan gejolak harga, tetapi juga kekurangan bahan baku. Mereka bisa saja menghentikan produksi sementara waktu. Lagi-lagi, imbasnya nanti ke pekerja. Untuk itu, jangan sampai pemerintah menunda-nunda izin impornya,” katanya.
Pekerja menata tumpukan karung berisi gula rafinasi sebagai salah satu bahan baku untuk produksi di pabrik pembuat bahan makanan di Kawasan Industri Mekar Jaya, Tangerang, Banten, Senin (25/9/2017).
PHK dan investasi
Apindo memperkirakan, jumlah pekerja yang di-PHK bisa tembus 1 juta orang hingga akhir tahun ini. Merujuk data Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Hariyadi menuturkan, 919.071 pekerja telah mencairkan dana jaminan hari tua (JHT) pada Januari-November 2022 lantaran di-PHK. Angka itu belum mencakup pekerja yang di-PHK yang tidak mencairkan JHT.
”Tak hanya lantaran PHK, berkurangnya lapangan kerja juga disebabkan oleh semakin minimnya investasi di sektor padat karya. Investasi memang tetap dan bakal tumbuh, tetapi didominasi oleh investasi padat modal ketimbang padat karya,” ujarnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia tahun depan, Apindo optimistis ekonomi Indonesia pada 2023 bisa tumbuh positif di kisaran 5-5,3 persen. Inflasi diperkirakan masih cukup tinggi di kisaran 3,6-5 persen. Adapun nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp 15.200-Rp 15.800 per dollar AS.
Dalam Outlook Perdagangan 2023, Selasa (20/12/2022), Kementerian Perdagangan (Kemendag) optimistis neraca perdagangan RI tahun depan masih surplus kendati ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat. Kemendag juga akan meningkatkan fasilitasi ekspor dan mempermudah impor barang-barang yang benar-benar dibutuhkan di dalam negeri.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan Muhri mengatakan, Kemendag menargetkan neraca perdagangan RI pada 2023 surplus 38,3 miliar dollar AS hingga 38,5 miliar dollar AS. Ekspor nonmigas ditargetkan tumbuh 3,9-4,7 persen, sedangkan ekspor barang dan jasa 6,8-8 persen.
Untuk meningkatkan ekspor, Kemendag akan meningkatkan penetrasi ke pasar-pasar ekpsor nontradisional, seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Kerja sama perdagangan juga akan ditingkatkan melalui perjanjian bilateral, regional, ataupun multilateral.
”Kami juga akan berupaya mengurai hambatan-hambatan dagang dari negara lain dan melindungi pasar domestik dari serbuan produk impor,” katanya.
Kemendag menargetkan neraca perdagangan RI pada 2023 surplus 38,3 miliar dollar AS hingga 38,5 miliar dollar AS. Ekspor nonmigas ditargetkan tumbuh 3,9-4,7 persen.
Adapun terkait impor, Kasan menambahkan, arah kebijakan akan ditujukan pada pengendalian impor secara selektif dengan mengutamakan impor bahan baku/penolong untuk ekspor, kebutuhan dalam negeri, dan investasi. Pemerintah juga akan mempermudah impor komoditas-komoditas pangan dalam rangka pengendalian inflasi pada 2023.
Kemendag mencatat, total ekspor Indonesia pada Januari-November 2022 senilai 268,18 miliar dollar AS atau tumbuh 28,16 persen secara tahunan. Total nilai impornya mencapai 217,58 miliar dollar AS, tumbuh 24,45 persen. Dalam periode tersebut, RI juga membukukan surplus neraca perdagangan sebesar 50,59 miliar dollar AS.