Risiko Ekonomi Diantisipasi, Pemerintah Siagakan Dana Cadangan
Kementerian dan lembaga akan didorong untuk membelanjakan sisa anggaran tahun ini dengan lebih selektif. Dana cadangan diharapkan bisa mengurangi penerbitan surat utang di tengah volatilitas pasar keuangan global.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Siluet anak berlatar gedung bertingkat di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022). Pemerintah akan berupaya menekan belanja negara hingga akhir tahun ini. Sisa anggaran tahun 2022 akan disimpan untuk dipakai sebagai dana cadangan atau cash buffer pada APBN 2023 guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi yang diprediksi semakin tinggi tahun depan.
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia tidak lepas dari risiko pelambatan ekonomi global tahun depan. Di tengah ruang fiskal yang menyempit, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tetap akan dijadikan instrumen peredam guncangan. Pemerintah pun menyiagakan dana cadangan (cash buffer) serta mencermati berbagai opsi insentif untuk menjaga perekonomian domestik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis (24/11/2022), mengatakan, volatilitas pasar keuangan global masih akan berlanjut sampai tahun depan seiring dengan kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral negara maju yang turut berimbas pada kenaikan suku bunga acuan serta melemahnya nilai tukar mata uang negara berkembang terhadap dollar AS, termasuk Indonesia.
Di tengah kondisi pasar keuangan yang berisiko itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan menyiapkan dana cadangan atau cash buffer untuk meminimalkan dampak dari ketidakpastian pasar keuangan itu terhadap kondisi APBN. Dengan adanya dana cadangan itu, diharapkan porsi pembiayaan anggaran melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) atau surat utang akan dikurangi.
Kementerian Keuangan mencatat, sampai Oktober 2022 realisasi pembiayaan anggaran tercatat sebesar Rp 439,9 triliun, turun drastis 27,7 persen dari target sebesar Rp 840,2 triliun. Dengan mempertimbangkan defisit APBN yang mulai terjadi pada bulan lalu sebesar Rp 169,5 triliun, sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) sampai akhir Oktober 2022 adalah Rp 270,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, realisasi pembiayaan anggaran yang menyusut itu menggambarkan titik balik penyehatan APBN agar tidak terlalu bergantung pada kebutuhan pembiayaan utang di tengah pasar keuangan yang penuh risiko. Lebih lanjut, pemerintah pun akan mengakumulasi besaran silpa yang signifikan untuk mengelola risiko bagi tahun anggaran 2023 yang lebih tidak pasti.
”Sebab, dengan faktor risiko volatilitas pasar keuangan tadi, kita perlu minimalkan risikonya melalui kemampuan menjaga cash buffer. Ini yang kita coba lakukan sampai akhir tahun. Jadi, nanti kalau dilihat silpa kita agak besar, itu memang by design karena kita lagi mencoba mengelola risiko untuk tahun depan,” kata Sri dalam konferensi pers APBN KiTA secara virtual.
Mengenai strategi menyiagakan dana cadangan itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmartawarta mengatakan, bukan berarti pemerintah akan sengaja menahan atau menghemat belanja di akhir tahun. Namun, belanja di setiap kementerian/lembaga (K/L) akan didorong supaya lebih berkualitas, disiplin, dan selektif.
Jadi, nanti kalau dilihat silpa kita agak besar, itu memang by design karena kita lagi mencoba mengelola risiko untuk tahun depan.
Hal itu dilakukan melalui penyesuaian prioritas anggaran dengan menggunakan kebijakan ”blokir” anggaran atau automatic adjusment yang diterapkan sejak awal tahun ini. Lewat kebijakan itu, K/L diminta untuk memilih program yang tidak terlalu prioritas dan menyisihkan 5 persen dari anggaran mereka untuk dijadikan cadangan pada kondisi tertentu.
Sampai Oktober 2022, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.351,1 triliun atau terserap 75,7 persen dari target yang tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar Rp 3.106,4 triliun.
Pekerjaan rumah pemerintah daerah juga masih cukup banyak. Sampai Oktober 2022, APBD baru terserap Rp 732,89 triliun atau 61,2 persen dari pagu belanja sebesar Rp 1.196,83 triliun. Dana pemda yang disimpan di perbankan juga mencapai rekor tertinggi sejak 2019, yakni Rp 278,73 triliun atau naik 24,5 persen dibandingkan bulan September.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Suasana permukiman padat di tepian anak Kali Ciliwung yang membelah kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2022). Pada APBN 2023 yang baru disahkan, pemerintah memasang target ambisius untuk menekan angka kemiskinan di kisaran 7,5-8,5 persen di tengah tren inflasi dan ancaman resesi global tahun depan.
Isa mengatakan, sejumlah alokasi penting untuk menjaga daya beli masyarakat akan diprioritaskan untuk dipercepat. Misalnya, penyaluran bantuan sosial serta pembayaran kompensasi dan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang realisasinya akan tetap dikejar di akhir tahun ini.
”Jadi, perlu dicatat, kita tidak menahan belanja kita, hanya membuatnya lebih disiplin saja. Kalau dilihat sekarang masih ada pelambatan, realisasinya baru 75,7 persen, kami cukup yakin belanja di akhir tahun ini akan terkejar seperti tahun-tahun sebelumnya sampai di atas 90 persen,” kata Isa.
Perlu dicatat, kita tidak menahan belanja kita, hanya membuatnya lebih disiplin saja.
Insentif
Dengan dana cadangan dan tambahan ruang fiskal, pemerintah dapat lebih optimal menjadikan APBN sebagai peredam guncangan (shock absorber). Sri Mulyani mengatakan, untuk menyikapi mulai banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya seperti industri tekstil dan alas kaki, pemerintah akan mencermati beberapa opsi insentif.
”Kita lihat nanti instrumen mana yang bisa membantu dan untuk siapa? Apakah korporasinya atau buruhnya? Kalau buruh, berarti lewat Kementerian Ketenagakerjaan dan BP Jamsostek. Kalau perusahaan, mungkin lewat pengurangan atau penundaan pajak penghasilan (PPh 25),” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya pemerintah akan berhati-hati mencermati kondisi per sektor dan perusahaan. Sebab, menurut dia, pertumbuhan tahunan sektor tekstil dan alas kaki sampai triwulan III-2022 sebenarnya masih cukup kuat, meski di sisi lain sektor tekstil memang mulai merasakan pelambatan karena permintaan ekspor yang menurun.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel yang memimpin Rapat Paripurna Ke-7 Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8/2022).
”Kita akan lihat data, kita monitor kondisi perusahaan, bagaimana kinerja ekspor-impornya, pembayaran pajaknya, itu semua akan menggambarkan apakah perusahaan bekerja atau tidak. Baru nanti kita formulasikan kebijakannya untuk merespons,” katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menilai, untuk menjaga daya tahan perekonomian domestik, normalisasi kebijakan insentif perlu dilakukan secara hati-hati. Pemerintah perlu menjaga, bahkan menambah insentif untuk sektor-sektor tertentu yang belum pulih dari efek berkepanjangan pandemi dan kini tertekan oleh gejolak ekonomi global.
Insentif juga perlu diarahkan secara preventif dan kuratif. Insentif kuratif, misalnya, diarahkan untuk memberi subsidi bagi pekerja yang sudah terkena PHK. Sementara insentif preventif bisa diberikan dalam bentuk subsidi biaya operasional di sektor tertentu yang mulai melambat. ”Jadi, kita tidak hanya mengobati setelah sudah terjadi PHK, tapi juga mencegah terjadinya PHK,” katanya.