Penjadwalan impor beras dinilai jadi isu paling krusial karena menyangkut teknis pengangkutan. Namun, Bulog masih menunggu realisasi pengadaan yang dijanjikan Kementerian Pertanian.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Realisasi impor beras untuk cadangan pangan yang dikelola Perum Bulog masih menanti realisasi komitmen pengadaan dalam negeri dari Kementerian Pertanian. Di tengah situasi itu, semakin lama Bulog menyepakati kontrak impor dengan eksportir beras di negara mitra, tantangan logistik dinilai semakin besar.
Anggota Dewan Penasihan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, menggarisbawahi, unsur-unsur dalam teknis mengimpor beras mesti terpenuhi, seperti jumlah dan jendela waktu realisasinya. ”Penjadwalan (impor merupakan) yang paling krusial karena menyangkut pengangkutan, seperti mencari kapal, waktu bongkar muat, perjalanannya, hingga sampai pelabuhan. Penjadwalan menentukan realisasi impor sampai di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis (24/11/2022).
Bayu mengilustrasikan, beras sebanyak 500.000 ton merupakan jumlah yang besar untuk kapal logistik yang kapasitasnya 5.000-10.000 ton. Dengan demikian, pengiriman itu perlu dijadwalkan berdasarkan pembagian volume pada pengiriman.
Mendekati masa Natal-Tahun Baru, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengkhawatirkan adanya libur nasional di negara mitra yang berdampak pada operasional angkutan dan tenaga kerja logistik. Realisasi impor beras semakin menantang mengingat prediksi cuaca yang menyebabkan gelombang tinggi.
Padahal, Bulog sudah mengantongi kuota impor sebanyak 500.000 ton sejak rapat koordinasi terbatas bersama kementerian/lembaga yang mengurus pangan. ”Biarpun mendapatkan jatah impor 500.000 ton, kami tetap mengutamakan produksi dalam negeri walaupun harganya mahal,” kata Budi saat ditemui setelah Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, Rabu (23/11/2022).
Bersamaan dengan pengadaan dari dalam negeri, Budi menambahkan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan sejumlah eksportir beras di negara-negara mitra untuk menyiapkan beras dengan total 500.000 ton. Kerja sama itu belum tertera dalam kontrak tertulis. Bulog berencana mengimpor beras kualitas premium dengan skema komersial.
Padahal, per Kamis ini, stok beras yang dikelola Bulog mencapai 583.000 ton. Realisasi pengadaan dari dalam negeri sebanyak 918.000 ton, sedangkan penyaluran untuk operasi pasar sebesar 985.000 ton. Jika dibandingkan dengan situasi sembilan tahun terakhir, angka itu merupakan jumlah stok beras terendah yang dikelola Bulog.
Di sisi lain, Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, Rabu (23/11/2022), menyimpulkan Kementerian Pertanian menyanggupi pengadaan beras dari dalam negeri sebanyak 600.000 ton dalam enam hari. Apabila tidak tercapai, data yang diyakini Kementerian Pertanian yang menunjukkan surplus produksi hingga jutaan ton dinilai tidak valid.
Budi mengatakan, realisasi impor akan menunggu hasil realisasi komitmen tersebut. Jika terpenuhi, beras yang telah disiapkan dalam kerja sama dengan negara-negara mitra akan dilepas ke pasar internasional. Sebaliknya, apabila tidak terpenuhi, Bulog akan langsung mengimpor beras.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menambahkan, harga beras berpotensi naik karena faktor psikologis pasar terhadap pangan menjelang Natal dan Tahun Baru. ”Namun, sebenarnya saat ini suplai terbatas karena sudah memasuki musim tanam dan persiapan tanam. Oleh sebab itu, Bulog perlu mempersiapkan diri (untuk mengendalikan harga beras),” katanya saat dihubungi, Kamis.
Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan, rata-rata nasional harga beras medium, Kamis, mencapai Rp 10.900 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10.300 per kg.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi khawatir, kalau stok beras Bulog tidak mencapai 1,2 juta ton, pemerintah tidak berdaya untuk meredam gejolak harga. Dengan kondisi stok saat ini, Bulog diprediksi hanya memiliki beras sekitar 342.000 ton di akhir tahun. Oleh sebab itu, pemerintah tidak ingin mengambil risiko dalam pengelolaan stok beras.
Data NFA yang diolah dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, produksi beras nasional sepanjang 2022 diperkirakan 31,89 juta ton. Dengan konsumsi sebanyak 30,9 juta ton, stok akhir 2022 dapat sebanyak 6,25 juta ton.
Sulit melepas
Dalam rapat dengar pendapat yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengklaim, terdapat 351.370 ton yang dapat disiapkan penggilingan di delapan provinsi untuk pengadaan Bulog. Namun, kesepakatan mengenai spek beras dan harga menjadi tantangan dalam kesepakatan kontrak.
Terkait kesimpulan rapat itu, Bayu menilai, penggilingan akan sulit melepas stoknya. Di tengah keterbatasan suplai dan menipisnya pasokan di pasar, penggilingan akan mempertahankan stok untuk berjaga-jaga.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, saat ini posisi produksi berada di bawah kebutuhan bulanan. ”Penggilingan sudah memiliki langganan untuk dipasok. Kalau pasokan ini ditarik (untuk Bulog), pasar yang menjadi langganan akan kosong. Namun, stok Bulog saat ini sudah cukup untuk operasi pasar hingga awal Januari 2023 sehingga tidak perlu impor,” tuturnya saat dihubungi, Kamis.